Pada dasarnya, saya benci menunggu. Menunggu sesuatu yang bahkan sudah dapat dipastikan. Misalkan, janjian bertemu jam 4 sore dimana saya mencoba datang untuk tepat waktu, ternyata saya yang menunggu. Bahkan menunggunya bisa berjam-jam,
Bukan tidak sabar. Tapi prinsip saya, cuma waktu yang tidak bisa digantikan dengan uang sekalipun. Saya mencoba untuk mengatur waktu sedemikian rupa untuk berinteraksi sosial dengan anda. Saya mencoba membuat anda merasa, "Wah enak ya kalau janjian sama kamu. Tepat waktu datangnya"
Tapi apa? Kebanyakan saya yang menunggu. Bahkan sampai saya muak.
Janjian pada jam yang telah disepakati, punya waktu yang sama-sama 24 jam. 12 jam pagi-siang, 12 jam lagi sore-malam.
Tidak berbeda.
Apa mungkin lebih sibuk dibanding saya?
Ah. Sudahlah.
Saya benci menunggu. Seperti saat ini, saya sedang menunggu, duduk sendirian di salah satu kursi stasiun, menunggu teman yang tak kunjung datang. Makanya, terkadang muncul keinginan dalam diri sata untuk ikut-ikutan telat seperti kalian. Hanya supaya saya tidak perlu lagi menunggu.
Supaya kalian bisa merasakan bagaimana membosankannya pekerjaan yang bernama "menunggu" itu.
Adilkah?
Atau aku yang egois?
Tapi sungguh, aku benci menunggu.
Bagi saya itu sangat melelahkan.
Saya benci menunggu. Jikalau yang sebelumnya, saya bertindak sedemikian rupa untuk hal-hal yang sudah disepakati, bagaimana jika diganti dengan hal-hal yang bahkan belum jelas kepastiannya?
Secara logika, pasti orang menduga bahwa jika ada kosakata yang lebih kejam dari kata "benci", pasti akan saya gunakan.
Entahlah.
Untukmu berbeda.
Menunggumu, seharusnya membuat aku benci, murka sepertinya lebih cocok. Sebal, mencaci maki, dan segala hal negatif lain yang sesuai untukmu dariku. Tapi, bahkan mencari hal-hal supaya aku membencimu pun, aku tidak menemukannya. Menunggumu, yang tidak hanya sekedar satu atau jam, satu atau dua hari, atau mungkin sebulan. Bertahun-tahun saya sudah menunggumu.
Bukan suatu waktu yang singkat, bukan?
Mengapa aku bisa bertahan sedemikian rupa? Mengapa justru... bahkan mungkin... saya...menikmatinya?
Menunggumu.
Sesungguhnya aku lelah.
Sangat.
Tapi entah mengapa saya masih bisa bertahan. Kekuatan apa pula yang menjadikan saya seperti ini.
Bertahan untuk tidak segera meninggalkanmu. Bertahan dengan semua keyakinan yang bahkan orang-orang memandang saya sebafai wanita yang berlebihan dan bodoh.
Ah ya, aku lupa.
Aku juga kan sedang berusaha dan terus berusaha untuk melupakan.
Untuk merelakan.
Untuk mengikhlaskan, bukan?
Aku selalu berusaha. Jadi kamu tak perlu khawatir. Carilah yang terbaik, aku jelas-jelas bukan yang terbaik.
Cuma aku yang menunggu, kan? Jadi lelahnya hanya aku yang merasakan.
Kamu.
Apa kabar disana?
Hampir tujuh tahun lamanya saya disini. Mengharapkanmu. Menunggumu.
Apa kamu juga begitu?
Kurasa tidak.
Dan kamu tak perlu begitu.
Kamu.
Aku lelah.
Sampai kapan lagi saya berhasil untuk melepaskan dan meninggalkan begitu saja tanpa harus menunggu?
Atau mungkin...
Ah sudahlah.
Sepertinya jelas. Sesungguhnya hanya sia-sia saja saya menunggu selama ini karena kamu sama sekali tidak menunggu saya.
Kamu.
Aku lelah.
Sungguh aku lelah.
Tapi terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar