Senin, 07 Mei 2012

Buatku, Kamu, dan Waktu-Waktu yang Berjalan - 2

Hari ini, aku menjenguk temanku yang dirawat dirumah sakit. Tidak begitu parah yang dideritanya, hanya salah makan dan mungkin memang kondisi badannya yang kurang fit, menyebabkan dia kekurangan cairan dan dirawat selama 3 hari.

Aku iri.
Dia dijaga pacarnya.

Bukan, bukan iri dia punya pacar dan ada yang memperhatikan dia ketika dia sakit. Lebih-lebih ketika banyak yang mengunjunginya. Hanya sekedar mengetahui kabarnya.

Mungkin beda kalau aku yang ada disana. Belum tentu ada yang menjenguk aku, belum tentu ada yang setia disamping aku, menemani aku.

Karena aku bukan siapa-siapa, bukan seseorang yang punya sahabat. Seperti dia.
Dan seperti teman-temanku yang lainnya.
Aku iri, ketika dia bercerita saat pacarnya segera mengantarnya ke rumah sakit, menungguinya disana, membantu keperluan dia, bahkan membasuh tangan dan kakinya..

Sekali lagi, bukan iri seperti yang itu, tapi iri apakah suatu saat nanti aku juga memiliki sosok yang seperti itu namun untuk posisi yang halal. Rasanya aku ikut tersenyum karena temanku sudah bisa bahagia tanpa merasakan lemah dan sakit lagi, tapi disisi lain aku ingin menangis.
Aku bukan orang dengan kepercayaan banyak orang seperti itu. Kalau terjadi dengan aku, orang-orang pun hanya menganggap angin lalu kondisiku.

Hei, sudah lama aku tidak berjumpa denganmu. Bagaimana kalau disana? Apa kau ikut iri ketika temanmu menghadapi kondisi yang sama?
Aku rasa tidak, bisa ada 2 kemungkinan. Temanmu memang tipe orang-orang yang baik tanpa menginginkan ikatan pacaran sehingga memang hanya teman-temannya, termasuk kamu, saja yan menjenguknya. Atau kemungkinan lain, kamu tidak merasakan hal yang sama seperti aku.

Mengapa?

Karena kamu orang baik, hati kamu baik, dan pastinya kamu tidak akan pernah berpikiran seperti itu karena orang-orang pasti akan mendatangimu, kapan pun, dimana pun, dan bagaimana pun kondisi mu.
Tidak seperti aku.

Aku pusing, aku tidak suka bau rumah sakit. Rasanya melihat semuanya putih, pandangan ku pun turut menjadi putih. Kepalaku berat, mual.
Aku memang lemah, beda dengan kamu yang kuat.
Aku memilih duduk di depan ruangan, menenangkan diriku, menghirup napas dalam-dalam.

Lagi-lagi aku mengingatmu. Aku payah, sangat payah.
Mengingatmu sudah berkali-kali diteriakkan hatiku kalau itu merupakan hal yang sia-sia.
Tapi, tetap tidak bisa.
Apa kabar dirimu hari ini? Tidak sakit seperti temanku, bukan?
Atau tidak sakit kepala seperti ku juga?

Sekarang muncul ibu-ibu yang mengomel-omel karena tidak menemukan pasien yang ditujunya, dan berniat untuk memarahi suster yang sedang berjaga.
Hei, suasana semakin rumit, ternyata pasien yang dituju ibu-ibu itu memiliki nama yang sama dengan temanku.
Dan suster itu memang tidak salah, karena ibu itu tidak memberikan keterangan lebih mengenai pasiennya. Lantas, wajar saja bukan kalau suster itu memberitahu letak kamar temanku?

Hei, sempat aku berandai-andai seandainya aku yang sakit dan kamu yang menjagaku, apa yang kamu lakukan?
Tidak mungkin, jangan berharap suatu yang tak pasti.
Kamu baik, pasti untuk orang yang juga baik. Seberapapun lamanya aku menunggu, tetap saja itu tidak berlaku dimana aku harus berakhir padamu.

Dan,,
Sekarang, salah satu temanku duduk disampingku dan sayup-sayup bernyanyi..

"Bagaimana cara membuatmu bahagia
Nyaris ku menyerah jalani semua
Tak berbagai kata ku ungkap percuma
Agar kau percaya cintaku berharga

tak kuat ku menahanmu
mempertahankan cintaku
namun kau begitu saja, tak pernah merindu

Sungguh aku tak bisa, sampai kapanpun tak bisa..
Membenci dirimu, sesungguhnya aku tak mampu..
Sulit untuk ku bisa, sangat sulit ku tak bisa..
Memisahkan segala, cinta dan benci yang kurasa..

Apa kau mengerti ku sedih sendiri
tanpa ada kamu ku merasa sepi
Tlah lama ku menantimu
diam sendiri menunggu
setengah hati mencinta, kusakit karena mu..

Sungguh aku tak bisa, sampai kapanpun tak bisa..
Membenci dirimu, sesungguhnya aku tak mampu..
Sulit untuk ku bisa, sangat sulit ku tak bisa..
Memisahkan segala, cinta dan benci yang kurasa.. "
(Cinta dan Benci - Geisha)

"Tumben galau.."
Dia melirikku, "Siapa yang galau? Lo kali kalo nyanyi yang galau-galau mulu."
Aku cuma bisa tersenyum kecil, kepalaku masih berat, sakit.

"Beli buka puasa nggak? Sebentar lagi maghrib lho. Kalau sekalian pulang aja, gimana?"

Oke, aku setuju. Tapi suasana masih kurang bersahabat, ibu-ibu itu muncul lagi dengan tetap masih mengomel-omel ria. Aku menyuruh temanku terlebih dahulu untuk berpamitan, biar aku menyusul belakangan. Rasanya aku masih ingin menyendiri, menikmati suasana sore menjelang adzan maghrib, tenang, sejuk, matahari mulai meninggalkan posisiku saat ini.

Matahari yang selalu ikhlas menerangi dan tak pernah egois menyinari bumi. Dan kini mulai menghilang terganti langit yang mulai redup.
Sontak aku tersenyum menatap langit, menghela napas dalam-dalam sekali lagi.
Tolong ajari aku bagaimana pengorbanan yang tulus itu, agar aku ikhlas ketika ia tak lagi atau bahkan tidak mungkin bisa bersamaku..

****

" Telah lama aku bertahan,. demi cinta wujudkan sebuah harapan..
Namun ku rasa cukup ku menunggu.. semua rasa tlah hilang..

Sekarang aku tersadar, cinta yang kutunggu tak kunjung datang.
Apalah arti aku menunggu bila kamu tak cinta lagi..

Namun ku rasa cukup ku menunggu.. semua rasa tlah hilang..

Sekarang aku tersadar, cinta yang kutunggu tak kunjung datang.
Apalah arti aku menunggu bila kamu tak cinta lagi..

Dahulu kau lah segalanya,, dahulu hanya dirimu yang ada di hatiku,,
namun ekarang aku mengerti,, tak perlu ku menunggu sebuah cinta yang semu...

Sekarang aku tersadar, cinta yang kutunggu tak kunjung datang.
Apalah arti aku menunggu bila kamu tak cinta lagi.."
(Apalah (Arti Menunggu) - Raisa)


"Tuh kan, nyanyinya galau"
Aku tertawa. Lirih. Bukan, aku nggak berharap seperti yang di lagu itu kok.
"Ayo nyanyi lagu galau lagi..gue suka lagu galau.."

Aku memijat-mijat keningku, makin pusing, tapi biarlah, pasti hilang seiring berjalannya waktu. Sama seperti mengingatmu, terkadang muncul mendadak membuat rasanya sakit bukan kepalang karena tidak tahu apa yang harus dilakukan, tetapi terkadang dia hilang begitu saja tanpa diminta dan apabila ada penawarnya...

Tidak ada komentar: