Selasa, 16 Juli 2013

Buatku, Kamu, dan Waktu-Waktu yang Berjalan - 11

Kamu, apakah kamu tahu? Sekarang aku mulai memahami makna realistis. Bahwa dalam hidupku saat ini ada yang jauh lebih penting, jauh lebih berharga untukku pikirkan, ku lakukan, dibandingkan atas segala halnya mengenai kamu.
Kali ini aku ingin berjuang untuk keluargaku. Dan hal ini semakin menyadarkanku bahwa selama apapun aku menunggu atau lebih tepatnya lagi mengharapkanmu, keinginan itu seakan mustahil terwujud untukku.

Jangan. Kamu orang yang baik, bahkan sangat baik. Berasal dari keluarga yang baik-baik, sangat berkecukupan, hebat, hangat, dan kriteria terbaik lainnya untuk sebuah keluarga. Dan itu masih sangat jauh dengan hidupku saat ini.

Bukan. Bukannya aku membenci keluargaku. Bahkan aku amat sangat mencintai mereka. Maka dari itu, aku rela memohon habis-habisan supaya aku bisa membahagiakan, membantu, atau membanggakan mereka. Aku hanya ingin agar cukuplah nanti aku memperoleh seseorang yang sama kondisinya, sama kadar keimanannya, dan apapun itu.

Dimataku, kamu semakin hebat. Dan hal ini bersinergi dengan perasaanku yang benar-benar ingin menyerah.
Sungguh.
Aku takut makin mencintai orang sepertimu.

Kamu.
Aku tahu, sekeras apapun, sesetia apapun seseorang mencintai, kalau bukan jodohnya, tentu tidak akan dipertemukan. Tapi entah mengapa, hati dan pikiran ini amat sangat membatu.
Mengeras.
Rasanya tak bisa dilunakkan untuk mencoba mengikiskan semua harapan tentangmu.

Karena yang terbaik hanya untuk yang terbaik juga, bukan?
Dan aku percaya, aku juga akan mendoakan, selalu, bahwa kamu akan mendapatkan seseorang yang terbaik dengan lingkungan yang baik pula.

Kamu. Aku akan terus belajar untuk ikhlas menerima kenyataan. Aku sedang berjuang untuk itu kok. Supaya hidupmu pun tenang, tanpa gangguan aku lagi.

Kamu.
Terima kasih banyak.
Aku boleh mengatakannya, kah?
Doakan aku agar bisa menggugurkan satu per satu perasaan ini.
Aku mencintaimu.
Sampai saat ini.

Rabu, 03 Juli 2013

Kalau Suatu Saat Nanti Aku Menjadi Seorang Ibu...

Allah, boleh aku meminta, mengaku. sekaligus berjanji kepadaMu kali ini? Aku ingin sekali suatu saat nanti menjadi seorang ibu terbaik untuk anakku, jikalau Engkau mengizinkanku untuk memilikinya. Aku ingin melahirkan anak-anak yang bisa merasakan hidup lebih baik dibandingkan aku, aku ingin mereka bisa merasakan bangga mempunyai seorang ibu seperti aku. Aku ingin memberikan perlakuan cinta yang luar biasa untuknya, agar mereka juga bisa merasakan dengan nyata, dengan jelas, bahwa dihidupnya ada orang yang begitu mencintainya. Tulus. Tanpa pamrih.

Allah, jika nanti aku diberi kesempatan menjadi seorang ibu, aku ingin seperti ibu, yang tidak pernah mengeluh mati-matian mencari cara halal hanya untuk menghidupiku. Bekerja, siang-malam, bahkan kadang kala hari libur pun tidak pernah sedikitpun ia mengeluh tentang itu. Aku ingin seperti beliau, yang selalu mati-matian mengadakan apa yang aku dan saudaraku lain butuhkan. Aku tahu ketika aku membutuhkan sesuatu apalagi yang bernama uang secara mendadak, tidak selamanya ibuku punya uang untuk menutupi kebutuhanku, tapi entah mengapa dia selalu mengabarkanku bahwa kebutuhanku bisa dipenuhi dengan segera. Aku tahu ibuku berusaha sekeras apapun, secara halal, bahkan bukan tidak mungkin seringkali beliau mesti menahan malu hanya untuk berhutang demi keluarganya.

Aku tahu dan sesungguhnya aku pun tidak sampai hati hanya sekedar mengucap namanya tapi untuk sekedar meminta sesuatu, tiap hari, tiap hari, dan tiap harinya. Aku tahu ibu pasti bingung ketika saat itu, karena kalau aku berada di posisi yang sama sepertinya, aku pasti tak akan kuat. Tapi ibu selalu kuat, aku ingin seperti dia. Sungguh. Semoga Kau terus limpahkan rezeki yang luar biasa untuknya, aku, dan keluargaku lainnya. Supaya aku tidak perlu melihatnya bekerja setiap hari, bahkan tidak jarang merelakan kerja yang lebih ke luar kota hanya untuk menjemput rezekiMu. Supaya aku juga bisa membantunya mengembalikan semua apa yang sudah dipinjamkannya untuk menghidupkan keluargaku dengan sepenuhnya. Supaya nanti, aku bisa menghidupkan anak-anakku lebih baik dan bisa membahagiakan mereka.

Allah, aku ingin seperti ibu, yang selalu menyempatkan tiap harinya menanyakan kabarku, sekalipun ia sedang tidak ada dirumah karena kerjaannya. Ibu selalu menyediakan waktu walau hanya beberapa menit untuk sekedar mendengar suaraku, mengetahui apakah aku sudah makan, dan baik-baik saja. Kalaupun tidak sempat menelepon, setidaknya ibu selalu mengirimkan pesan serupa dalam bentuk tulisan yang muncul di handphoneku. Allah, bahkan ketika melihat namanya tertera di layar handphoneku pun tak jarang aku meneteskan air mata. Sekalipun aku dan keluargaku lainnya tidak menanyakan kabarnya, dia akan selalu menanyakannya. Pasti. Aku ingin seperti ibu, yang cintanya tak pernah alpa untukku dan yang lainnya.

Allah, aku ingin seperti ibu, yang selalu mengutamakan kepentingan anaknya dibandingkan dirinya sendiri. Kadang ibu memilih menyimpan makanan yang didapat hasil pemberian teman-temannya atau jatah makanan dari tempatnya bekerja kalau ada suatu acara hanya supaya aku dan yang lain bisa merasakan makanan yang enak. Sekalipun komentar yang didapat dari anak-anaknya mungkin komentar negatif seperti, “ah makanannya udah dingin kayak gini” atau “ah, ginian mulu bawaannya”, tapi ibu tak pernah marah, tak pernah jera dengan komentar-komentar tega kepadanya, malah membalasnya dengan kata-kata yang tidak pernah menyalahkan. Begitu pula ketika ibu memasakkan masakan untuk keluarganya, tidak jarang komentar negatif justru keluar yang didengarnya. Padahal, demi apapun justru aku selalu menunggu masakan buatannya. Aku tahu, kalau aku di posisinya pasti sakit, tapi ibu punya hati lapang yang begitu luasnya.

Kalau aku membutuhkannya, memintanya ikut bersamaku padahal pada saat itu ibu sedang ada keperluan bahkan yang sangat sulit untuk membatalkannya, ibu tetap memilih pergi bersamaku, menungguku, sampai urusan ku selesai terlebih dahulu. Aku tahu, pasti nanti ibu dimarahi atasannya, tapi ibu tak pernah mengeluh, tak pernah takut. Ibu justru takut kalau aku kenapa-kenapa atau apakah aku bisa pulang sendirian tanpanya. Aku ingin seperti ibu, yang punya firasat luar biasa terhadap anaknya. Ibu tahu ketika aku punya masalah sekalipun aku tak menceritakan padanya, ibu tahu ketika aku sakit dan memberikan perhatian dengan caranya yang mungkin tidak secara jelas, nyata, tapi aku merasakannya. Sekalipun ketika justru ibu yang merasakan hal seperti itu, justru tidak ada yang peduli dengannya. Karena aku tahu, sejatinya tangan seorang ibu, ucapan menenangkan seorang ibu adalah kekuatan penyembuh yang terbaik dibandingkan obat sekalipun. Aku ingin sepertinya, ya Allah. Sungguh.

Ibu lebih memilih aku dan yang lainnya lebih maju, lebih modern, lebih hebat dibandingkan dirinya. Ibuku memang bukan ibu yang modern seperti ibu-ibu beberapa temanku. Ibuku tidak bisa bahasa Inggris, ibuku tidak mengerti film-film keren apa yang sedang diputar dibioskop, ibuku tidak tahu artis-artis luar negeri, ibuku tidak tahu buku-buku yang menjadi best seller saat ini, ibuku tidak tahu model-model pakaian saat ini, tas-tas branded dengan harga-harga mahal, gadget-gadget canggih, bahkan sekedar internet pun juga setengah paham. Tapi ibu mati-matian menyekolahkan anak-anaknya setinggi mungkin atau mengizinkan aku untuk les, membelikan gadget yang aku inginnya semampunya, pakaian-pakaian, hanya karena tahu aku menyukai hal itu. Dan ibu ingin membahagiakan aku dengan caranya sekalipun aku tahu ibu juga mati-matian mencari biaya untuk membayarnya. Nanti, aku juga ingin suatu saat nanti anakku menjadi lebih hebat dariku. Aku ingin sepertinya, ya Allah. Sungguh.

Allah, ibuku memang bukan orang yang begitu terang-terangan menunjukkan rasa cintanya kepada anaknya, tapi aku tahu dia tak pernah lupa mendoakan yang terbaik dan merelakan apapun yang ia bisa hanya untuk anak-anaknya. Aku tidak pernah malu dilahirkan olehnya dalam keadaan yang tidak seberada seperti orang-orang kaya lainnya. Aku tidak pernah malu mempunyai seorang ibu sepertinya.

Allah, jika engkau mengizinkan aku suatu saat nanti menjadi seorang ibu, aku ingin menunjukkan rasa cintaku kepada anakku secara terang-terangan tetapi juga memiliki kehebatan luar biasa yang dimiliki ibuku selama membesarkan aku sampai saat ini. Aku ingin seikhlas ibu ketika kesedihan dan kesulitan dalam hidup itu menghampirinya, ketika menatap kesedihan demi kebahagian anaknya, ketulusan tanpa pamrihnya, dan kecintaan yang tak pernah berkurang darinya.

Mom, thank you for at least trying to understand where i’m coming from, for listening to me without judgement, for always being there, and for everything that you give to me.