Hai kamu, apa kabar?
Sehat? Aku harap kamu sehat-sehat saja, bahkan jauh lebih sehat dibanding sebelumnya. Kamu tahu, aku merasa bersalah bukan main, hanya karena aku, mungkin kamu jadi lebih sering sakit ditambah tekanan batin juga. Semoga kamu baik-baik saja disana.
As always, doaku selalu sama seperti sebelum-sebelumnya. Semoga kamu senantiasa diberikan kesehatan, dimudahkan segala urusannya, ditangguhkan semua tanggung jawabnya. Semoga Tuhan senantiasa melindungi kamu.
Apa yang kamu rasakan saat ini?
Legakah? Bahagiakah? Semoga bahagia. Mungkin tanpa aku, kamu justru lebih bahagia. Jauh bisa menikmati hidup, bebas, tanpa perlu direpotkan segala macam olehku, tentangku. Aku minta maaf jika benar begitu, sungguh, niatku hanya satu yang paling utama diantara lainnya. Sederhana. Iya, sederhana. Aku ingin kamu tahu bahwa kamu tidak sendirian. Aku kirimkan doa-doa untukmu dari dulu pada Tuhan, sekalipun aku tidak pernah tahu kamu ada dimana, bagaimana kabarnya disana, rupamu saat ini seperti apa. Kamu tidak sendirian, sekalipun mungkin akan banyak orang lain mencemoohkanmu diluar sana. Kamu tidak sendirian, aku selalu berharap suatu saat nanti aku bisa secara nyata menjadi penyemangat kamu yang paling oke, penenang kamu ketika kamu jatuh dan terluka, atau pendukung paling setia dari setiap keputusan-keputusan terbaikmu.
Sesederhana itu.
Dan maafkan aku jika niatku tidak tersampaikan olehmu tapi justru menyulitkanmu. Sungguh aku minta maaf.
“Bukan ketika diomeli, dimarahi, dicereweti yang menyakitkan. Itu sih tandanya orang lain masih sayang.
Yang lebih menyakitkan adalah: saat orang lain memutuskan sudah tidak peduli lagi. Ditegur tidak, disapa juga tidak, didiamkan saja. Dianggap tidak ada.” - Tere Liye
Kamu mau tahu bagaimana perasaanku saat ini?
Ah. Kamu peduli padaku saat ini pun belum tentu. Mungkin kamu sudah menemukan kebahagiaan baru dalam hidupmu. Dan sepantasnya lah aku juga ikut bahagia, bukan? Karena mencintai yang sesungguhnya adalah justru ikut bahagia ketika orang yang kamu cintai bahagia.
Kamu tak perlu tahu bagaimana keadaan aku saat ini. Jangan. Sungguh tak perlu. Biar aku saja yang merasakannya. Munafik sekali kalau aku justru tebar senyum pada siapapun. Munafik sekali kalau aku menjalani hari-hari dengan semangat luar biasa. Munafik sekali kalau aku berkata, "aku tidak apa-apa".
Aku memang "apa-apa", tapi sungguh kamu tidak perlu tahu. Karena aku tidak mau mengganggu kebahagiaan baru dalam hidupmu.
Kamu, aku pernah bilang "aku menyerah". Iya, menyerah untuk memaksamu terus diusik hidupnya oleh ku. Karena aku tidak tahu lagi dengan cara apa agar kamu melihat sedikit saja padaku. Sungguh. Aku tidak tahu lagi. Tapi biar begitu, munafiklah aku. Karena sampai detik ini sesungguhnya aku belum menyerah. Aku masih mencoba berusaha sekalipun kamu tidak menganggapnya.
"Jadilah seseorang yang: “Aku akan tetap menunggu. Tidak peduli kau datang atau tidak.” untuk seseorang yang: “Aku akan pasti datang. Tidak peduli kau tetap di sini atau pun tidak.”
Meski hingga detik ini kita tidak tahu siapa seseorang tersebut. Meski kita terlampau malu dengan harapan. Teruslah memperbaiki diri, besok lusa kita akan paham hakikat nasehat ini." - Tere Liye
Aku mencarimu hingga bertemu lagi, bukan hanya karena aku, tapi juga karena ada Dia. Dan aku percaya saat ini, bahwa doa seorang hamba Tuhan akan dikabulkan sekalipun bukan dengan waktu yang secepatnya. Aku mencarimu, lantas aku menyerah begitu saja dalam waktu singkat? Entah sudah berapa lama aku memohon padaNya, "tolong pertemukan aku dengan dia", sepadankah? Entah sudah berapa lama aku menunggumu, bagiku sekalipun kamu datang terlambat menemuiku, aku tidak akan semudah itu meninggalkanmu hanya karena lelah menunggu yang sesingkat itu.
Kamu, apa kabar?
Setiap orang punya alasan masing-masing untuk menerima dan menolak sesuatu, bukan? Tidak apa. Mungkin suatu saat nanti aku akan tahu alasan sesungguhnya kamu seperti apa. Mungkin suatu saat nanti atau bahkan ketika kamu sudah menjadi milik orang lain atau sebaliknya.
Kamu, kehilangan dua kali itu bagiku sungguh sangat membuatku terpuruk.
Seakan-akan aku gagal untuk kedua kalinya.
Seakan-akan aku menyia-nyiakan takdir Tuhan dengan seenaknya.
Sungguh aku minta maaf dipertemukan dalam keadaan yang seperti ini, sesingkat ini.
Dadaku sesak. Sungguh. Rasanya ada yang menghimpit luar biasa. Kalau sudah begitu, aku puaskan untuk memohon maaf pada Tuhan dan mengulang kalimat yang sama setiap kalinya, "apa aku tidak bisa dipertemukan lagi?" Tapi aku tahu, dulu saja Tuhan baru menjawab doaku hampir lima tahun lamanya. Dan tak perlu dijelaskan lagi, rasanya luar biasa, tak bisa tergantikan dengan apapun.
"Aku ketemu lagi sama dia, bu..."
Itu kalimat pertama yang aku ucapkan tentangmu pada ibuku dan yang pertama kalinya juga aku mengadu tentang lawan jenis.
Maka, munafik bukan kalau aku bilang, "aku tidak apa-apa"?
Tapi aku tahu, selama ini menunggu, selama ini berharap itu pelakunya adalah aku. Bukan kamu. Aku tidak punya hak untuk menyalahkan kamu. Aku harus ikhlas. Mungkin aku bukan yang terbaik versi hidup kamu.
Kamu, apa kabar?
Sungguh aku mau terus menyemangati hidupmu, sungguh aku ingin menemani kamu meraih semuanya. Aku tak peduli apa dan bagaimana keadaan kamu. Tapi kalau kamu tidak butuh aku, aku bisa apa?
Kamu, cita-cita ku kamu pun sudah tahu. Tapi aku belum tahu cita-cita kamu saat itu, entah mengapa bagiku itu tidak penting. Justru aku ingin ada menemani kamu untuk segala cita-cita terbaik kamu. Tapi kalau kamu tidak butuh aku, aku mau apa?
Kamu, maafkan aku sebagai perempuan. Kaumku memang terlalu payah untuk menyampaikan keinginan. Kami terlalu mementingkan perasaan, hingga takut mengatakan secara gambalang, terang-terangan pada yang bersangkutan. Yang kami lakukan, kalian anggap sebagai suatu kode yang menyusahkan, tapi sungguh, kami lakukan itu justru karena ingin menghargai perasaan kalian. Begitu juga aku terhadap kamu. Tapi mungkin bagimu, aku yang paling menyusahkan diantara yang menyusahkan.
"Perempuan itu menyampaikan perasaannya melalui siratan. Melalui perhatian kecilnya, melalui tatapan malunya, melalui senyum kakunya, melalui gerak kikuknya, melalui tulisan spontannya, bahkan melalui sikap "cuek"nya. sayangnya, kaum laki-laki terkadang sulit mengartikan itu sebagai isyarat.
Maka, perempuan tak perlu menyalahkan laki-laki yang "tidak mengerti", begitu juga laki-laki yang tidak usah menuntut perempuan "berterus terang".
Biarlah ia menjadi "seni" yang Allah anugerahkan kepada ciptaan-Nya. Yang perlu dicatat, Allah menciptakan makhluk-Nya berpasang2an dan Allah sesuaikan satu sama lain."
Kamu, aku masih ingat pesan-pesanmu untukku.
"Jangan lupa sarapan. Jangan telat makan"
"Jangan minum kopi lagi. Susu aja. Banyak minum air putih"
"Jangan lupa bawa payung"
"Hati-hati dijalan, disini mendung"
"Jangan begadang"
"Jangan sering makan mie"
"Jangan sering baca sambil tiduran"
"Jangan lupa shalat"
"Udah juz berapa hari ini?"
"Jangan pakai jilbab yang dimacam-macam-in ah. Yang biasa aja."
"Kalau telpon, bilang 'assalamualaikum', bukan 'halo'"
"Berdoa dulu sebelum makan"
"Jangan kebanyakan jajan"
Dan hal-hal kecil lainnya.
Kamu aku juga masih simpan foto-foto kamu, gambar-gambar kamu, lagu, tulisan-tulisan kamu, atau tulisan yang sering aku tulis dikertas buat kamu, apapun itu. Aku juga masih ingat kebiasaan kamu, mengejar waktu hanya untuk bisa sekedar bertemu kamu sesingkat mungkin, cara kamu tersenyum, cara kamu sebal padaku, memanggil ku, cara kamu melindungi aku. Tentu aku masih ingat.
Karena itulah setiap kalinya aku bertanya pada Tuhan dengan kata-kata yang sama terus-terusan, "Apa dia masih ingat padaku? Kebiasaan aku? Rindukah dia padaku? Kalau tidak, aku sungguh minta maaf, karena aku belum mampu menghilangkan itu semua."
Aku terus belajar untuk menjadi wanita yang baik, mungkin kamu tidak mau lagi, tapi suatu saat nanti jika Tuhan menghendaki aku dengan orang lain, aku tetap harus jadi wanita yang hebat, bukan?
"Jangan mencari kekasih yang sempurna. Terimalah dia yang mencintaimu dengan semua ketidak-sempurnaanmu. Itulah cinta." - Mario Teguh
Kamu, temanku juga banyak yang begitu. Ditinggal lalu Tuhan menghendaki mereka untuk bertemu kembali. Bukan, aku tidak muluk-muluk ingin seperti itu juga, meskipun tidak munafik aku juga berharap hal yang sama akan terjadi padaku. Tapi harapanku jauh lebih sederhana, "semoga besok kamu hubungi aku." Kalau besoknya belum juga terjadi, aku ulangi doa yang sama, seterusnya, seterusnya.
Teman-temanku yang diberi takdir seperti itu, sungguh, berbahagialah mereka. Aku jutsru memandang bahwa mereka hanya butuh "waktu" untuk sadar bahwa satu sama lain betul-betul saling membutuhkan. Mereka hanya butuh waktu untuk mendewasakan diri mereka, hanya saja, selama waktu itu hati mereka akan tetap sama. Bukan tentang tidak bisa move on kalau kata orang-orang.
Aku juga tidak bisa memunafikkan diri untuk ingin seperti itu. Bukan hal baru jika bahkan dulu saat lagu "perahu kertas" muncul, aku setel berulang-ulang sebagai pengantar tidur, mantra ajaib peneguh hati agar tetap selalu percaya dengan semua usahaku selama ini dan itu tidak akan sia-sia.
Bukan hal baru ketika aku memutuskan justru mengukuhkan setiap kenangan dalam tulisan yang aku buat dalam sebuah buku tersendiri.
Bukan hal baru ketika setiap ada kesempatan mengecek sosial media kamu yang sayangnya pula tidak aktif sekian lama dan aku gagal memperoleh informasi baru tentangmu.
"Ku bahagia, kau telah terlahir di dunia.. Dan kau ada, diantara miliaran manusia..."
Karena bagiku, menunggumu, mengharapkanmu, mencintaimu dari dulu hingga saat ini bukan suatu hal yang menyulitkan. Punya perasaan ini sekalipun tidak berbalas tapi aku bersyukur. Bersyukur dalam hal bahwa aku bangga pada diriku sendiri untuk belajar setia. Bersyukur bahwa aku mencintai orang yang baik karena aku percaya kamu orang baik. Bersyukur karena Tuhan menemani aku selama bertahun-tahun ini hingga akhirnya dipertemukan kembali.
Meskipun kamu menghilang lagi untuk kedua kalinya.
“They say a person needs just three things to be truly happy in this world: someone to love, something to do, and something to hope for.” - Anonim
Iya, bagiku, padamu aku jatuh cinta tanpa dibuat-buat, jatuh hati tanpa alasan, menjadi diri sendiri, tanpa berpura-pura.
Iya, bagiku, jika tiga hal bahagia itu ada, semuanya untuk kamu. Bisa mencintai dan dicintai kamu, melakukan berbagai hal bersamamu, dan memiliki harapan-harapan bersamamu juga.
Kamu, apa kabar?
Sungguh munafik jika aku tidak bilang "aku rindu kamu". Semoga Tuhan sampaikan salam rinduku padamu lagi, biarlah tidak berbalas lagi, tapi semoga Dia betul-betul menyampaikan. Entah dalam mimpi-mimpimu atau dalam hal saat kamu sedang menggapai harapan-harapanmu.
One day, we'll just be a memory to some people. Do your best to be a good one, bukan?
Boleh ku katakan sesuatu lagi?
Sesulit apapun yang kamu lakukan padaku, bagiku, aku memang "apa-apa". Tapi percayalah.
Aku tidak membencimu. Sungguh. Titik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar