Jumat, 05 Oktober 2012

Buatku, Kamu, dan Waktu-Waktu yang Berjalan - 9

Hari ini semua yang berjenis kelamin laki-laki tampak seperti kamu.
Lucu ya?
Tapi setelah dipikir-pikir kembali, rasanya ini aneh. Nggak ada lucunya sama sekali.

Entah pikiran aku yang bebal, nggak mau diajak kompromi untuk melupakan orang macam kamu, atau memang pikiranku yang sedang sengaja mempermainkan hatiku?
Jahat sekali.

Tapi beginilah hidup, siapa yang nggak bisa mengendalikan emosi dan pikiran, dia gagal. Gagal dalam artian, bahwa dia tidak bisa tampak "bijak" di mata Tuhan. Masih mempercayai kekuatan emosi dan pikiran dibanding "rencana" dariNya.
Dan aku mengakui, aku masih kalah.
Masih lho, karena keinginan untuk bisa mengalahkan berbagai hal tentang kamu masih terus ada dalam diri ku.

Padahal di satu sisi rasa harapan itu ada, tapi disisi lain aku merasa tak pantas untuk ada.

Ah, biar bagaimanapun aku ingin kabur dari kamu.
Aku minder, sangat minder.
Track record kamu di mataku sangat hebat. Dari intelegensi, moral, sikap, dan iman.
Dan jelas hal yang terakhir itu yang paling membuat aku minder.
Aku nggak akan pernah sebanding dengan kamu.
Yaaa, meskipun dari segi yang lainnya pun aku juga nggak sebanding-banding amat sama kamu. Cumaaaa, entah mengapa aku takut. Aku takut, harapanku tinggal harapan. Sia-sia.
Dan oleh karena itu, sebenarnya dari dulu, aku amat sangat ingin kabur dari hidup kamu.

Aku bukan wanita yang punya iman luar biasa seperti harapan para pria yang mengharapkan surga.
Aku masih bertingkah urakan, omongan masih kurang dijaga, pengetahuan agama masih dibawah rata-rata.
Iman ku masih naik-turun, shalat masih jauh dari predikat "khusyuk", doa masih jarang terucap dari bibir, menghafal quran surat saja masih memalukan.
Aku juga tidak terlahir dari keluarga yang agamis, hanya dari keluarga biasa, sangat biasa tapi aku tetap bahagia berada di dalamnya. Karena kami, satu sama lain, masih dan akan selalu mengingatkan kebaikan dan ajaran agama dari yang kami ketahui, ketika salah satu dari kami ada yang salah.

Ah, jauh sekali dengan kamu.
Terlahir dari keluarga yang agamis, memahami dengan banyak mengenai ajaran agama, hafal banyak quran surat, omongan yang terlontar dari bibir kamu pun tercipta dari kata-kata yang bijak dan luar biasa hebatnya.

Melihat itu, aku jelas-jelas tidak pantas kan buat kamu?
Lagipula yang berharap hanya aku, tidak berlaku untuk kamu.
Demi Zat yang telah menciptakanku dan menghidupkanku sekaligus memberikan kehidupan yang luar biasa terhadapku. Aku selalu berdoa semoga aku bisa menghilangkan harapan-harapanku. Aku takut ini terlalu membuncah, harapan aku terlalu tinggi dan kalau tidak sesuai dengan harapan...

Aku terjatuh dengan tiba-tiba seakan-akan di banting dari atas.

Pasti sakit.

Aku ingin, kalaupun aku terjatuh, jatuhnya secara perlahan-lahan. Biar tidak sakit. Biar aku siap.

Dan aku selalu berharap, Tuhan mau mengabulkan permintaan aku. Tapi..
Entah aku yang bebal (sama dengan pikiran dan hati aku) atau Tuhan tidak mau mengabulkannya karena suatu hal.
Tapi keyakinan ku lebih kepada pilihan pertama.

Aku yang lemah, aku yang nggak tahu diri.
Sudah jelas-jelas berbeda, tapi masih berharap sama.
Memalukan.

Untukmu, maafkan aku. Maafkan aku yang lemah ini. Maafkan aku yang masih membayangi kehidupan bersahajamu, mengemis-ngemis perbaikan kehidupanku lewat kamu.
Sekuat apapun, aku tidak akan pernah bisa, tidak akan pernah mampu,
menjadi wanita yang sesuai dengan kriteria kamu, wanita yang sangat diidam-idamkan para pria yang mengharapkan surga...

Tapi, aku juga wanita yang terus menerus mencoba memperbaiki diri, menjadi wanita terbaik untuk dunia dn akhirat. Aku juga wanita yang punya keinginan memiliki pasangan hidup terbaik, orang terbaik, yang mampu terus menerus saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran. Aku juga wanita yang ingin menjadi wanita yang mengharapkan surga..

Biar sajalah. Biar sajalah ini menjadi kenangan aku, bahwa aku pernah mencintai seseorang dengan sepenuh hati ku, meskipun orang itu tidak pernah tahu, tidak pernah paham, tidak pernah sadar, bahkan tidak menghiraukan apa yang aku lakukan..
Biar hanya aku yang merasakan..
Hingga pada akhirnya aku akan menemukan seseorang yang bisa aku cintai dengan sepenuh hatiku lagi sampai akhir hayatku. Entah kapan Allah mempertemukan aku dengannya...

***

Saat ini, sedang memasuki musim haji. Dan air mataku menetes ketika mengetahuinya.
Bukan mengingat kelemahan diri aku sendiri apalagi kamu.
Justru aku mengingat nenek.

Nenek ku yang meninggal beberapa bulan yang lalu. Dan semestinya pada musim haji ini, beliau menjadi salah satu hamba Allah yang melafadzkan tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir kepadaNya. Mengelilingi ka'bah, melantunkan lafadz talbiyah, "Labaik Allahumma Labaaik, labaaik Laa Syarika Laka Labaaik Inal Hamda Wan Ni’mata Laka Wal Mulka La Syarikalah.."

Nenek yang selalu mengingatkan aku buat mengaji sejak kecil sampai aku terbiasa mengaji setiap maghrib. Nenek yang selalu mengajak shalat berjamaah sejak aku kecil.
Nenek yang selalu mengajak puasa sunnah senin-kamis, puasa arafah, puasa sunnah syawal..
Nenek yang selalu mengajak aku untuk khatam qur'an setiap bulan ramadhan lebih dari satu kali..
Nenek yang selalu menanyakan setiap waktunya, apakah aku sudah shalat atau belum.
Nenek yang suka menceritakan kisah-kisah para rasul ketika aku masih kecil supaya aku tertidur.
Nenek yang selalu siap dengan nasihat-nasihatnya..

Semoga Allah membalas seluruh kebaikan nenek kepada ku dan keluargaku. Semoga pahala dan niat menunaikan ibadah hajimu telah tercatat oleh Yang Maha Menghidupkan dan Mematikan.

Aku mencintaimu, nek.
Karena neneklah, aku juga belajar banyak agama Islam..

:')

Tidak ada komentar: