membawa surat cinta bagimu,
kata-kata yang sedikit gila,
tapi ini adanya..."
Hai, kamu.
Apa kabar? Senang bertemu denganmu lagi,
Sumpah. Bahagianya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
***
Agam, Sumatera Barat, 24 Agustus 2012.
"Disini hujan dari pagi. Jadi agak molor kesananya,"
Hening sejenak.
"Iya, nggak apa-apa kan ya? Jalanannya juga agak becek, jadi nggak berani ngebut kesana. Tunggu aja ya. Sebentar lagi."
Percakapan dosenku dengan temannya via telepon selesai. Iya. Hari ini aku ikut dosenku untuk membantu penelitiannya. Hitung-hitung bisa sekaligus menjadi bahan penelitian aku juga.
"Ya, disini emang begini cuacanya. Nikmatin aja."celetuk dosenku yang merangkap guide selama perjalanan 3 hari 2 malam ini. "Iya sih. Tapi enak banget belum banyak polusi," balas dosenku.
"Di Padang nya mah nggak lho. Biasalah, ibu kota."
"Perahu kertas mengingatkanku,
betapa ajaib hidup ini,
mencari tambatan hati,
kau sahabatku sendiri..."
Radio di mobil memutar lagu ini dan dosenku justru sudah tahu lagu ini. Aku juga tahu, ini pasti lagu Perahu Kertas yang memang lagi booming filmnya, aku juga sudah pernah baca bukunya. Tapi aku belum pernah dengar lagunya seperti ini.
"Siapa yang nyanyi, bu?" tanyaku.
"Maudy Ayunda. Perahu Kertas, Udah nonton filmnya belum? Bagus lho."
"Belum sih, bu. Tapi udah pernah baca bukunya."
"Oh, pantes, Keliatan sih doyan baca. Hahaha."
Baiklah, dosenku yang ini memang jauh lebih gaul. Mungkin karena usianya juga.
"Ku bahagia, kau telah terlahir di dunia,
dan kau ada, di antara miliaran manusia
dan ku bisa, dengan radarku,
menemukanmu."
Kamu.
Aku suka banget sama buku ini, tapi saat itu aku belum nonton film nya. Sumpah, aku suka banget buku ini.
Aku tersenyum sedikit. Tapi aku belum menemukanmu.
Kamu dimana? Sedang apa? Entah mengapa, aku masih punya perasaan yang sama. Belum pernah hilang dan tergantikan dengan perasaan yang lain.
Sepulangnya, aku langsung mencari lagu tersebut dan mendownloadnya. Fix sudah menjadi teman tidurku paling ampuh selama beberapa bulan.
Dan aku tidur dengan air mata. Bukan menangis meratapi, tapi lagu itu seperti penyemangat buatku.
Iya, aku mencari-cari orang yang bisa aku sukai, dan itu justru sahabatku sendiri, kamu telah terlahir di dunia dan ada diantara miliaran manusia.
Betul-betul penyemangat. Kamu pasti ada. Kamu pasti tidak hilang entah kemana.
Kamu pasti bisa aku temukan. Tunggu aku selesai kuliahku dan aku akan punya waktu lebih banyak lagi untuk mencarimu.
***
"Ku bahagia, kau telah terlahir di dunia,
dan kau ada, diantara miliaran manusia
dan ku bisa, dengan radarku,
menemukanmu..."
MP3 di handphone ku memutar lagu itu kembali. Ah. Hari ini hujan. Dan aku lagi-lagi tidak membawa payungku. Siapa peduli? Toh, aku juga lebih menikmati tubuhku terkena hujan. Rasanya bebas. Bahkan aku tidak peduli seandainya aku menangis pada saat ini. Hujan teman terbaikku, dia menutup raut wajah sedihku dan membaurkan air mataku yang jatuh dengan dirinya.
Dan lagu itu pula yang aku nyanyikan untukmu, pertama kalinya ketika aku kembali dipertemukan denganmu.
Lagu yang aku nyanyikan berulang-ulang ketika pertama kali aku betul-betul bertemu denganmu secara langsung. Hingga aku menangis.
Bahagia.
Didepanmu.
Aku benci mengakui satu hal ini, aku benci setiap kali keluar dari stasiun, kudapati gedung pusat perbelanjaan tempat aku sering bertemu denganmu. Aku benci setiap kali melewati jalan dari sana menuju rumahku, karena itu jalan yang sama setiap kali aku hendak pulang bersamamu. Aku benci melihat tempat makan dimana aku dan kamu sering menghabiskan waktu, menceritakan banyak cita-citaku, cita-citamu tentangku, tentangmu, semuanya.
Hingga belakangan ini aku selalu menolak untuk pergi keluar, dengan keluargaku sekalipun. Aku takut, jika setiap tempat yang akan aku tuju akan mengingatkanku padamu. Apapun itu.
Ah. Dan kali ini aku mengingat kembali, aku selalu mengejar waktu hanya sekedar untuk bertemu denganmu. Disela-sela waktu kerjaku, aku mengejar waktu habis-habisan. Iya. Waktuku untuk bisa bertemu denganmu itu langka dan selalu aku nanti-nantikan.
Aku tidak mau kamu menunggu aku, Aku tahu kamu pasti tidak suka. Biarlah aku yang menunggu kamu, toh selama ini pula aku yang terus-terusan menunggu kamu. Mencoba mencari kamu, menunggumu barang satu jam atau dua jam, jelas itu belum seberapa.
Aku selalu buru-buru, setiap kali kamu punya waktu luang untuk bertemu. Berharap kereta kali ini yang membawa aku pulang kembali ke kotaku tidak mengalami gangguan atau tepat jadwal. Mengecek handphone ku setiap beberapa menit, sekedar memastikan, kamu tidak mengirimkan pesan betapa bosannya kamu menunggu aku.
Iya. Aku khawatir kamu yang menunggu aku. Biar aku saja yang menunggu kamu.
***
Bogor, 06 Juni 2014
Waktu itu, aku juga pernah selepas dari kampusku, sekedar menemani temanku untuk menghadiri kegiatan job fair, dan pada saat yang bersamaan, kamu punya waktu luang untuk bertemu denganmu. Iya, katamu, kamu mau menemani aku belanja keperluan sehari-hariku.
Aku selalu menantikan. Selalu.
Kehilangan kamu selama ini membuatku selalu mencoba untuk tidak akan pernah menolak untuk bertemu kamu dan membuatmu hilang kembali dalam hidupku.
Aku mengiyakan. Tentu saja aku senang. Aku bahagia bisa bertemu denganmu lagi hari ini. Meskipun hanya sekedar menemani aku untuk belanja kebutuhanku.
Jam 12.00, temanku mengajak aku untuk makan siang terlebih dahulu, dan demi menghargai dia (karena rumahnya pun jauh), aku juga mengiyakan. Aku janji bertemu denganmu selepas Ashar, kurang lebih jam 16.00.
Jam 12.40 aku selesai makan, dan temanku minta ditemani terlebih dahulu untuk menanyakan reservasi hotel dekat kampus, karena sebentar lagi dia akan wisuda. Baiklah, aku pikir, masih ada waktu, toh dia juga teman baikku selama kuliah.
Jam 13.30, urusan sudah selesai, masih ada waktu untuk mengejar waktu supaya kamu tidak menungguku. Semoga jadwal kereta tidak molor, semoga tidak ada gangguan.
Jam 13.50, Tuhan. Macet. Bogor saat ini jauh lebih menyebalkan macetnya. Dan macet kali ini, diluar sepengetahuanku. Aku juga sudah lama tidak kesini.
Jam 14.10, Ya Tuhan, ini belum ada setengah perjalanan menuju stasiun Bogor. Biasanya, selama aku kuliah, semacet apapun hanya menghabiskan waktu 40-45 menit.
Jam 14.20, terus-terusan aku mengecek handphone, khawatir kamu sudah siap, sedangkan aku masih ada di kota lain.
Jam 14. 45, baru sampai setengah perjalanan. Sungguh muak rasanya.
Jam 15. 10, 15.15 akhirnya sampai stasiun yang dituju. Sebentar lagi Ashar, atau bahkan sudah Ashar. Aku segera menuju kereta tujuanku, ah, ini akan menghabiskan waktu untuk melewatkan 4 stasiun sampai stasiun tujuanku. Semoga kamu tidak menungguku.
Ah, sialnya, kereta gangguan. Aku tidak peduli, aku memilih pindah ke kereta sebelah yang sudah penuh, lebih baik aku berdiri, daripada membiarkan kamu menungguku.
Pada saat itu juga aku selalu mengecek handphoneku, mengabarkan bahwa sebentar lagi aku sampai.Supaya kamu tidak perlu khawatir.
"Tak kan pernah ada yang lain di sisi,
segenap jiwa hanya untukmu,
tak kan mungkin ada yang lain di sisi,
ku ingin kau disini, tepiskan sepi bersamamu,
hingga akhir waktu..."
Perempuan sebelahku, mungkin mendengar musik dengan volume yang cukup besar karena sekalipun dia menggunakan headset, masih bisa terdengar olehku.
Ah. Iya.Tidak ada yang lain. Seperti lagu itu. Tidak ada yang lain, yang aku lakukan semuanya untukmu.
Jam 15.57, 3 menit lagi, aku bergegas keluar kereta, keluar dari stasiun, buru-buru. menuju mushalla tempat janji untuk bertemu, melaksanakan shalat Ashar terlebih dahulu. Aku harap, semoga kamu belum menungguku.
16.20, aku selesai. Menelponmu, menanyakan kamu ada dimana. Telepon pertama tidak terjawab. Semoga belum menungguku, biar aku yang menunggu.
Aku telpon lagi, menunggu, menunggu kamu menjawab teleponku.
Kamu baru bangun tidur.
Rasanya aku ingin menangis.
Menangis karena lega, kamu belum menungguku. Aku tidak marah padamu, aku tahu rasanya menunggu yang jauh lebih lama itu seperti apa dan ini belum seberapa.
Biar aku yang menunggu kamu. Jangan kamu yang menunggu aku.
***
"Geogi isseojwoseo geuge neoraseo,
gakkeum naege joyonghage angyeojueoseo,
naneun itjanha jeongmal namgimeobsi gomawo,
neoreul ttaraseo siganeun heureugo meomchwo,
Mulkkeureomi neoreul deullyeodabogon hae,
neoreul boneun ge naegeneun saranginikka,
neoui modeun sungan geuge nayeosseumyeon joketda,
saenggangman haedo gaseumi chaolla naneun ontong neoro..."
Ni modeun sungan nayeosseumyeon..."
[English Translation]
"Because you stayed there, because it’s you,
Because you sometimes quietly lean on my shoulder,
I’m really, wholly thankful,
Time flows and stops with you,
Sometimes, I gaze at you,
Because for me, looking at you is love,
Every moment of you, I hope it’ll be me,
Just thinking of it overwhelms me, filling me with you...
Every moment of you, I hope it’ll be me..."
Hujan. Kamu sedang apa?
Kamu tidak perlu repot-repot mengingatkanku untuk berteduh dahulu supaya tidak kehujanan. Toh kali ini siapa yang peduli?
Kamu tidak perlu repot-repot mengingatkanku untuk bergegas mandi sesampainya di rumah, supaya tidak masuk angin karena kehujanan. Toh kali ini siapa yang peduli?
Aku benci.
Aku benci kota ini. Membuatku takut menghadapinya. Membuatku takut untuk kemana-mana.
Rasanya aku ingin memilih keluar dari sini.
Mungkin iya untuk melarikan diri, tapi yang utama justru supaya kamu tidak lagi dibayang-bayangi oleh aku yang tidak tahu diri ini.
Kenangan tentangmu, tidak akan semudah itu aku hapus dan kubuang jauh-jauh. Kamu terlalu berharga buat aku. Kamu terlalu aku perjuangkan.
Selama itu.
Selama itu.
"Kamu benci sama aku?"
"Iya. Kamu baru tahu?"
Ah, kamu tahu, hal paling menyedihkan lainnya selain dilupakan?
Ketika orang yang kamu cintai dan kamu pikir dia juga mencintaimu ternyata berkata bahwa dia membencimu.
Datang, membuat nyaman, lalu pergi.
Ah, ketulusan tidak setega itu, bukan?
Aku yang salah, Aku yang salah telah memaksamu untuk juga mencintai aku.
Hai.
Sudah hampir berapa bulan ya?
Betulkah kamu ingin aku melupakanmu selama-lamanya?
Betulkah kamu ingin aku menghapus semua apa yang aku perjuangkan selama ini begitu saja untuk selama-lamanya?
Betulkah kamu ingin mencintai orang lain, bukan aku, untuk selama-lamanya?
Betulkah kamu tidak ingin melihatku, tidak peduli, atau mengetahui kabarku lagi selama-lamanya?
Betulkah kamu membenciku untuk selama-lamanya?
Aku mungkin memang melakukan kesalahan dan anggap aku pembohong dan pengkhianat bagimu.
Tapi aku tak pernah membohongi dan mengkhianati perasaanku padamu.
Hai.
Selamat tinggal.
Aku tahu itu sulit. Tapi, iya, jika Tuhan tidak menghapuskan kenangan aku denganmu, semoga Dia menghapuskan perasaanku padamu.
Seperti kamu yang tidak lagi punya perasaan padaku.
Selama-lamanya.
***
Nb : Thanks untuk lagu Perahu Kertas - Maudy Ayunda (salah satu dari banyaknya lagu yang paling, paling, paling aku suka pakai banget), Hingga Akhir Waktu - Nineball yang kebetulan aku dengar waktu itu pas remake versi Gita Gutawa, dan Every Moment Of You - Sung Si Kyung.
For link :
Perahu Kertas (MV) - Maudy Ayunda
Hingga Akhir Waktu (MV) - Remake by Gita Gutawa
Every Moment Of You (Hangul+Romanized+English Sub) - Sung Si Kyung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar