Rabu, 19 Maret 2014

Buatku, Kamu, dan Waktu-Waktu yang Berjalan - 15

"Eh, ini kenalin. Ada yang baru masuk kerja lagi disini. Ayooo pada kenalan yaaa."
Aku melirik sekilas. Anak baru. Aku tersenyum padanya, berkenalan. Dia perkenalkan namanya, aku balas dengan menyebutkan namaku. Sedikit berbasa-basi, tanya asal, umur dan tinggak dimana.

Aku sesungguhnya tidak terlalu menyukai perkenalan. Entah apa alasannya, aku sendiri tidak tahu.

Perempuan itu hanya berbeda satu tahun denganku. Akhirnya, predikat paling muda ditempat kerja ku telah berpindah tangan. Dia pun sepertinya tipe pendiam, tapi entahlah. Kesan pertama tidak selalu kenyataannya yang sebenarnya, kan?
Suasana agak sedikit ramai. Kebetulan adegan ini bertepatan dengan waktu istirahat.

***

“Ada anak baru… Tiga orang. Sebentar lagi mau ke kelas tuh…”

Rajinnya pindahan sekolah. Keluar uang bayaran sekolah lagi, adaptasi sama orang-orang baru lagi. Kalau aku pasti lebih memilih tidak pindah. Aku tidak terlalu menyukai perkenalan.

Tiga orang masuk, dibelakangnya wali kelasku ikut serta.

Satu per satu memperkenalkan diri. Satu perempuan, dua laki-laki. Sesungguhnya hari ini aku malas masuk sekolah. Awal-awal semester baru, hawa liburan belum hilang, ngantuk. Teman sebangkuku pun juga terlihat ogah-ogahan. Acara kenal-kenalan ini sangat tidak mempengaruhi antusias kami berdua sepertinya.

Orang kedua. Berdiri ditengah barisan. Perkenalannya biasa. Sangat biasa. Aku menatapnya sekilas dan semuanya seperti berhenti.

Sekejap. Aneh. Aku terhenyak cukup lama.

***

“Ah, males banget. Baru masuk udah tugas buat dialog bahasa Inggris segala,” perempuan unik yang duduk disebelahku betul-betul lucu. Suka mengeluh. Tapi lucu. Dia tidur-tiduran di meja, bermalas-malasan, tidak semangat.

“Bikin kelompok lho. Nggak kebagian nanti kita.”

Dia pasang wajah menyebalkan tapi lucu nya itu. Diam sebentar, aku balas berkata, “Aku juga males banget nih. Gimana kalau pasrah aja dapat kelompok nya? Sama anak baru aja tuh. Kasian.”

“Yaudah. Ajak gih.”
“Kamu aja. Aku ngantuk. Hahaha,” balasku.

Dia cemberut tapi entah mengapa patuh. Sambil ogah-ogahan, aku membolak-balik buku bahasa Inggris ku. Selanjutnya aku tidak ingat, yang kuingat hanya kamu berjalan perlahan menuju meja tempatku duduk, lebih banyak diam, dan menerima keputusan semuanya.

***

“Biodatanya tulis di kertas aja ya. Nanti kumpulin di gue...”
Tidak penting sih sebetulnya. Malas sekali membuat biodata apapun itu. Dengan buru-buru, kubuat, seadanya, langsung kuserahkan ke temanku.

“Tolong oper dong. Sekaliaaaaan...,” itulah kesempatanbagi yang posisi duduknya di depan, sedangkan yang bertugas mengumpulkannya duduk di belakang.

Dia lagi. Menoleh ke belakang. Ikut serta menitip kertas. Lagi-lagi aku terdiam untuk beberapa saat. Kamu, tahukah ini?  Dulu, diawal aku masuk ke kelas ini dan belajar untuk pertama kalinya sekaligus duduk bersama teman sebangkuku ini, tepat di posisi yang sama dengan yang kamu tempati saat ini. Sama-sama duduk di paling depan dan duduk disebelah kiri.

"Katanya, pegang di lo dulu aja. Nggak enak udah mulai belajar," bisik yang duduk dibelakangku. Baiklah. Sekedar mengumpulkan, sekaligus bisa melihat data anak-anak sekelas. Kalau melihat data orang lain, yang selalu jadi perhatian utamaku selalu "nama".

"Hihihi, lihat deh. Yang anak baru ini namanya lucu. Eh iya, katanya dia disekolah dulunya, suka dijahatin sama teman-temannya. Kasian ya. Makanya pindah kesini," teman sebangkuku sibuk melihat-lihat tulisan-tulisan di kertas.
"Seriusan?"
Temanku balas mengangguk. Ah. Dulu aku juga pernah merasakan rasanya dibully. Semoga disini kamu tidak merasakannya lagi.

Aku ikut-ikutan melihat-lihat tulisan tangan beraneka bentuk, dari yang tulisannya rapi sampai yang aneh sekali. Hingga kertas yang bertuliskan namamu sampai pada penglihatanku.

Sejak awal dirimu menyebutkan namamu, aku sudah menyukainya.
Bagus.
Tanpa sadar aku mencuri datamu diam-diam.

Nomor kontakmu.

Maafkan aku.

Kamu, pernahkah merasakan dimana dirimu merasa percaya sepenuhnya pada orang yang pertama kali kamu temui? Tanpa kamu minta. Datang dengan sendirinya. Bertemupun baru kali ini.
Pernahkah?

Sayangnya, itu yang aku rasakan dan yang membuat aku terdiam sejenak ketika melihat orang yang berdiri ditengah barisan pada awal ajaran semester ini.

***

"Ada tugas Geografi, halaman xx-xx... Besok dikumpulin lho."

Sesungguhnya aku tidak tahu mengapa senekat itu mengirim pesan singkat padamu.

***

"Kamu mau kemana?" tanya teman seruangan divisi ku bekerja.
"Ke kamar mandi," aku berlalu sambil tersenyum. Bergegas menuju wastafel, kubasuh wajahku dengan air berkali-kali. Sesekali menatap ke cermin. Menatap wajah kosong yang terpantul disana.

Ah. Maafkan aku. Memori ini seakan-akan belum mampu terhapuskan secara permanen di otakku. Aku tidak suka perkenalan. Aku menghapus perlahan air mata yang entah mengapa sudah ikut merebak keluar dari tempatnya, menyaru, menyamar bersama air di wajahku. 
Lupakan. Sebegitu sulit kah? Hai diri, mau menunggu sampai kapan lagi?

Aku menghela napas sekuat mungkin. Ya. Harus.

Dan pada detik selanjutnya, aku seakan-akan tersentak. Terdiam, seakan-akan ada yang menjerit dimana hanya aku yang mampu merasakannya.
"Jangan."
Aku terdiam. Kaku. Menatap bayangan di cermin.

Bodoh. Tidak mungkin itu kebetulan.

"Kalau dia tidak pindah dulu, kamu tidak akan pernah kenal dengannya."

Lagi. Aku tersentak. Terdiam.
Ah. Tapi dia menghilang. Makanya aku tidak menyukai perkenalan.

"Jangan."

Waktu seakan-akan berhenti sejenak. Lagi. Aku lagi-lagi diam. Air mata ku kembali luruh.
Aku ingin menyerah. Sungguh.

Tidak ada komentar: