Sabtu, 22 Desember 2012

Cinta, Mencintai, Terima Kasih, dan Ibu

"Kasih ibu, kepada beta..
Tak terhingga sepanjang masa,
Hanya memberi tak harap kembali,
Bagai sang surya menyinari dunia.."


Sederhana ya. Lagu ini sederhana sekali, hanya empat baris dan delapan belas kata. Tapi ini menjadi salah satu lagu dimana saya akan selalu menitikan air mata selain lagu Sio Mama, Indonesia Raya, Tanah Airku, Indonesia Tanah Air Beta, dan Hymne IPB. Mungkin selanjutnya akan ada lagu-lagu lain yang bisa membuat saya menitikkan air matanya setiap kali dinyanyikan.

Ah, sebenarnya lagu ini pun juga sejak TK sering sekali dinyanyikan. Dari zaman suara sumbang, nada acak-acakan, bahkan saya pernah mendengar plesetannya. Seriusan.
Tapi saya sudah mulai menitikkan air mata ketika mendengarkan lagu ini ketika saya kecil dulu. Waktu TK.

Saya lupa alasannya apa, tapi kebiasaan itu muncul begitu saja.

Bukan, bukan karena hari ini dianggap sebagai suatu seremonial tertentu tentang ibu, atau pada hari ini lagu itu banyak dinyanyikan di tivi-tivi, di radio, atau mungkin ditulis dalam status-status teman-teman semua di Facebook atau di Twitter.
Tapi ini ibu.
Cinta dan mencintainya.

Jujur, saya tidak pernah menganggap hari ibu itu ada, sebagai suatu hari yang dipuja-puja, ikutan mengucapkan kata-kata yang bermakna sayang sama ibu, atau ngasih hadiah buat ibu saya. Saya hanya menganggap hari ibu sebagai suatu hari yang sudah masuk di ensiklopedia, di dogmatis ke ingatan permanen manusia-manusia, dan ditetapkan sebagai hari ibu yang entah oleh siapa dibuat seperti itu. Mungkin memang maksudnya baik, supaya orang-orang di dunia ini setidaknya mengingatkan bahwa siapapun mereka, tidak akan pernah bisa hadir di dunia ini tanpa ibu dan tanpa izin dari tuhan tentunya.

Karena saya menganggap bahwa seluruh hari, 365 hari, 8760 jam, selama saya hidup, itulah hari untuk ibu saya. Sekalipun suatu saat nanti beliau telah tiada, hari itu akan tetap saya dogma kan dalam otak saya. Karena buat saya, pengingat untuk menghargai dan mencintai seorang ibu, tidak sebatas tanggal 22 Desember saja.

Ada kalanya kita berani berkata cinta pada seseorang, mencintai lawan jenis dengan sebegitu hebatnya, sebegitu mewahnya, sebegitu luar biasanya (terlepas dari mencintai tuhan dan rasulNya). Menganggap dia adalah segala-galanya, mengorbankan seluruh apa yang kita punya bahkan nyawa hanya supaya bisa mendapatkan "dia" yang kita inginkan.
Itukah cinta yang dianggap paling luar biasa?
Saya rasa cinta yang berjuang seperti itu masih kalah dibandingkan rasa cinta seorang ibu kepada anaknya.
Rasa cinta ibu dalam membesarkan saya ataupun anda hingga besar seperti ini.

Dialah yang berjuang mempertahankan kita di dalam kandungannya.
Dialah yang berjuang menjaga kita agar tetap sehat di dalam kandungannya.
Dialah yang bersusah payah, berat badannya bertambah karena kita, sulit untuk melakukan aktivitas apapun, berpeluh dalam kondisi apapun, siap sedia ketika kita "meminta" dari dalam sana menuntutnya untuk melakukan apapun agar anaknya tenang dan nyaman disana sekalipun dia tidak suka.
Dialah yang senantiasa tersenyum, mengelus-elus perut buncitnya dengan penuh kasih sayang, menyenandungkan lagu-lagu bahagia, doa-doa, dan harapan-harapan semoga kita lahir dengan sehat dan selamat.
Dialah yang menanti-nanti dengan cemas dan was-was kapan kita akan merasakan dunia dengan bercampur senyum bahagia.
Dialah yang berpeluh, berjam-jam, bahkan berteriak kesakitan, bertaruh nyawa memperjuangkan kita agar tetap hidup dan bisa merasakan dunia untuk pertama kalinya
Dialah orang pertama yang tersenyum penuh ikhlas terhadap kelahiran kita di dunia.
Dialah yang meminta laki-laki terbaik teman hidupnya untuk segera melantunkan adzan pertama kalinya di telinga kanan kita.
Dialah yang turut andil memberikan nama terbaik untuk kita.
Dialah yang menyusui, menggendong, membelai pipi, mengusap-usap kepala, mengucap kata-kata doa terbaik untuk kita tanpa pernah lelah, tanpa pernah bosan.
Dialah yang mengganti popok di tengah malam saat waktunya manusia beristirahat, menggendong dan menenagkan kita, menyanyikan lagu tidur meski kantuk menyerang.
Dialah yang memandikan kita, memakaikan baju yang lucu-lucu, memberikan bedak, parfum, agar wangi, agar orang-orang menyukai kita dan menganggap kita anak yang manis, cantik, lucu, wangi, seperti dirinya.
Dialah yang pertama kali bangga, menangis terharu, dan menceritakan kepada orang-orang lain yang dikenalnya bahwa anaknya telah bisa memanggilnya dengan sebutan "mama".
Dialah yang mengusap air mata kita ketika kita menangis, terjatuh, dan memberikan pelukan hangat luar biasa ajaibnya sehingga kita bisa tenang karenanya.
Dialah yang menyuapi kita makan, mengajarkan berjalan, mengajarkan banyak hal agar kita tahu bahwa di dunia ini, ada banyak aktivitas yang harus kita lakukan.
Dialah yang mengajarkan doa-doa sederhana setiap melakukan aktivitas apapun, mengajarkan untuk mengucap salam dimanapun, bersikap sopan, agar kita paham bahwa di dunia ini ada orang lain yang lebih tua, yang harus kita hormati dalam bertingkah laku.
Dialah mengajarkan shalat, mengaji, mencintai Allah dan RasulNya untuk pertama kalinya, mengajarkan selalu bersyukur dalam setiap apa yang terjadi kepada kita.
Dialah yang melarang kita jajan sembarangan dan memilih membuatkan bekal untuk anaknya tanpa merasa kesal dan sedih sekalipun anaknya tak mau memakannya, hanya karena dia tidak ingin anaknya sakit karena jajanan yang tak jelas kebersihannya.
Dialah yang melarang kita bermain hujan-hujanan di luar hanya karena tak ingin anaknya sakit flu sesudahnya.
Dialah yang mengajarkan membaca, mengeja pelang-pelan satu persatu penggalan kata, mengajar berhitung dengan sabar, agar kelak anaknya bisa membaca dan bisa menjadi anak yang pandai dikemudian harinya.
Dialah yang selalu menunggu anaknya pulang sekolah dan menyiapkan pertanyaan andalannya, "hari ini kamu belajar apa?" dan berharap kita akan menceritakan hal-hal yang luar biasa, tertawa bersamanya, dan tersenyum bangga terhadap kita.
Dialah yang mengingatkan kita dalam setiap hal, mengingatkan kapan kita harus makan, mandi, tidur siang, belajar, shalat, meskipun terkadang kita membalasnya dengan kata "cerewet", agar dia menanamkan kebiasaan terlebih dahulu kepada kita hingga pada suatu saat nanti kita akan terbiasa dengan sendirinya tanpa suruhannya.
Dialah yang sibuk mencari-cari seluruh hal-hal terbaik untuk anaknya dan memperjuangkannya. Makanan, pakaian, sekolah, buku-buku, bahkan boneka atau hadiah apa yang terbaik untuk ulang tahun kita.
Dialah yang mengatur semua keuangan dirumah hanya untuk satu tujuan, anak-anaknya bisa hidup dengan nyaman, makan, dan selalu diberi kesehatan, tanpa peduli bagaimana kondisi dirinya sendiri.
Dialah yang selalu mendahului kita dalam setiap keputusan yang melibatkan keluarganya. Kalau ada makanan, yang didahului adalah "ini buat kamu saja" tanpa peduli apakah dia sudah mencicipinya atau tidak. Atau ketika mendapat souvenir apapun dari kantor atau temannya, dia akan membawanya dan akan memberikan kepada anaknya dengan tersenyum berharap kita akan suka meskipun kenyataannya mungkin kita justru menolak bahkan mengejek pemberiannya.
Dialah yang selalu merencanakan, berpikir keras, berusaha sekuat tenaga, supaya bisa memberikan barang-barang yang kita inginkan.
Dialah yang tak pernah lupa hari ulang tahun kita, sekalipun terpisah jarak, dia akan menyempatkan diri untuk mengucapkannya dengan cara apapun, meskipun kita seringkali melupakannya.
Dialah yang ikhlas membiayai hidup untuk kita, dalam kondisi apapun dan dalam situasi apapun.
Dialah yang selalu menanyakan kabar kita ketika ketika pergi meskipun hanya beberapa hari saja, menanyakan kita apakah sudah makan, sedang apa, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Dialah yang selalu mendegarkan kita dengan seksama setiap keluh kesah kita tentang apapun, pelajaran, nilai-nilai, persahabatan, orang-orang yang curang, kebaikan-kebaikan, cinta, kebahagian, dan kesedihan. Dia akan memberi kita tanggapan positif sekalipun itu hanya sebuah senyuman dan pelukan.
Dialah yang senantiasa terjaga ketika kita sakit, mengecek setiap berapa jam sekali untuk melihat kondisi kesehatan anaknya, dan selalu mengingat kapan saja kita harus minum obatnya.
Dialah yang selalu memasakan masakan kesukaan kita setiap kali kita pulang meskipun hanya beberapa hari terpisah darinya.
Dialah yang selalu menyisipkan nama kita dalam setiap doa-doa dan shalatnya.
Dialah yang tak pernah sabar untuk bertemu dengan kita di rumah atau dimanapun kita berada.
Dialah yang selalu bangga dan bahkan menitikkan air matanya ketika melihat anaknya mendapat suatu prestasi terbaik.
Dialah yang tak pernah sedikitpun kesal sekalipun sering kita melawan nasihatnya atau setiap kali kita mengucapkan "ah", "ntar dulu", "bodo amat", dan kata-kata lain yang dengan mudah dikeluarkan namun sesungguhnya sulit untuk didengar.
Dialah yang memantau laki-laki atau perempuan yang kita sukai, hanya untuk mengetahui apakah mereka itu adalah yang terbaik untuk anak-anaknya.
Dialah yang senantiasa menyediakan bahunya untuk kau bagi tangis karena hal apapun.
Dialah yang membela kita ketika kita dizhalimi orang lain.
Dialah yang tidak ingin anaknya terlihat dan dinilai rendah oleh orang lain sekalipun mengharuskan dirinya yang terlihat rendah.
Dialah yang tak pernah menuntut apapun ketika anaknya sudah mampu menghidupi dirinya sendiri.
Dialah yang bahagia ketika anaknya sudah menemukan seseorang pendamping hidupnya dan mendoakan dengan sangat agar kelak bisa menjadi pasangan yang hebat seperti dirinya dan suaminya.
Dialah yang tetap senantiasa menyediakan bahu dan pelukannya meskipun anaknya telah berkeluarga.
Dialah orang yang tak pernah terputus cintanya kepada kita.
Dialah orang luar biasa hebatnya, luas dan lapang hatinya, dan tak akan pernah ada yang sanggup menyetarakan bahkan mendahului nya dalam hal apapun.

Lantas, apakah hanya hari ini kita menyadari hal-hal itu semua? Saya harap tidak. Tapi kalau hari ini dianggap sebagai momen dimana kita bisa sadar dan kemudian dihari-hari berikutnya kesadaran ini tidak memudar, itu tidak apa.
Karena setelah semua yang dia berikan, sosok yang diberi label "ibu" ini lakukan, alangkah baiknya kita mengingatnya setiap hari sebagaimana dia mengingat kita setiap hari pula. Dari setiap pengorbanannya, tak akan pernah cukup meski hanya dibalas dengan kata-kata "I Love you, mom", "Aku sayang mama", dan sebagainya. Baginya memiliki anak yang shaleh dan senantiasa membanggakan dan membahagiakan dirinya pun itu lebih dari cukup.
Karena dia akan merasa lega, tanggung jawabnya terhadap Yang Maha Kuasa telah ia jalankan dengan sebaik-baiknya.

Mencintainyalah dengan sepenuh hati. Meskipun hanya berterima kasih untuknya.
Berterima kasihlah untuk setiap apa yang ibu berikan, tidak hanya pada tanggal 22 Desember ini, tidak hanya saat dia ulang tahun saja.
Berterima kasihlah atas cinta yang luar biasa dia berikan kepada kita, berterima kasihlah telah melahirkan kita dan menemukan sosok luar biasanya sepertinya.
Berterima kasihnya telah menggandeng tangan kita, menuntun jalan menuju kebahagiaan melalui nasihat-nasihatnya.
Berterima kasihlah atas keikhlasannya ketika kesedihan itu menyapa.
Berterima kasihlah atas keikhlasannya seperti yang ada dalam hatinya yang selalu ada.
Berterima kasihlah atas keikhlasannya ketika menatap kesedihan demi kebahagiaan.
Berterima kasihlah atas keikhlasannya ketika air mata berbicara tentang kesedihan.
Berterima kasihlah atas keikhlasannya bagaimana mengubah perasaan yang pahit menjadi bahagia bahkan bahagia daripada sebelumnya.

Ucapkanlah untuk semua ibu di dunia, setiap harinya,
Thank you for always being there. For at least trying to understand where i'm coming from. For listening to me without judgement, and for your huge love that you give to me.

:)

Selasa, 18 Desember 2012

Deadlock

Kau adalah nada-nada yang selalu bergema dalam pikiran tanpa diminta
Memaksa masuk langsung kedalam otak
Berdenting tanpa terdengar hingga seluruh jiwa
dan aku menikmatinya.

Kau adalah rajutan-rajutan mimpi tanpa ujung
Memaksa masuk lewat celah-celah ruang kosong yang tertangkap neuron
Menempatinya.
Permanen.

Kau adalah rangkuman-rangkuman kenangan
Memaksa masuk bergabung dengan ingatan tentang pengetahuan
Berisik.
Sengaja dirapalkan dengan keras setiap kalinya.

Kau adalah titik-titik yang bergerombol
Bergabung menjadi satu kesatuan
Menggumpal. 
Memaksa masuk menjajah pikiran tanpa ampun.
Berkuasa. 
dan aku hambanya.

Kau adalah waktu-waktu yang sengaja terekam
Memaksa masuk tertayang ulang terus menerus tanpa muak
Tak terhindarkan. Menjangkit sakit.
Tapi aku tak jera

Kau adalah pemenang.
Memaksa masuk tak peduli kapasitas memori sudah penuh.
Bertarung.
dan aku kalah.