![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXJoCPPkgmdoQLORtIk6g6uUrGiF2-grDghJeRBvaFgILkjuFAlVdqyj2j6RXP6DoT3AWHitAriVVeVWDipEbuiY9umWieIxjW6JVmKoQNqiBs_9v9iEnjPsUS4dSHFCUD1LCbqm2aBqY/s1600/diary.jpg)
Titik dimana aku menyadari betapa pengecutnya diriku padamu.
Iya. Aku semakin merasa bersalah padamu. Aku dan kamu semakin jauh, sangat jauh, dan aku tak tahu mengapa semua terjadi seperti ini.
Aku merasa diriku seperti penjahat.
Aku merasa diriku seperti seseorang yang telah melakukan kesalahan besar.
Dan aku takut. Aku sungguh takut padamu.
Kamu seakan-akan menghindariku tanpa aku tahu alasannya. Seakan-akan aku telah mengecewakan dirimu teramat sangat. Dan aku sama sekali tidak tahu. Yang aku tahu, aku terpuruk dan tak henti-hentinya menyalahkan diriku sendiri. Aku bahkan tidak pernah menemukan dirimu yang seperti dulu. Lucu, jahil, dan sesekali bercanda denganku, terlebih lagi semua itu hilang. Lenyap tanpa sisa.
Apa aku teramat sangat salah? Apa aku betul-betul telah berlaku kejam padamu?
Jika iya, aku mohon beri tahu aku.
Boleh aku jujur? Aku iri melihat dirimu tetap akrab dengan teman-temanmu, teman-temanku juga, siapapun itu. Rasanya sedih. Tapi aku tahu, aku terlalu pengecut untuk menanyakannya, lebih memilih untuk menerima sambil terus berharap bahwa suatu saat nanti aku akan menemukan jawabannya.
Aku selalu takut pada bulan Februari. Aku selalu takut. Itu tandanya ada masa dimana aku akan lebih banyak menyalahkan diriku sendiri, lebih banyak merendahkan diriku tanpa sebab yang berarti. Tahukah kamu, bahwa aku bahkan menitikkan air mata, menjelek-jelekkan diriku sendiri sembari mengadu pada Yang Kuasa. Habis-habisan.
Ya. Aku menangisi orang yang bahkan mungkin tidak pernah dan tak akan mau bersusah payah menangisi diriku. Tapi aku menangisimu karena aku merasa seperti seseorang yang dibenci teramat sangat olehmu dan aku tidak tahu sebab muasalnya.
Kamu. Aku salah apa?
Dulu kamu dengan mudahnya bercanda padaku, tertawa, bercerita dengan asyiknya. Dan semua lenyap tanpa sisa, bahkan hanya sekedar menyapaku pun enggan. Rasanya seperti sesuatu yang haram, tidak pantas, dan itu akan menghinakan dirimu nanti.
Demi Tuhan, aku takut.
Dan demi Tuhan, sesungguhnya apa yang telah aku perbuat padamu?
Aku sungguh-sungguh meminta maaf padamu jika aku punya salah. Tapi aku terlalu takut, terlalu pengecut untuk meminta maaf secara langsung sekaligus bertanya apa alasan dari ini semua.
Aku takut untuk sekedar menyapamu, karena aku tahu kamu pasti tidak akan mengindahkan sapaanku.
Aku takut untuk sekedar melontarkan candaan denganmu lagi, karena aku tahu, niatan untuk itu bagimu tidak akan pernah ada lagi.
Aku takut hanya untuk sekedar menanyakan kabarmu, mengisengimu, bahkan bercerita secara singkat pun padamu, aku takut.
Rasanya kamu tetap hangat pada orang lain, tapi sama sekali tidak berlaku padaku.
Kamu. Tahukah kamu aku selalu memohon pada-Nya, agar lebih baik kamu menghina aku, mencaci maki hingga puas atas kesalahanku padamu? Itu jauh lebih baik, jauh lebih membuatku yakin, jauh membuatku belajar, dan jauh membuatku mampu meminta maaf secara langsung padamu.
Aku selalu memohon seperti itu.
Selalu.
Dan pada akhirnya, lagi-lagi aku menitikkan air mata.
Iri.
Sungguh aku iri pada teman-teman lain yang diperlakukan seperti biasanya olehmu.
Aku selalu takut pada bulan Februari. Aku selalu takut. Itu tandanya aku semakin sering memikirkanmu, aku semakin takut bagaimana caranya agar aku bisa mengucapkan dan mengungkapkannya padamu.
Demi Tuhan, aku benar-benar mati-matian meyakinkan diriku sendiri bahwa semua akan baik-baik saja, bahwa setidaknya kamu akan peduli untuk saat ini, agar usaha ku tidak sia-sia.
Ya. Agar tidak sia-sia.
Tapi semuanya sia-sia.
Rasanya aku benar-benar sangat hina. Untukmu.
Aku selalu takut pada bulan Februari.
Aku takut akan lebih banyak lagi untuk terus menyalahkan diriku sendiri.
Aku takut usahaku sia-sia walau hanya sekedar menyapamu.
Aku takut tanggapanmu hanya sekedar tulisan "ya" dikala tulisan panjang dengan usaha meyakinkan diriku yang luar biasa, bahwa semua akan baik-baik saja.
Aku takut betapa bencinya dirimu padaku, karena aku sangat takut dibenci. Sungguh aku takut dibenci. Cukup sudah masa lalu yang membenciku. Jangan untuk kali ini lagi.
Kamu. Aku tak tahu harus berbuat apa lagi. Sungguh aku tidak tahu. Rasanya betul-betul tidak sanggup.
Aku yakin, kalaupun suatu saat aku diizinkan dipertemukan denganmu, aku pasti akan menangis, bahkan tanpa aba-aba dari otakku sekalipun.
Kamu. Jika suatu saat kau bertemu padaku, tolong, hina lah aku, keluarkan semua kesalahanku sesuka hatimu. Agar ketakutanku punya alasan, agar ketakutanku ada sebabnya.
Karena aku selalu takut pada bulan Februari. Aku selalu takut.
Tapi aku bahkan tak pernah bisa membencimu.
Sungguh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar