Aku ingin bercerita, Tuhan. Di malam ini, di sunyinya suasana ini, dan di kondisi seperti ini.
Tentang orang-orang yang masih memiliki mimpi, tentang jiwa-jiwa yang masih menyimpan harapan. Setidaknya, orang-orang seperti itulah, orang-orang yang masih memiliki semangat untuk meneruskan hari-harinya. Orang-orang yang masih percaya bahwa ada Zat yang Maha Kuasa yang tak pernah lelah mendengar keluh kesah dan menemani setiap detik perjalanan kehidupan mereka.
Termasuk aku. Yang masih memiliki harapan dan mimpi tentang suatu indikator keberhasilan. Yang masih terkadang merasa kerdil ketika tak mampu memberikan suatu kebahagian bagi orang lain. Dan yang masih memiliki kepercayaan bahwa suatu saat nanti, aku bisa menjadi hebat dan menciptakan orang-orang hebat lewat diriku.
Ya, suatu saat nanti.
Rasanya membahagiakan orang lain menjadi suatu kepuasan tersendiri bagiku. Setidaknya dalam hitungan beberapa detik, ketika sebentuk garis itu tampak jelas di mataku. Ada suatu kekuatan magis tersendiri yang memberikan kesan kalau mereka masih punya semangat dalam hidupnya. Ada suatu keyakinan bahwa hati mereka pasti akan menjadi lebih baik meski hanya sepersekian persen kadarnya.
Ya, meski dalam beberapa hitungan detik pun, saya menikmatinya. Karena bagi saya urgensi senyum bukan hanya sekedar tanda dari keriangan dan kebahagiaan. Lebih dari itu.
"Kamu tak akan pernah tahu arti senyum dari orang-orang pinggiran seperti itu."
"Memangnya kamu tahu?"
Diam. Hening.
"Ah, paling hanya sekedar formalitas ketika bertemu dengan orang lain. Memang tabiat orang Indonesia seperti itu, bukan?"
"Apakah berlaku juga buat kamu?"
"Yaa, aku rasa setiap orang juga begitu. Kamu juga palingan seperti itu."
"Bahkan ketika melihat seseorang yang tersenyum tulus seperti itu, yang berterima kasih dengan ikhlas padamu? Tidakkah kamu merasakan ada suatu hal yang berbeda dari hatimu?"
"Maksudmu? Memangnya apa hubungan nya dengan keihklasan? Ada juga lho, senyum ikhlas dan pura-pura. Memang kamu mengerti bagaimana membedakannya?"
"Bukan, aku juga tidak tahu membedakannya kalau bukan karena aku, orang itu melontarkan senyumnya."
"Lantas?"
"Tapi aku bisa mengetahuinya. Dari perasaan hati aku. Ada suatu kelegaan dan kerelaan tersendiri, bahkan rasa-rasanya aku ingin ikut tersenyum seperti mereka."
"Semudah itukah? Berteori itu memang mudah, kawan"
"Tapi mempraktikannya juga tidak kalah mudah, kalau kamu mau melakukannya."
Kembali diam. Aku terpaku, mencoba tersenyum meresapi kata-kata diri saya sendiri.
Sebuah pemandangan indah ketika kawan saya, sahabat saya mulai menampakan senyum indahnya.
"Ya, aku kalah. Urgensi senyum tidak hanya untuk suatu "kesenangan", bukan?"
Kamu, dunia ini luas.
Dengan bermiliar-miliar orang, bermiliar-miliar pula kepribadian dan watak, berpangkat entah berapa juta mengenai harapan dan doa-doa yang terlontar, dan tak kalah pula berpangkat berapa juta mengenai cobaan-cobaan yang diterima. Dan untuk menerima dan meneruskan hidup, butuh suatu energi tersendiri dimana kita mampu bertahan atas semua kejadian, baik ataupun buruk.
Tidak semua kondisi orang-orang yang ada di dunia, sama. Ada segelintir orang yang bahagia karena baru memperoleh jabatan baru, ada pula sekelompok orang yang sedih karena tak tahu harus memperoleh uang dengan cara seperti apa lagi.
Ada kumpulan orang-orang yang tetap mengisi jiwa nya dengan semangat-semangat yang masih tersimpan dalam dirinya, tapi ada pula orang-orang yang tak tahu lagi harus berbuat apa.
Kamu, ada banyak cara menikmati sepotong kehidupan, entah dalam kondisi sedih ataupun senang. Memandang riak kecil air di kolam akibat tetesan air yang terjatuh dari atap rumah. Mendengar suara gemerisik gerimis yang membasahi jalanan. Menghirup udara segar di pagi hari. Melihat anak-anak kecil berkeliaran sambil tertawa riang. Saat melihat noda di baju yang kita sendiri tidak tahu dikarenakan apa. Saat menyadari bahwa barang yang kita miliki tertukar dengan milik orang lain. Ketika melihat kerincingan di depan pintu rumah bergerak dan menimbulkan suara akibat ditiup angin.
Ada banyak cara. Baik atau buruk.
Dan semua itu, apabila kita mengetahui dan menikmatinya, tidak terasa "senyum" itu juga timbul.
Ya, bagiku, senyum bukan hanya untuk kebahagiaan. Ketika sedih pun saya rasa sah-sah saja apabila kita tersenyum. Itu tandanya, kita masih punya semangat, kita punya rencana yang lebih baik, kita punya keyakinan yang lebih besar daripada semuanya, dan kita punya harapan akan kebahagiaan lainnya.
Sederhana, tidak sulit. Hanya sisipkan sebentuk garis melengkung kebawah pada bibir kita, disetiap urusan, baik ataupun buruk.
Sederhana, tidak sulit. Hanya bantu mereka melakukan posisi seperti itu, dan kamu akan rasakan betapa lega dan puasnya karena telah membuat orang tersenyum.
Dan kemungkinan kamu ikut tersenyum, pasti lebih besar.
Ya.
Karena buatku makna senyum tidak hanya untuk itu.
Kamu. Jangan bersedih. Tetaplah tersenyum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar