Carpe Diem - 1
(Aku, 18 Agustus 2015 : 05.10)
"Kamu nggak tahu salah kamu apa?"
"Nggak, sumpah. Aku nggak tahu."
"Pikir aja sendiri. Intinya, aku nggak mau lanjutin apapun sama kamu."
Mataku mulai berkaca-kaca. Telapak tangan juga mulai mendingin.
"Kamu...Seriusan?"
"Iya. Ngapain aku bercanda?"
Tidak ada nada baik sedikitpun dalam ucapannya. Sungguh. Rasanya... sesak.
"Kamu kenapa bisa jadi gini? Aku minta maaf kalau ada salah."
Telepon terputus, kucoba menelpon ulang. Nomor tidak aktif. Kucoba telepon rumahnya, tidak ada yang angkat. Terus, terus, terus, berusaha mungkin saja yang kali ini berhasil diangkat. Aku tahu kali ini aku mulai menangis. Bahkan rasanya sudah putus asa. Tanganku gemetar, dingin, jantung juga sudah tidak karuan, dan pastinya sesak.
KRIIIIIIIIIIINGGGGG...
Aku terbangun dengan kedua mata terbuka lebar, napas tersengal-sengal, bajuku basah berkat keringat dan telapak tangan terasa dingin. Rasanya sesak. Kuliat disekililingku, ah, nyawa dan diriku sesungguhnya sedang ada di dalam kamarku sendiri. Dan sudah pasti ini mimpi.
Iya. Sudah lebih dari tiga kali aku bermimpi hal yang sama, lagi-lagi, dan terbangun dengan keadaan yang sama seakan-akan aku kelelahan berlari 1000 meter. Kuraba pipiku, ah, memang ada bekas air mata, dan bukan sekali dua kali ketika aku bermimpi dengan adegan aku menangis, aku terbangun dan mendapati kedua pipiku pun basah dengan air mata.
Tuhan, aku bangun terlambat lagi. Setiap kali aku bermimpi yang sama, aku selalu ketakutan.
Sungguh aku ketakutan.
***
(06.10)
Ya. Siapapun pasti pernah merasakan bagaimana rasanya dicintai dan mencintai, tapi aku rasa, jauh lebih menakjubkan ketika kita dicintai dibandingkan dengan mencintai seseorang. Tandanya ada orang yang mau menerima kamu dalam hidupnya. Ada orang yang butuh berjuang dengan gigih untuk mendapatkannya, atau hanya berusaha ala kadarnya, bahkan justru mendapatkannya tanpa harus bersusah payah.
Beruntung sekali yang dibagian terakhir itu.
Oke, biar kita setting seperti ini. Ketika yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan, ya, mereka yang berusaha mati-matian akan jatuh lebih dalam dari siapapun. Sedangkan yang mungkin diberikan kemudahan di awal, akan bergabung dengan kerapuhan kebahagiaan mereka yang sedikit demi sedikit memudar. Sama-sama menyakitkan dan menyedihkan, hanya saja mungkin kadarnya berbeda.
Ah, itulah hidup. Biar bagaimanapun kebahagian berkawan baik dengan kesedihan. Hukum alam. Sama halnya dengan pertemuan bersahabat baik dengan perpisahan. Tapi sayangnya, aku berada di posisi dimana aku berusaha keras dan menghadapi perpisahan. Kalian pasti tahu akhirnya seperti apa.
Tatapan ku kosong menatap jendela kereta diantara sesaknya penumpang yang tidak tahu tata krama. Ah, bukankah diluar sana, seiring bergeraknya sebuah kereta, sekelilingnya berlalu dengan cepat. Semakin cepat kamu bergerak, semakin cepat berlalu. Bukankah aku harus begitu?
TRIIING.
Diikuti getaran, aku yakin HP ku menerima pesan masuk. Good. Pesan via salah satu aplikasi messenger masuk. Dari sahabatku yang luar biasa bawel dan ribetnya, sebut saja namanya Ve.
Gambar. Dia mengirimiku gambar.
Sial.
Kuketik sebagai balasan.
Ve is typing...
So, lebih baikkah hari ini? (06:22)
Really? Stop acting tough! Sometimes you have to cry to let go of the pain! Setidaknya gue yakin, badan lo saat ini nggak baik berkat kebrutalan ibu-ibu di gerbong cewek Commuter Line. Ngaku deh! (06:25)
Kamu, percayakah bahwa cinta bermula dan kembali pada tempat yang sama?
(Aku, 18 Agustus 2015 : 05.10)
"Kamu nggak tahu salah kamu apa?"
"Nggak, sumpah. Aku nggak tahu."
"Pikir aja sendiri. Intinya, aku nggak mau lanjutin apapun sama kamu."
Mataku mulai berkaca-kaca. Telapak tangan juga mulai mendingin.
"Kamu...Seriusan?"
"Iya. Ngapain aku bercanda?"
Tidak ada nada baik sedikitpun dalam ucapannya. Sungguh. Rasanya... sesak.
"Kamu kenapa bisa jadi gini? Aku minta maaf kalau ada salah."
Telepon terputus, kucoba menelpon ulang. Nomor tidak aktif. Kucoba telepon rumahnya, tidak ada yang angkat. Terus, terus, terus, berusaha mungkin saja yang kali ini berhasil diangkat. Aku tahu kali ini aku mulai menangis. Bahkan rasanya sudah putus asa. Tanganku gemetar, dingin, jantung juga sudah tidak karuan, dan pastinya sesak.
KRIIIIIIIIIIINGGGGG...
Aku terbangun dengan kedua mata terbuka lebar, napas tersengal-sengal, bajuku basah berkat keringat dan telapak tangan terasa dingin. Rasanya sesak. Kuliat disekililingku, ah, nyawa dan diriku sesungguhnya sedang ada di dalam kamarku sendiri. Dan sudah pasti ini mimpi.
Iya. Sudah lebih dari tiga kali aku bermimpi hal yang sama, lagi-lagi, dan terbangun dengan keadaan yang sama seakan-akan aku kelelahan berlari 1000 meter. Kuraba pipiku, ah, memang ada bekas air mata, dan bukan sekali dua kali ketika aku bermimpi dengan adegan aku menangis, aku terbangun dan mendapati kedua pipiku pun basah dengan air mata.
Tuhan, aku bangun terlambat lagi. Setiap kali aku bermimpi yang sama, aku selalu ketakutan.
Sungguh aku ketakutan.
***
(06.10)
Ya. Siapapun pasti pernah merasakan bagaimana rasanya dicintai dan mencintai, tapi aku rasa, jauh lebih menakjubkan ketika kita dicintai dibandingkan dengan mencintai seseorang. Tandanya ada orang yang mau menerima kamu dalam hidupnya. Ada orang yang butuh berjuang dengan gigih untuk mendapatkannya, atau hanya berusaha ala kadarnya, bahkan justru mendapatkannya tanpa harus bersusah payah.
Beruntung sekali yang dibagian terakhir itu.
Oke, biar kita setting seperti ini. Ketika yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan, ya, mereka yang berusaha mati-matian akan jatuh lebih dalam dari siapapun. Sedangkan yang mungkin diberikan kemudahan di awal, akan bergabung dengan kerapuhan kebahagiaan mereka yang sedikit demi sedikit memudar. Sama-sama menyakitkan dan menyedihkan, hanya saja mungkin kadarnya berbeda.
Ah, itulah hidup. Biar bagaimanapun kebahagian berkawan baik dengan kesedihan. Hukum alam. Sama halnya dengan pertemuan bersahabat baik dengan perpisahan. Tapi sayangnya, aku berada di posisi dimana aku berusaha keras dan menghadapi perpisahan. Kalian pasti tahu akhirnya seperti apa.
Tatapan ku kosong menatap jendela kereta diantara sesaknya penumpang yang tidak tahu tata krama. Ah, bukankah diluar sana, seiring bergeraknya sebuah kereta, sekelilingnya berlalu dengan cepat. Semakin cepat kamu bergerak, semakin cepat berlalu. Bukankah aku harus begitu?
TRIIING.
Diikuti getaran, aku yakin HP ku menerima pesan masuk. Good. Pesan via salah satu aplikasi messenger masuk. Dari sahabatku yang luar biasa bawel dan ribetnya, sebut saja namanya Ve.
Gambar. Dia mengirimiku gambar.
(06:20)
Sial.
Kuketik sebagai balasan.
Ratusan (06:20)
Ve is typing...
So, lebih baikkah hari ini? (06:22)
Pastinya. Jauh lebih baik. Sangaaat baik. (06:24)
Kalau itu maksud lo, you've got it. Haha. (06:26)
Emang gue ada maksud lain? (06:26)
Good. Aku kena jebakannya lagi.
Lo bilang situasi di Commuter Line. Jelas lah gue ga dalam kondisi baik. (06:30)
Kalau bukan kondisi di kereta? Yakin baik? (06:31)
Aku menghela napas. Entah Ve itu betulan cenayang atau bagaimana, dia selalu tahu kondisi ku kalau ada "apa-apa". Dia mungkin tahu aku bermasalah sama mimpi tidurku semalam. Dan jelas itu buat kondisiku nggak baik sama sekali.
Gue ga tahu lo itu terbuat dari apa. Iya, gue bermasalah lagi sama mimpi. (06:35)
Bersyukurlah lo sama Tuhan. Memberikan gue sebagai teman yang tahu kapan lo nggak baik dan kapan lo baik. HE IS, RIGHT? GOD! STOP THINKING ABOUT HIM AGAIN. REZA GA BAIK BUAT LO! (06:40)
Gue ga mikirin tentang dia, hei. DIA YANG MUNCUL DI MIMPI GUE KAYAK HANTU! (06:45)
The time the time when I met you
Countless nights I missed you and longed for you
Come to me again over the destiny
Come back to this fool who couldn’t say I miss you
Setidaknya aku tidak munafik pada diri sendiri. Dia yang muncul lagi ke mimpiku.
Oke, whatever. AND, PLIS. Lo mau presentasi. HILANGKAN INGATAN LO TENTANG GIO GA TAU DIRI ITU SETIDAKNYA UNTUK BEBERAPA JAM KEDEPAN. Oke? (06:50)
Okeee. (06:51)
Baiklah. Aku juga berharap, message dari Ve cukup untuk pagi ini. Ya, presentasiku jauh lebih penting dari sekedar mempermasalahkan mimpifobia ku tentang Gio. Gio? Biar ku ceritakan nanti saja dia itu siapa.
Ah, kalau orang-orang lain sibuk bercerita berangkat kerja dengan mobil atau motor pribadinya, aku hanya dengan naik kendaraan umum pun sudah cukup bahagia. Maklumlah, ibarat kalau dikelompokkan, paling aku masuk ke kelas menengah pas ditengah-tengah. Lagi dikasih rezeki banyak, bisa agak menikmati hidup yaaa Alhamdulillah, sekalinya lagi seret dompet juga mau nggak mau harus mau.
Oh, ya. Namaku Bintang, biasa dipanggil Bi. Plis, nggak perlu ditambah lagi belakangnya dengan nama lain. Aku anak ke 3 dari 3 bersaudara. Lulusan jurusan Komunikasi, dan saat ini menjadi kuli di salah satu perusahaan penerbitan paling oke di negara ini.
Setidaknya versi aku pribadi.
Jangan tanya jabatanku apa. Secret makes a woman, woman. Setidaknya itu kata Vermouth, salah satu tokoh di manga Detektif Conan.
Baiklah.
Aku produk melankolis-pregmatis, ditambah pula introvert dengan kadar 70%. Haha. Itu takaran pribadi juga sih. Jadi kebayang lah ya, model aku seperti apa. Belum kebayang? Biar nanti kita sama-sama mengenal. Cieilah.
Kebayang kan, orang sebegininya punya sahabat yang luar biasa bocor macam Ve? Biar bagaimanapun, dia super duper tahan lho punya sahabat macam patung kayak aku ini.
Aku sangat, sangat suka musik. Dari kecil kalau orang tua lain sibuk sana-sini yang paksa anaknya les, aku justru yang maksa mereka untuk dikasih les. Tapi aku lebih tertarik les musik. Piano dan gitar ditambah nyanyi betul-betul jadi senjata aku untuk bisa dianggap oleh orang lain meskipun aku introvert dengan kadar 70% itu.
Dan beruntungnya, orang-orang banyak menganggap aku cerdas.
Setidaknya belum ada yang mengatakan aku tidak cerdas dengan sepenuh hati.
***
(10.45)
"Lo emang paling ciamiiik. Thanks yaaa." puji Arinta sambil menepuk pundakku sedikit kejam.
"Konsepnya sih yaaa, kurang lebih begitulah. Mudah-mudahan realisasinya bisa sebaik apa yang diharapkan," balasku.
"Yaaa, setidaknya manajer suka, Bi. Gue juga suka banget, banget, banget." kali ini si lebay Gilang yang berkomentar.
"Astaga! Gue lupa! Gue lupaaa. Tadi ada anak baru. Dan gue lupa, gue anggurin gitu aja apa gue oper ke siapa ya?"teriak Astrid.
"Ah elo, gimana sih? Lumutan kali tuh orang sekarang. Dimana lo taruh tadi?" Sandi ngomel. Biasa sih, kayaknya lebih ke statusnya sebagai "penentang Astrid dalam segala hal". Atau kata lainnya, sengaja banget nyindir si Astrid dalam bentuk apapun. Nggak kok, mereka nggak musuhan, kayaknya emang iseng satu sama lain.
"Di tarooo? Lo kira tuh anak kayak kolor lo yang ditaro sembarangan?" Gilang membalas Sandi.
As an introvert woman, yaaa aku sih mendingan mengamati sambil cekikan. Astrid buru-buru menghilang keluar ruangan, mencoba mencari "barang titipannya". Belum sempat aku dan yang lain membantu mencari, dengan suara melengking khasnya dia menjerit.
"KETEMUUU. Ya ampuuun, sumpah gue minta maaf banget ya. Sini gue kenalin sama yang lain." Astrid muncul sambil memegang pundak si anak baru, mendorong-dorongnya menuju kerumunan aku dan yang lainnya.
Astrid cengar-cengir,"Dia namanya Rayya. Let's introduce your self."
Rayya memandang kami satu persatu, berhubung salah satu hobi ku adalah mengamati orang lain, aku bisa menebak dia bosan setengah mati dibiarkan begitu saja menunggu selama kami meeting tadi. Tapi kemudian dia pasang senyum yang bisa aku indikatorkan sebagai salah satu senyum se-innocent mungkin dikala hati kesal.
"Nama saya Rayya Alfian Nurandri. Tapi panggil aja Rayya. Saya sebenarnya resign dari tempat kerja yang lalu dan mencoba peruntungan disini." entah kenapa saat mengatakan "peruntungan", dia menantapku sebegitu tajamnya.
Tapi sambil tersenyum.
"Oke, Rayya. Gue Astrid, maaf tadi gue melupakan lo dengan keji di ruangan tamu, dimaafin kan? Pastilah yaaa."
As usual, Astrid emang kadang berkata seakan nggak tahu malu campur kepedean.
"Yang ini namanya Gilang, imut banget kan dia kayak bakpao isi daging." ucapnya sambil mencubit pipi Gilang yang emang modelnya bisa disamain kayak adonan roti belum diapa-apain.
"Sial lo." Gilang mencibir.
"Tinggal banting-banting aja biar tambah mengembang."
"Bangke," balas Gilang lebih sadis.
"Ini Sandi. Ah, gue nggak mau deh kenalin dengan panjang lebar kalau dia. Kalau ini Arinta, dia kita anggap, ibu nya kita-kita deh. BIJAK ABIS!"
"Seriusan?" Rayya menanggapi. Kami serempak mengangguk. Rayya ikut mengangguk. Paham. Gilang pasang muka bete atas ketidaksopanan Astrid memperkenalkan dia ke Rayya.
"Kalau ini, Bintang. Biasa dipanggil Bi. The other wise person in here. Tapi dia paling muda. Jadi emang rada, sorry ya Bi, manja!"
"Tapi kalau soal main musik, hmm. Jangan ditanya!" celetuk Gilang.
"Dan..." Arinta mengarahkan telunjuknya ke pelipis, kemudian dilanjutkan dengan jempolnya.
"Ahahaha. Nggak lah, Gue mah apa atuh, remahan kue rangi dibanding kalian yang udah berjuang lama disini." aku mencoba untuk merendah.
"Bi juga anak baru disini?" tanya Rayya. Aku menggeleng,"Nggak. Nggak lama-lama amat kok."
"Bi udah setahun disini, Ray. Yasudahlah, sini Ray, gue kasih gambaran dulu bagian lo ngapain aja," Astrid menyudahi acara remeh temeh ini. Syukurlah, aku juga sadar diri, sesungguhnya hari ini aku butuh waktu ekstra untuk tumpukan tugas yang juga ekstra.
Betul-betul ekstra.
***
(18:20)
"Bi, belum balik?" Gilang menyapaku selepas balik dari mushalla kantor. Begini-begini aku juga mau jadi hamba Tuhan yang beriman.
"Belum, Lang. Duluan aja. Bentar lagi kok."
"Oke, duluan ya, Bi," Gilang menyambar jaket di sandaran kursinya dan menepuk pundakku lembut, "Jangan memforsir diri, Bi. Menyibukkan diri bukan satu-satunya cara untuk melupakan hal yang nggak enak. Nanti lo sakit. Oke?"
Aku hanya mengangguk sambil tersenyum. "Siap, bos. Gue balik bentar lagi kok. Biar sekalian dapat kereta yang kosong." Aku tertawa kecil.
"Dasar. Oke deh. Rayya, gue balik duluan ya. Hati-hati lo berdua."
Aku menengok ke meja Rayya. Ah, betul dia masih bertahan disini. Ternyata aku bukan pejuang terakhir.
"Belum balik, kak?"
Aku tahu dia dua tahun lebih tua umurnya dibanding aku. Dan sudah kebiasaan pula aku memanggil teman-teman yang lain (yang kebetulan juga lebih tua, Oh God, thanks gue masih muda) dengan panggilan 'kak'.
"Eh, iya belum. Baru masuk udah dikasih kerjaan banyak sama Astrid. Nih liat." Dia menunjuk tumpukan kertas yang harus dia edit maksimal lusa sudah kelar.
"Ahaha. Itulah kak, baik banget kan Kak Astrid."
"Iya. Baik banget. Lo ga balik, Bi?" Dia balik bertanya.
"Udah kelar sih. Tapi mau 'penyegaran' dulu. Biar rileks." Aku menyandarkan badan ke kursi sambil mengecek handphone. Lagi-lagi message dari Ve.
Gue tahu, lo pasti belum balik. NGAKU! (18:30)
Emang. Biarin sih, sekali-kali ah (18:31)
Sinting. Sekali-kali apanya? Udah hampir sebulan, kaliiii (18:32)
Kejar target, Ve. Lo juga tau kan kalau gue perfeksionis? Tantangan baru juga nih buat gue. (18:35)
"Bi..." suara Rayya memanggil. Aku agak terkesiap sejenak. Rasa dari panggilannya entah mengapa terlalu merdu untuk sekedar memanggil 'Bi' doang. Tapi aku segera menoleh kearahnya.
"Dalem."
Rayya tertawa, "Lo orang Jawa? Nggak. Gue izin sebentar mau maghrib-an. Kali-kali aja kalau gue nggak ngomong, lo malah takut tiba-tiba gue menghilang."
"Oh, iya, iya kak. Nggak apa-apa. Aku kan juga lagi 'penyegaran'", balasku sambil tersenyum. Dia bergegas ke mushalla dan aku bercumbu lagi dengan Ve via handphone. Sumpah, terdengar nggak enak banget ya dibacanya? Aku masih normal kok.
Gila. Gaji lo tambah banyak nih bulan depan. Ngedokem mulu di kantor. Hati-hati baliknya. (18:40)
Siap. Lo lagi sama Raga? (18:42)
Iyaaaa. Biasaaaa penggemukan badan. Lo juga jangan lupa menggemukan badan. Awas lho kalau sampai sakit. Oke deh. Mmmuuaaah. (18:45)
Aku menutup chat dengan Ve, tapi... Iya aku tahu, bahkan sampai saat ini, history chat dengan seorang mantan bernama Reza masih abadi aku simpan. Jangankan itu, foto, message dalam bentuk apapun masih utuh tak hilang satupun. Kalau begitu, betul kata Ve. Aku terlalu bertingkah 'semua baik-baik saja' padahal kenyataannya nggak.
Kututup handphone dan bergegas ke ruangan ritual 'penyegaran'. Ah, beruntungnya punya kantor oke dimana ada ruangan tersendiri untuk para karyawan bebas menyalurkan hobinya. Disini tersedia gitar, keyboard, komputer-komputer khusus game-game (iya, komputer pribadi karyawan nggak akan bisa akses ataupun download games bahkan film dan video apapun. Jadi jangan harap bisa liat video SISTAR selama bekerja. Kalau mau liat aja via handphone sendiri), ada berbagai buku-buku buat yang mau menghabiskan waktu 'istirahat' dari kerja rodi sialan ini dengan membaca. Atau sekedar main biliar pun juga ada. Asal jangan dipakai buat ajang judi. Bahkan, percaya atau tidak, ada sofa empuk banget yang bisa dipakai buat tidur. Dan tivi yang oke punya kalau-kalau mau nonton drama bareng-bareng. Alhamdulillahnya disini nggak ada yang doyan sinetron, tapi pada freak abis kalau soal gosip-gosip pemerintah dan artis.
Aku menekan tuts-tuts keyboard. Aku tahu, aku tidak merasa "nggak apa-apa.", aku tertekan, aku sampai sekarang belum tahu alasan sesungguhnya dari semua kejadiaan ini, yang aku tahu aku hanya ingat dari sekian banyak kata yang dia katakan untuk aku bukanlah penjelasan, bukanlah pujian atau penyesalan, tapi...
Tiga kata. Pecicilan. Pengkhianat. Pembohong.
Ya Tuhan, sepecicilan dan semunafikkah aku dimata orang lain, apalagi dia? Padahal diluar sana teman aku jauuuuh lebih banyak yang menjijikan dengan centil sana-sini. Sedangkan aku? Duh, apakah introvert kadar 70% dan melankolis-pregmatis macam kayak gini doyan pecicilan bak chili-chili-an?
Aku mulai memainkan jemariku diatas tuts hitam dan putih itu. Aku mencoba menikmati alunan yang aku mainkan sendiri. For your information, begini-begini aku doyan lagu-lagu Jepang, Korea, Barat, bahkan Indonesia tapi yang nggak alay.
Tenang, lagu yang aku mainkan bukan 'Sakitnya Tuh Disini' nya Cita Citata kok. Eh, jangan salah, aku suka melodinya kok. Someday bisa kali ya aku mainin versi piano akustik.
Tuh, betulkan? Sama diri sendiri aja sok tegar. Padahal tahu, hatinya nggak kuat lagi pengen teriak.
"Barame heutnallineun geudaeui meoritgyeoreul
Baraman boneun geollo deo baralge eobseonne
Kkumcheoreom dagaon neo ibyeolman namgyeojun neo
Nae saenge geudael manna geujeo gamsahal ppunya...
Geuttae geuttae geudael mannago
Heil su eomneun bamdeureul geurimyeo bangimyeo
Pecicilan. Pengkhianat. Pembohong. Kata-kata itu eakan-akan berbisik terus menerus di telingaku.
Uyeonhi dasi natana jura
Geurium jeonhaji motaetdeon babo gateun naegero dasi
dorawajwo
Uyeonhi dasi natana jura
Ichyeojyeo gal geudae moseup gadeukhi dameul su itge
Ttaseuhan bombyeotcheoreom cheoeumcheoreom dasi
naege
Kkumcheoreom dagaon neo ibyeolman namgyeojun neo
Nae saenge geudael manna geujeo gamsahal ppunya
Geuttae (geuttae) geuttae (geuttae) geudael bonaego
Heil su eomneun bamdeureul nunmullo geurimyeo
Pecicilan. Pengkhianat. Pembohong... Aku mulai menangis.
Uyeonhi dasi natana jura
Geurium jeonhaji motaetdeon babo gateun naegero dasi
dorawajwo
Uyeonhi dasi natana jura
Ichyeojyeo gal geudae moseup gadeukhi dameul su itge
Ttaseuhan bombyeotcheoreom cheoeumcheoreom dasi...
Dia yang justru aku percaya habis-habisan.
Pecicilan. Pengkhianat. Pembohong.
Kali ini lagi-lagi aku menangis.
Pecicilan. Pengkhianat. Pembohong.
Kali ini lagi-lagi aku menangis.
Dasi dorawajwo
Uyeonhi dasi natana jura
Ichyeojyeo gal geudae moseup gadeukhi dameul su itge
Ttaseuhan bombyeotcheoreom cheoeumcheoreom dasi
naege..."
[English Translation]
"Just watching your hair blowing in the breeze
A perfect moment I wish I could freeze
[English Translation]
"Just watching your hair blowing in the breeze
A perfect moment I wish I could freeze
You came like a dream then left without a trace
I’m just so grateful in my heart to meet you in my life
I’m just so grateful in my heart to meet you in my life
The time the time when I met you
Countless nights I missed you and longed for you
Come to me again over the destiny
Come back to this fool who couldn’t say I miss you
Come to me again over the destiny
So I can fill my heart with your image that is fading
Like the warm spring sun, just like the first time
So I can fill my heart with your image that is fading
Like the warm spring sun, just like the first time
You came like a dream then left without a trace
I’m just so grateful in my heart to meet you in my life
I’m just so grateful in my heart to meet you in my life
The time (the time) the time (the time) I let you go
Countless nights I spent in tears
Countless nights I spent in tears
Come to me again over the destiny
Come back to this fool who couldn’t say I miss you
Come to me again over the destiny
So I can fill my heart with your image that is fading
Come back to this fool who couldn’t say I miss you
Come to me again over the destiny
So I can fill my heart with your image that is fading
Like the warm spring sun, just like...
I miss you
Come to me again over the destiny
So I can fill my heart with your image that is fading
Come to me again over the destiny
So I can fill my heart with your image that is fading
Like the warm spring sun, just like the first time"
Nafasku tersengal-sengal. Ah Tuhan, sesak rasanya. Kuhapus air mata yang jatuh di pipiku, khawatir ketahuan sudah menangis.
Tapi tidak mau berhenti juga.
"Bi?"
Aku tersentak. Hening setelah panggilan itu. Yang aku tahu, aku bernafas seperti orang kelelahan sehabis lari. Dadaku sesak.
***
Nb :
Okeee. Untuk kali ini lagu yang terpilih adalah Over The Destiny dari 2AM. Dasarnya sih, berhubung saya juga doyan banget sama 2AM (tapi bukan fans fanatik dari segala macam jenis perkorea-an, karena pengetahuan saya tentang ini mah nggak ada apa-apanya) dan ini lagu terbarunya dari album terbarunya juga Let's Talk.
Kenapa pilih lagu ini?
Karena saya suka lagunya berikut MV nya. Oke banget. Oke dalam artian, entah sudah berapa banyak barang-barang yang hancur yang digunakan buat MV ini. Yang namanya bikin video klip, kecil kemungkinan buat take cuma sekali kan?
Bahkan disini segala-gala ada mobil, sepeda, bahkan tempat tidur yang dijatuhin dari atas.
Kalau itu semua barang asli, berapa uang yang kudu digunain buat ini MV?
Dan pas lihat MV ini, di adegan si cewek mau jatuh, bahkan batin saya agak menjerit, geregetan, pengen teriak "TANGKEP CEWEKNYA, BEGO!!!"
Frontal dan sadis sih.
Maaf ya.
Makanya saya bilang oke.
But, tiap MV nya 2AM emang tertampak oke sih buat saya. Entah buat yang doyan dan jago menganalisis MV-MV, bisa jadi beranggapan yang berbeda sama saya.
Satu lagi, artinya bagus. Ngena.
FYI. Saya doyan lagu dari musik dan arti lagunya sih, bukan terbatas dari siapa yang nyanyi..
Oke. Thanks to 2AM for their song, Over The Destiny.
You can watch it from this link.
Over The Destiny - 2AM - MV :
2AM "나타나 주라(Over the Destiny)" M/V
Over The Destiny - 2AM - Hangul/Romanization/English Translation :
[Han/Rom/Eng] 2AM - 나타나 주라 (Over The Destiny) Lyrics
Enjoy it!
Tapi tidak mau berhenti juga.
"Bi?"
Aku tersentak. Hening setelah panggilan itu. Yang aku tahu, aku bernafas seperti orang kelelahan sehabis lari. Dadaku sesak.
***
Nb :
Okeee. Untuk kali ini lagu yang terpilih adalah Over The Destiny dari 2AM. Dasarnya sih, berhubung saya juga doyan banget sama 2AM (tapi bukan fans fanatik dari segala macam jenis perkorea-an, karena pengetahuan saya tentang ini mah nggak ada apa-apanya) dan ini lagu terbarunya dari album terbarunya juga Let's Talk.
Kenapa pilih lagu ini?
Karena saya suka lagunya berikut MV nya. Oke banget. Oke dalam artian, entah sudah berapa banyak barang-barang yang hancur yang digunakan buat MV ini. Yang namanya bikin video klip, kecil kemungkinan buat take cuma sekali kan?
Bahkan disini segala-gala ada mobil, sepeda, bahkan tempat tidur yang dijatuhin dari atas.
Kalau itu semua barang asli, berapa uang yang kudu digunain buat ini MV?
Dan pas lihat MV ini, di adegan si cewek mau jatuh, bahkan batin saya agak menjerit, geregetan, pengen teriak "TANGKEP CEWEKNYA, BEGO!!!"
Frontal dan sadis sih.
Maaf ya.
Makanya saya bilang oke.
But, tiap MV nya 2AM emang tertampak oke sih buat saya. Entah buat yang doyan dan jago menganalisis MV-MV, bisa jadi beranggapan yang berbeda sama saya.
Satu lagi, artinya bagus. Ngena.
FYI. Saya doyan lagu dari musik dan arti lagunya sih, bukan terbatas dari siapa yang nyanyi..
Oke. Thanks to 2AM for their song, Over The Destiny.
You can watch it from this link.
Over The Destiny - 2AM - MV :
2AM "나타나 주라(Over the Destiny)" M/V
Over The Destiny - 2AM - Hangul/Romanization/English Translation :
[Han/Rom/Eng] 2AM - 나타나 주라 (Over The Destiny) Lyrics
Enjoy it!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar