***
Ya. Jawabannya sudah ada. Dan butuh beberapa tahun lamanya, aku menunggu jawaban tersebut. Sedih? Marah? Kecewa?
Entahlah.
Yang pasti, aku berterima kasih pada temanku, ralat, mungkin aku bisa menganggapnya sebagai sahabat, entah bagaimana dan seperti apa kosakata yang digunakan dan dia berikan pada ku.
Sahabat ku membantu ku mendapatkan jawabannya.
Aku tidak tahu harus bersikap seperti apa ketika mendapat jawabannya. Aku hanya butuh otak yang jernih, yang mampu, menangkap maksud dan keinginan dari jawabannya.
Tapi sampai sekarang, aku belum mampu.
Harusnya, aku siap menerima segala jawaban yang telah kamu sah kan. Tapi mungkin hati ku yang sudah membatu, mengeras, dan ketika disiram "jawaban" oleh kamu..
Sedikit terhempas, tapi aku mencoba tegar.
Seperti batu karang.
Tapi seperti itu juga, hati ku tidak mudah "hancur" begitu saja. Diperlukan waktu yang "lebih" agar bisa hancur dan pecah tanpa sisa.
Jawaban kamu indah.
Tapi indah secara teori, tidak sesuai dengan ekspektasi dan impianku.
Tak apa.
Biar bagaimanapun, aku harus bisa menerimanya dan menghargainya.
Karena dengan begitu, kamu akan tampak lebih hebat dimata ku.
Saatnya aku berlari menghindari kamu.
Bukan menghindar secara perlahan lagi.
Karena buatku, kamu semakin sulit untuk kurengkuh, kuharap, ku doakan dalam setiap cita hidup ku kepada Sang Pembolak Balik Hati.
Karena buat ku, diri ku semakin terlihat hina untuk dirimu nanti.
Karena buat ku, diri ku memang terlalu memaksa takdir yang belum saatnya dibuka oleh Yang Maha Kuasa.
Ah. Aku menangis.
Aku boleh menangis, kan?
Kadangkala, orang setegar apapun, sekuat apapun pasti akan menemukan satu titik kulminasi kelemahan di dirinya dalam menghadapi suatu permasalahan.
Dan itu dengan cara yang salah satunya mudah kita lakukan.
Menangis.
Tapi orang yang memahami makna realistis dan mengembalikannya kepada ketawadhuan dan keikhlasan pasti juga mengerti bahwa akan selalu ada pertolongan, selalu ada jalan, dan selalu ada Yang Maha Luar Biasa yang "stand by" mengembalikan kekuatanmu.
Bukan menagisi kamu.
Aku ingin menangis, memohon kepada Allah, agar segera balikan hati aku menjadi jernih lagi, tanpa kadar cinta pada lawan jenis, tanpa coretan rasa sakit hati ataupun kenangan baik-buruk atas perkara yang ditimbulkan oleh sosok yang bernama "cinta".
Sehingga aku siap untuk membukanya kembali dan membiarkan orang lain untuk mengisinya kembali pada saat yang telah ditentukan olehMu nanti.
Aku harus melepasnya.
Karena aku mencintainya, maka aku harus melepasnya.
Semoga kamu bahagia disana.
Semoga kamu mendapatkan yang jauh lebih bijak, hebat, luar biasa, pintar, alim, sempurna, di waktu yang juga telah ditentukan olehNya.
Batas aku mencintaimu, cukup sampai disini.
Semoga aku kuat untuk terus menjalani hidup.
Semoga aku masih mampu meneruskan cita-citaku yang lain.
Karena untuk menjadi berhasil, bukan "kamu" yang menentukan.
Semangat ku tidak hanya terpaku karena "semangat" yang kamu tularkan kepada ku, kan?
Aku mencintaimu dan sudah seharusnya aku melepasmu.
Aku mencintaimu,
dan aku bahagia pernah merasakannya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar