Kamis, 27 Juni 2013

Hai Teman! Apa Kabar?

Dulu, saya pernah merasakan, saat dimana yang seharusnya anak kecil itu yaaa masanya buat bermain-main, punya teman sebanyak-banyaknya, ketawa-tawa saling bercanda, tapi itu semua nggak berlaku dalam hidup saya.

Bukan kok. Saya nggak bermaksud mencurhatkan waktu dulu saya kayak apa. 
Tapi ini tentang apa yang dinamakan "Teman".

Baiklah.
Mungkin efek yang saya dapatkan dari "masa" itu yang menjadikan saya punya pemikiran yang berbeda soal yang namanya "teman". Selama kurang lebih 9 tahun lah saya "tertampak" di mata orang lain sebagai orang yang anti sosial, pendiam minta ampun, jarang banget keliatan main kesana kemari sama orang lain (yang sebaya lah yaa setidaknya), dan itu terjadi baik di lingkungan rumah ataupun di sekolah. 

Atau jangan-jangan sampai sekarang masih ada yang menganggap saya begitu?

Itu terjadi bukan karena saya nggak mau membuka diri, berusaha berteman dengan orang lain, tapi justru rasanya saya "disingkirkan".

Ah, mungkin itu perasaan doang kali, Del. Lo nya aja yang nggak mau bergaul.

Bisa jadi. Di lingkungan rumah saya (yang rumahnya dekatan sama saya), yang sebaya sama saya kebanyakan laki-laki. Dan saya memang memilih untuk dirumah, main sama kakak saya, punya boneka, mainan apapun banyaaaak banget, nonton kartun-kartun apapun dirumah sama kakak saya. Tapi kalau disaat kamu merasakan dunia sekolah untuk pertama kalinya, kamu tiba-tiba dicubit tanpa tahu salah apa dan itu karena kamu nggak boleh baris di depan dia, bagaimana? Atau ketika kamu duduk tenang-tenang saja di mobil tiba-tiba diomongin sama orang-orang semobil dengan tatapan yang sadis minta ampun dan kalau turun dari mobil dijorokin kayak sengaja biar cepat-cepat keluar, bagaimana? Atau ketika kamu mau ngambil sesuatu rasanya adaaaa aja yang ngerebut itu dari tangan kamu, bagaimana? Padahal saya nggak tahu salah apa, bertingkah apapun juga nggak.

Kejadian yang terus menerus selama dua tahun. Dan berdampak terus sampai umur saya 9 tahun.

Saya takut sama orang lain. Sumpah. 
Selama SD sampai kelas 3 SD tepatnya, saya iri sama teman-teman saya yang bisa bercanda dengan hebohnya, ketawa-tawa, jajan bareng disekolah, ribut sana sini, sumpah saya iri. Untuk ngomong sama teman saya pun saya hati-hati banget, takut kalau-kalau saya salah omong dan dibenci satu sekolahan. Berangkat sekolah atau pulang pun saya ngintilin kakak saya terus.

Saya iri tapi takut dalam waktu yang bersamaan. 

Saya nggak tahu mau ngelakuin apa dikelas, jadi kalau kata orang, saya mah kerajinan banget. Lagi istirahat kadang-kadang ngerjain soal-soal dibuku pelajaran sambil makan bekal dari rumah atau kalau dulu saya paling suka banget buku pelajaran Bahasa Indonesia, soalnya banyak cerita-ceritanya. Makanya kalau dulu pelajaran Bahasa Indonesia, kadang pas baca cerita di buku kan guru baca duluan baru murid ngikutin bacaan guru, saya paling sebal adegan itu. Kelamaan. Baca kayak gitu doang bisa satu jam pelajaran.

Nggak niat belagu kok. Tapi seriusan, secara nggak sengaja semua waktu saya di sekolah saya habisin buat belajar. Saya pernah dicariin kepala sekolah cuma karena nggak sengaja pipi teman saya kena coret pulpen sama saya. Dan saya sampai nggak mau sekolah besoknya, mohon-mohon sama ibu saya supaya nggak sekolah.

See? Berlebihankah saya untuk ukuran usia segitu? Yaaa entah lah buat yang lain bagaimana memandangnya.

Dan pandangan saya sama yang namanya "teman" itu berubah drastis, saya nggak percaya sama orang yang bisa dijadiin teman, rasanya lebih baik sendiri. Tapi beruntunglah saya, yang namanya prestasi benar-benar menolong secara nggak langsung. Saya dikenal sama guru-guru sama satu angkatan yaaa cuma karena rangking satu mulu kayaknya. Tapi setidaknya itu membantu saya buat bisa "berbicara" dengan orang lain.

Sekali lagi bukan nyombong, kayak ginian apa yang mau disombongin juga?

Bahkan waktu pertama kali masuk SMP dikelas saya sebagian besar anak-anaknya dulu satu SD sama saya, tapi saya nggak kenal mereka. Parah banget ya? Dan saya mati-matian banget buat merubah diri saya untuk "berani" kenalan sama orang.

Oke, dan saat ini saya sudah kebiasaan nggak malu buat kenalan sama orang yang baru saya temuin. Tapi pemikiran saya tentang "teman" tetap sama sampai sekarang. Karena ada satu hal yang membuat pribadi saya merasa, "semua orang nggak ada yang boleh ngerasain kayak saya dulu". Karena saya tahu rasa sakit dan irinya itu seperti apa.

Saya nggak mau melihat orang yang diam saja, karena pemalu, sementara disebelahnya ada orang dengan geng nya cekakak-cekikik, gebuk-gebuk meja, senang sekali rasanya, padahal disebelahnya juga temannya tapi memang bukan geng nya.
Saya nggak mau melihat orang yang diam saja ketika tahu dia berada di tempat dengan orang-orang yang sama sekali nggak ada yang dia kenal.
Karena dulu saya penah ngerasain. Untuk ngomong "Namanya siapa?" atau "Ikutan dong, ngomongin apa sih?" aja itu susah. Rasanya keringat dingin kayak mau diinterogasi sama polisi.

Rasanya saya ingin menunjukkan, "ayo kita ngobrol sama-sama" ke orang-orang yang seperti itu.

Ya, pemikiran saya tentang "teman" yang tetap sama sampai sekarang hanya karena satu hal. Buat saya, saya lebih suka mereka yang "bercerita" untuk saya apapun itu, tapi tidak untuk saya. Buat saya, saya lebih suka "tidak ikut campur" sekalipun saya geng mereka, dibandingkan saya ikut-ikutan kepo dan rusuh hanya karena perbincangan tertentu. Buat saya, saya lebih baik ketawa, senyum, atau bentuk timbal balik sejenis lainnya dibandingkan harus berkomentar panjang lebar.
Cuma karena satu hal.
Saya takut kehilangan teman. Saya takut saya melakukan hal yang salah dan teman saya hilang.

Yaaa, begitulah efeknya. Sampai sekarang.

Buat saya tidak masalah ketika teman, sahabat, atau apapun itulah  tidak tahu makanan kesukaan saya, kebiasaan saya seperti apa, ulang tahun saya kapan. Tapi saya selalu mencoba mengingat apa saja yang ada dari "diri" mereka. Makanya terkadang saya suka masih "mengingat" hal-hal atau kejadian yang bahkan terlupakan sama teman-teman saya.

Karena saya menghargai sekali yang namanya pertemanan, Tapi saya tetap tidak bisa membagi kejadian hidup saya pada mereka.

Toh, terkadang orang lain mengaku "bersahabat" dengan yang lainnya, tapi mereka tidak tahu kapan sahabatnya ulang tahun, apa makanan kesukaannya, apa buku yang suka dibacanya, dan hal wajar lainnya.
Dan begitulah pandangan saya terhadap yang namanya "teman".

Ah ya, untuk semua manusia di dunia, saya rasa tidak ada satupun orang di dunia ini yang ingin "didiamkan" atau "terkucilkan". Tidak selamanya yang pendiam itu karena dia anti-sosial, nggak mau bergaul, atau apapun itulah. Kalau ada orang yang bukan (katakanlah kelompok kita) disaat kita sedang bersama teman-teman yang lain, nggak ada salahnya untuk sekedar berkenalan atau basa-basi formalitas, kan? Biarlah dibilang sok akrab, karena saya rasa semua orang lebih memilih hal itu dibandingkan diam saja, karena itu tandanya dia diterima sama sekitarnya.

Jadilah teman yang baik untuk teman kalian.

Hai teman! Apa kabar? 
Terima kasih. Siapapun kalian, dimanapun kalian, masih mengingat atau bahkan sudah melupakan sekalipun.
Sekali lagi, terima kasih.







Sabtu, 22 Juni 2013

Tentang Rahasia

semenjak senja beranjak perlahan-lahan
malu-malu tanpa menyampaikan salam perpisahan
hingga berpapasan dengan bintang gemintang yang
entah mengapa malam ini begitu bersemangat
memancarkan kilaunya amat terang
sekalipun suasana lebih hening dari biasanya
beserta angin yang menggetarkan dedaunan dengan lembutnya
utuh

senyap ini damai
tanpa alasan dan memang tidak perlu meminta alasan
alam mengetahui segalanya termasuk pertanda sang Kuasa
lantas apa yang akan mereka tawarkan sebagai pengganti ketenangan ini
masih berbentuk kerahasiaankah

semua berjalan dengan seutuh-utuhnya kombinasi yang nyata
untuk setiap makhluknya