Jumat, 20 Februari 2015

Coretan Kejora - 2

Kalau bukan kita yang mentarbiyah diri kita sendiri, maka siapa lagi?
Seperti kali ini, aku merasa...

"Kak Kejora, bapak tukang es dawet itu nangis."
Aku mengikuti arah yang adikku tunjuk. Ah iya, aku melihatnya. Seorang bapak tua dengan wajah yang sudah lelah, efek usia yang juga tidak bisa disembunyikan, dan dia menyatukan kedua telapak tangannya, menggenggam penuh erat di wajahnya.
Dan ada air mata di pipinya.

"Beli gih dek. Kamu punya uang berapa?"
"Tapi kan dingin kak. Abis hujan."
"Biarin. Nanti kamu minta bungkusin aja sama bapaknya. Nih kakak cuma megang uang lebih Rp 20.000."
"Kak itu banyak banget, mau beli sepanci?"
"Nggak apa-apa dek. Buru gih, keburu bapaknya malah pergi."
Dan adikku bergegas menuju si bapak tukang es dawet.

Aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya hingga adikku kembali dengan menenteng kantong plastik lima buah.
"Dapat berapa?"
"Nggak tahu. Aku nggak ngitung kak. Tadi aku tambahin lagi Rp 10.000. Kak, tadi pas aku bilang mau beli, bapak nya tanya mau beli berapa, aku bilang beli Rp 30.000 dapat berapa, beliau sampai bengong gitu lho kak."
"Oh ya? Terus?" Aku ambil satu plastik kecil dan mulai menikmatinya,
"Kak, ih dingin sih. Katanya buat ntar aja," protes adikku.
"Nggak apa-apa. Insya Allah malah berkah. Terusin lagi ceritamu dong."
"Bapak nya bengong terus kayak kliyepan gitu matanya terus beliau balik badan sambil ngusap-ngusap matanya. Kayaknya nangis lagi. Dan beliau nanya masti-in gitu kak, "Adek betulan mau beli Rp 30.000?" Aku bilang aja, iya."
"Ah, semoga bisa jadi rezeki buat bapaknya ya."

"Bapak nya sambil berkali-kali pegang tangan aku dua-duanya kak. Kayaknya berterima kasih banget. Aku malah jadi nggak enak beliau sampai segitunya."
"Mungkin beliau emang belum begitu laku jualannya, apalagi hujan, makanya pas kamu bilang mau beli, dia jadi kayak bersyukur banget."
Adikku mengangguk tapi lantas berkomentar lagi, "Kasian ya kak sama orang-orang yang kayak gitu. Dunia kayaknya kejam banget. Aku ngebayangin, mungkin kalau aku jadi si bapak, wah nggak tahu deh aku bakalan kayak gimana. Jangankan gitu kak, kesusahan dikit aja, nggak tahu harus minta tolong sama siapa, ah ya ampun kak, beliau tegar banget."
"Hmmm, bisa aja sebetulnya beliau itu justru rapuh, siapa sih dikasih kondisi kayak gitu yang hati dan pikiranya nggak karuan? Tapi beliau mungkin tahu ada yang bakalan selalu menguatkan disamping beliau. Dek, Allah itu dekat. Bahkan lebih dekat dari urat nadi kita."

Aku memikirkan perkataan ku beberapa jam yang lalu. Iya, aku tahu itu penggalan ayat Q.S Al-Baqarah. Lantas aku buka Al-Qur'an ku, aku cari dan saat aku menemukannya, entahlah, aku sulit mengatakan apa yang aku rasakan saat ini.
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang-orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran." (Q.S Al-Baqarah : 186)
Seketika badanku rasanya lemas. Padahal aku berkata "Allah itu dekat" ke adikku, dengan maksud, ya kalaupun tidak ada yang menolong kita, ada Allah yang selalu stand by disamping kita. Tapi ternyata ketika aku lihat terjemahannya...
Aku yakin makna nya lebih dari itu.
Lebih.
Jauh lebih luar biasa daripada itu.

Aku tahu aku tidak punya pemahaman untuk menafsirkan ayat Al-Qur'an. Ketika aku membaca artinya dengan lengkap, aku hanya merasakan suatu hal yang aku sendiri sulit untuk mengungkapkannya.

Aku merasa betapa Allah begitu luar biasa. Bahkan Dia sudah mengantisipasi apabila ada kaum Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam menanyakan, "Dimanakah Tuhan kita ya Rasulullah?" maka lantas dia turunkan ayat ini. Dia katakan agar Rasulullah sampaikan kepada mereka bahwa diriNya dekat dengan hambaNya. Dia gunakan kata ganti "Aku" seakan-akan memang diriNya punya hubungan yang dekat dengan kita.
Padahal diri kita sendiri tidak jarang menjauh dariNya.
Sungguh, seluruh badanku rasanya...lemas.

Kita bisa anggap orang yang spesial dengan kita, yang kita kagumi, yang punya hubungan dekat dengan kita, dan berkata ketika kita sedang merasa kalut, "Hei, tenang, kan ada aku disini."
Begitu juga Allah. Allah bahkan tidak mengatakan, "Ya Muhammad, katakanlah (pada mereka) bahwa Tuhanmu dekat."
Tapi Dia justru seakan-akan berkata langsung pada kita, pada hamba-hambaNya dengan perantara Rasulullah, "ya, Aku dekat denganmu".
Sedangkan kita seringkali mengalpakan kehadiranNya, apakah kita sebenar-benar hambaNya yang mencintai Dia seutuhnya?
Aku bilang, "Ya Allah aku mencintaiMu, sungguh aku mencintaiMu", tanpa sadar bahwa sesungguhnya Dia pun membalas pernyataanku dengan caraNya sendiri.
"Aku kabulkan permohonan orang-orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku"
Aku tergugu. Dia akan kabulkan doa semua orang, tidak hanya orang-orang yang kita anggap agama nya jauh lebih hebat dari kita, tidak sebatas orang-orang yang ahli ibadah, tidak hanya orang-orang kaya atau punya kekuasaan tertinggi. Tapi semua orang.
Semua orang yang berdoa kepadaNya.
Dia seakan-akan ingin memberitahu kita, "Aku ada. Aku benar-benar ada. Bicaralah pada-Ku lewat doa-doa mu. Aku akan kabulkan. Siapapun yang ingin berdoa kepada-Ku, silahkan berdoalah"

Kita bahkan sulit meminta bertemu dengan dosen hanya sekedar bisa berbicara untuk bahas skripsi. Bertemu dengan dokter hanya sekedar untuk konsultasi harus punya janji. Bertemu dengan orang-orang penting, birokrasinya minta ampun, padahal hanya sekedar berbicara dan itupun dijatah hanya beberapa menit saja.
Allah Yang lebih tinggi jabatannya, kekuasaannya, pemilik alam semesta, segala-galanya, Dia berikan kebebasan pada hambaNya, siapapun, untuk bisa berbicara padaNya lewat doa, memohon sebanyak mungkin padaNya, kapanpun yang kita mau, dimanapun.

Aku malu.
Sebegitu luangnya waktuNya untuk aku, tapi hanya pada saat-saat tertentu saja aku menganggapNya ada. Hanya pada saat aku betul-betul di posisi sulit, baru aku berbincang padaNya.
Tidakkah itu hal menyakitkan, ketika aku mengaku mencintai, tapi berbincang pun jarang? Bahkan orang tua ku pun sedih jika melihat anaknya tidak mau berbicara padanya. Apakah Allah jikalau aku begitu juga lantas merasa sakit dan dengan mudahnya mengatakan, "Sungguh aku membenci Kejora" begitu saja?
Tidak. Sekalipun tidak. CintaNya akan tetap sama, tidak berubah. Karena aku pun tahu, dia tidak butuh itu. Justru aku yang sangat membutuhkan Dia.

Ratusan milyar atau bahkan triliunan manusia, pada saat yang bersamaan, memohon padaNya, adakah Dia luput melupakan salah satu dari kita? Satu-satunya yang mengetahui diri setiap orang yang ada di dunia ini, kemampuan dan keterbatasan satu per satu dari kita, mana yang baik dan tidak baik untuk kita, sungguh, Allah sangat luar biasa. Maka siapa lagi kah yang mampu berbuat sedemikian rupa?
Dia tahu aku, Dia ingat aku, Dia tahu kelemahan dan kelebihan aku, Dia tahu segala macam sifat aku, Dia tahu kebiasaan-kebiasaan aku. Tapi Dia juga tahu siapa dirimu, dirinya, diri mereka, diri orang-orang diluar sana. Dia tahu. Dia tahu kondisimu saat ini seperti apa.
Maka ada lagikah Yang Lebih Mengetahui, Yang Lebih Memerhatikanmu, Yang Lebih Memahamimu dengan sebaik-baiknya selain Dia?

Dan ketika aku memohon padaNya, ya, sesungguhnya Dia tahu aku, "Kejora memohon padaKu".
Atau mungkin bapak yang tadi aku temui, yang aku lihat sedang menggenggam kedua telapak tangannya seraya menutupi wajah yang aku anggap mungkin beliau sedang berdoa. Allah pasti tahu siapa beliau, "A memohon padaKu. Aku tahu dia, aku tahu apa yang dia minta, dan Aku tahu kondisinya."
Tapi...
"Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku..."
Aku paham, aku juga semestinya berusaha. Berusaha dengan menjalankan kewajiban-kewajibanku terhadapNya, berusaha sesuai dengan apa yang aku harapkan. Doamu, "Ya Allah semoga aku bisa menikah dengannya", "Ya Allah semoga nilai IPK ku bagus", "Ya Allah semoga aku bisa mendapatkan pekerjaan disini", kita bebas berdoa sebaik apapun yang memang kita impikan. Tapi Allah seakan-akan mengatakan pada kita, "hendaklah kamu juga berusaha untuk memenuhi perintahKu". Dia tidak katakan, "Kamu harus penuhi perintahKu". Tidak. Tapi Dia seakan-akan berkata "Setidaknya kamu berusahalah." Karena Dia juga ingin melihat usaha aku, kamu, dan yang lainnya.
"...dan beriman kepadaku, agar mereka memperoleh kebenaran."
Dan saatnya, ketika aku memohon padaNya, ketika doa-doaku tidak lantas dijawab dengan segera. Aku semestinya paham, sekali-kali bukan karena Dia melupakan aku, bukan sekalipun dia melupakanmu. Dia mengujimu, apakah lantas kita berputus asa dan kembali melupakan Dia atau tidak?
Karena Allah tahu cara terbaik untuk menjawab doa-doamu. Allah tahu mana yang terbaik, waktu yang terbaik, atas semua pengharapanmu. Allah tahu apa yang harus Dia lakukan untuk menjawab doa-doamu yang bahkan tidak pernah sedikitpun kamu pikirkan, dan jika saatnya tiba kamu akan merasa, "Oh, ternyata Allah menjawab doa ku seperti ini". Dan apabila ketika memohon padaNya, dirimu sepenuhnya percaya, tawaddhu, dan ikhlas apapun padaNya, pada saat semuanya terjawab, kamu akan yakin dengan seyakin-yakinnya , bahwa "Ya, benar. Allah benar-benar ada bersamaku."

Allah.
Terima kasih atas pembelajaran hari ini padaku.
DiriMu sungguh sebenar-benarnya ada bersamaku dan hamba-hambaMu yang lain.

***

Nb :
Tulisan ini saya buat fiksi, tapi overall dasar dari penulisan atas pemahaman ayat Q.S Al-Baqarah 186 ini adalah ngambil sedikit banget dari Tafsir Ibnu Katsir dan banyaknya dari penjelasan versi Ust. Nouman Ali Khan. Yang lebih rinci sebagai pengetahuan yang lebih dalam dan jelas bisa dilihat di (Indonesian Subtitle) Nouman Ali Khan: "Allah is Near".


Tidak ada komentar: