Minggu, 22 Maret 2015

Titik Tanpa Koma



Lewat sajak-sajak senja yang memanggilku
mesra menyentuh relung jiwa yang telah terdiam begitu lama
Aku berdiri disini, menikmatinya
tanpa interupsi biarkan senja melakukan semaunya sendiri

Sehitung waktu dalam keheningan aku sempat menggila
Ragu tanpa aba-aba
menghilang segala sesuatunya tanpa diminta
Tapi apa yang kunamakan cinta telah terlanjur memakan diriku
akalku
harapan-harapanku
Hingga sekuat apapun aku mencoba melupakan langit
Percuma tak akan mau membantu

Rapuh,
Kalut,
Ratap.
Lantas apa lagi yang bisa diperbuat
Jika Tuhan berikan jalan tak dinyana apapun pula harus diterima
Ikhlas
Bukankah sesudah kesulitan Dia janjikan kemudahan?

Berlatarkan langit jingga dengan rasa rela
Kesadaranku pulih, air mataku menderas
Tertampar keras
Bahwa Ia tegurkan padaku, cinta-Nya jauh lebih besar dari cinta makhluklainnya
Sekalipun cinta pada makhluk-Nya tidak pernah salah
Tapi logika mengatakan,
“bukankah suatu kesalahan ketika aku jauh lebih mencintai makhluk-Nya?”

Senja,
Sampaikan maaf yang sudah seharusnya
dan kata yang ingin kusampaikan
Aku mencintai Tuhanku tanpa koma,
Titik.

Senin, 09 Maret 2015

Islamic Calligraphy - 4 - Q.S An-Naml (27) : 40



This Islamic Calligraphy made by me on March 01st 2015.

***
Q.S An-Naml (27) : 40

"Hadza min fadhli rabbi".

Ada satu bahasan yang bikin “nyes” waktu ngumpul kemarin. Saya awalnya ngira, ini sekedar hadits atau kata-kata mutiara hikmah semacam itu, tapi ternyata itu penggalan ayat Q.S An-Naml (27) : 40.

Jadi kalau secara garis besar baca terjemahan dan tafsir, intinya tentang Nabi Sulaiman A.S mau nunjukin kenabiannya ke ratu bilqis. Beliau nanya ke bala tentaranya (yg terdiri dari jin dan manusia), “eh siapa yg bisa bawa singgasana ratu bilqis secepat mungkin?” Dan dari beberapa penawaran, yang paling oke bilang, “saya bisa bawa singgasana itu bahkan sebelum engkau berkedip”. Beliau berdoa kepada Allah dan ternyata benar terjadi.

Lantas Nabi Sulaiman berkata, “Hadza min fadhli rabbi, ini termasuk karunia Rabb-ku”. Tapi beliau ngelanjutin kata-katanya, “yaitu untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari. Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk [kebaikan] dirinya sendiri, dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”.

Itu sih secara terjemahan nya ya. CMIIW juga.

Tapi yang bikin “nyes” adalah waktu pas ngumpul itu ada yg bilang,

"kadang kita dipuji sedikit sama orang, semisal dibilang pinter lah, cakep lah, aktivis yang beuh gerecep banget lah, atau sesuatu yang hebat-hebatlah, kayaknya adaaa gitu rasa "ih iya, hebat juga ya gue", padahal ya gitu, hadza min fadhli rabbi, kalaupun ada kehebatan yang kita punya, itu asli karunianya Allah. Emang sih mungkin kita usaha juga, tapi tetap ga bakalan bisa kalau bukan Dia yang ngasih kesempatan biar kita "bisa", kan? Tinggal pilih buat bersyukur atau ingkar. Toh kalaupun Dia berkehendak untuk "ngambil" lagi kehebatan kita, yaaa itu hakNya."

Ah. Iya. Hadza min fadhli rabbi. Kita mah nggak ada apa-apanya. Ibarat dikasih pinjem sama yang punya segalanya, yang orang lain anggap kita “bisa ini-itu” pun sebetulnya termasuk karuniaNya, bukan asli milik sendiri.

Sekian. Semoga kita semua bisa mengambil hikmahnya ya.
:)