"Karena sekeras apapun aku menjadi baik, tidak akan pernah berakhir padamu. Itupun karena aku yang terlalu memaksakan diri, merasa kamu masih peduli denganku padahal sedikit pun tidak.
Kamu, setiap pertanyaan berkawan baik dengan jawaban. Yang Maha Kuasa berikan satu per satu, sedikit demi sedikit, hingga seharusnya aku tak perlu menagih kembali tentang kumpulan jawaban itu dan semoga kamu senantiasa bahagia disana.
Ah ya, hari ini langit biru indah.
Menyejukkan, menentramkan.
Tapi kali ini aku lebih memilih hujan."
***
I.
Ribuan kali terlintas dalam benak,
mampukah manusia mengubah takdirnya sendiri?
Satu per satu, terus menerus
Karena pertanyaan kehidupan terus merenggut kemungkinan-kemungkinan
Hingga akhirnya tak satu pun yang mampu menghindar
ketika Tuhan katakan,
"jadilah"
Maka yang terjadi, terjadilah
Sampai waktunya tiba.
Kalau manusia mengeluh tentang kehidupan hanya karena
Tak kunjung berujung bahagia,
Tak kunjung tercapai segala harapan dan asa,
Lantas akankah diri bertemu dengan dosa?
II.
Begitu pula aku.
Menunggu.
Mengharap secuil keinginan tentang cita, cinta, dan harapan
Tentang masa yang akan datang
Tentang dia.
Bagiku ini tak semudah cerita-cerita yang pernah kulihat,
kudengar,
Seakan waktu penentuan berjalan lambat dengan sengaja
Atau memang itu suatu tantangan
tersendiri dari Tuhan untuk
hambaNya?
Satu.
Tiga.
Lima.
Tujuh tahun lamanya.
Bahkan bisa jadi dua belas atau enam belas.
Kapan penantian ini sampai di penghujung batasnya?
III.
Tuhan berikan pertanda,
tapi siapa dinyana?
Siapa tahu itu hanya kinerja otak dan perasaan yang sibuk mengada-ada
Mengkaitkan si pertanda dengan si harapan.
Semakin lama semakin besar
Bahkan tanpa disadari, perasaan terus menuntut pada si kejadian hidup.
Ah ya, Tuhan.
Bukankah hidup ini adil?
Maka selama apapun aku menunggu,
akan ada "sesuatu" yang Kau siapkan
Berapa lama lagi Tuhan?
Tapi sekelilingku terasa begitu hangat.
Aku menikmatinya.
Aku tidak menyesal untuk terus bertahan.
IV.
Setiap pertanyaan berkawan baik dengan jawaban.
Kau berikan jawaban satu persatu,
Sedikit demi sedikit
Hingga aku tak perlu menagih
kembali tentang kumpulan jawaban.
V.
Langit biru indah.
Menyejukkan, menentramkan.
Takdir selalu yang paling baik,
yang paling benar.
Tak akan salah apalagi tertukar.
Sekalipun berbeda 2x360° dari sesuatu yang disebut harapan.
Tidak akan ada yang sia-sia
Tuhan akan selalu siap, menyimpan rapat-rapat sejenak.
Dia,
Berikan pilihan terbaik untuk membawakan
kebahagiaan untuk setiap hambaNya
Betapapun manusia tetaplah manusia.
Langit biru indah.
Menyejukkan, menetramkan.
Tapi kali ini aku lebih memilih hujan.
***
(*Dalam musik terdapat istilah tanda tempo, yaitu tanda yang digunakan untuk menunjukan cepat atau lambatnya sebuah lagu yang harus dinyanyikan. Dan adagio termasuk salah satu kategori tanda tempo sangat lambat dengan penuh perasaan.
Dan terdapat istilah tanda dinamik, yaitu tanda utuk menyatakan keras, lembutnya sebuah lagu yang dinyanyikan. Tanda dinamik memiliki beberapa perubahan setiap lagu dimainkan. Salah satunya adalah Smorzzande, yaitu sedikit demi sedikit menghilang.)
Kamu, setiap pertanyaan berkawan baik dengan jawaban. Yang Maha Kuasa berikan satu per satu, sedikit demi sedikit, hingga seharusnya aku tak perlu menagih kembali tentang kumpulan jawaban itu dan semoga kamu senantiasa bahagia disana.
Ah ya, hari ini langit biru indah.
Menyejukkan, menentramkan.
Tapi kali ini aku lebih memilih hujan."
***
I.
Ribuan kali terlintas dalam benak,
mampukah manusia mengubah takdirnya sendiri?
Satu per satu, terus menerus
Karena pertanyaan kehidupan terus merenggut kemungkinan-kemungkinan
Hingga akhirnya tak satu pun yang mampu menghindar
ketika Tuhan katakan,
"jadilah"
Maka yang terjadi, terjadilah
Sampai waktunya tiba.
Kalau manusia mengeluh tentang kehidupan hanya karena
Tak kunjung berujung bahagia,
Tak kunjung tercapai segala harapan dan asa,
Lantas akankah diri bertemu dengan dosa?
II.
Begitu pula aku.
Menunggu.
Mengharap secuil keinginan tentang cita, cinta, dan harapan
Tentang masa yang akan datang
Tentang dia.
Bagiku ini tak semudah cerita-cerita yang pernah kulihat,
kudengar,
Seakan waktu penentuan berjalan lambat dengan sengaja
Atau memang itu suatu tantangan
tersendiri dari Tuhan untuk
hambaNya?
Satu.
Tiga.
Lima.
Tujuh tahun lamanya.
Bahkan bisa jadi dua belas atau enam belas.
Kapan penantian ini sampai di penghujung batasnya?
III.
Tuhan berikan pertanda,
tapi siapa dinyana?
Siapa tahu itu hanya kinerja otak dan perasaan yang sibuk mengada-ada
Mengkaitkan si pertanda dengan si harapan.
Semakin lama semakin besar
Bahkan tanpa disadari, perasaan terus menuntut pada si kejadian hidup.
Ah ya, Tuhan.
Bukankah hidup ini adil?
Maka selama apapun aku menunggu,
akan ada "sesuatu" yang Kau siapkan
Berapa lama lagi Tuhan?
Tapi sekelilingku terasa begitu hangat.
Aku menikmatinya.
Aku tidak menyesal untuk terus bertahan.
IV.
Setiap pertanyaan berkawan baik dengan jawaban.
Kau berikan jawaban satu persatu,
Sedikit demi sedikit
Hingga aku tak perlu menagih
kembali tentang kumpulan jawaban.
V.
Langit biru indah.
Menyejukkan, menentramkan.
Takdir selalu yang paling baik,
yang paling benar.
Tak akan salah apalagi tertukar.
Sekalipun berbeda 2x360° dari sesuatu yang disebut harapan.
Tidak akan ada yang sia-sia
Tuhan akan selalu siap, menyimpan rapat-rapat sejenak.
Dia,
Berikan pilihan terbaik untuk membawakan
kebahagiaan untuk setiap hambaNya
Betapapun manusia tetaplah manusia.
Langit biru indah.
Menyejukkan, menetramkan.
Tapi kali ini aku lebih memilih hujan.
***
(*Dalam musik terdapat istilah tanda tempo, yaitu tanda yang digunakan untuk menunjukan cepat atau lambatnya sebuah lagu yang harus dinyanyikan. Dan adagio termasuk salah satu kategori tanda tempo sangat lambat dengan penuh perasaan.
Dan terdapat istilah tanda dinamik, yaitu tanda utuk menyatakan keras, lembutnya sebuah lagu yang dinyanyikan. Tanda dinamik memiliki beberapa perubahan setiap lagu dimainkan. Salah satunya adalah Smorzzande, yaitu sedikit demi sedikit menghilang.)