Rabu, 11 Februari 2015

Senja dan Kejora - 1

"Kau harus bisa bisa berlapang dada,
kau harus bisa bisa ambil hikmahnya,
karena semua semua tak lagi sama,
walau kau tahu dia pun merasakannya..."

"Ra, berhenti deh. Itu lagunya diulang terus daritadi."
Tidak ada tanggapan, yang ada cuma penampakan yang sama. Kejora sedang duduk menatap jendela yang padahal banyak banget debu nya. Dan sambil dengar lagu yang sama berulang kali.

"Ra. Ih ganti kek kalau gitu lagunya."
"Kasian, Njaaaa."
"Apaan yang kasian?"
"Video klipnya."
"Ish, nggak penting banget. Aku kira ada apaan."
Kejora balik badan menatap Senja. "Ah, Nja. Semoga aja kita bisa nggak ngerasain hal yang sama kayak gitu ya. Nggak menyakiti perasaan orang lain. Dan bisa lapang dada kalau semisalnya ada orang yang kita suka, terus ternyata orang itu bukan buat kita. Hmm..." Kejora membalikan badannya kembali menghadap jendela.

"Biar gimana pun juga, Ra. Di akhir perjalanan tentang perasaan setiap manusia pasti ada yang tersakiti. Tinggal stadium nya aja yang berapa sama seberapa kemampuan hati nya menguatkan diri sendiri."
"Kok gitu, Nja?" 
"Kamu pernah suka sama orang? Sama laki-laki atau para ikhwan-ikhwan kece yang alamakjang?"
Kejora bengong menatap Senja.
"Pernah nggak? Iyalah pernah, kamu aja punya 'yang sedang diharapkan'. Ahahaha"
Kejora mencibir, "Kayak kamu nggak aja, Nja."
"Nah. Nggak munafik 'kan begitu? Maksud aku, pastilah setiap manusia yang sudah waktunya, punya perasaan tertentu pada seseorang. Nah, semisalnya kamu suka sama si kakak itu, dan berhubung kamu juga ngerti lah ya menjaga hati, nggak pecicilan, jadi cuma bisa dipendam doang, bahkan pernah ngobrol pun nggak..."
"Bentar, bentar. Aku? Aku doang? Kamu juga kali, Njaaaa"
Senja tertawa, "Iyaaa, aku jugaaaaa. Puaaas?"
"Lanjutkan."

"Nah, kamu, eh kita deh ya, ngobrol aja nggak pernah, ketemu nggak pernah karena aktivitas kita udah beda tempat, kontak juga cuma media sosialnya doang yang untungnya dia update banget lah yaaaa, lantas kalau ternyata dia tiba-tiba share semisalnya di Facebook undangan walimahan nya, nyesek nggak?"
Kejora diam sambil memain-mainkan ujung bajunya.
"Nggak usah dijawab. Aku juga pasti nyesek kok, Ra."
"Iya juga sih, Nja. Tapi kan kita juga kan yang nggak mau terang-terangan kalau suka..."
"Kamu mau terang-terangan suka, gitu? Nggak apa-apa sih. Ibunda Khadijah aja ngaku terang-terangan suka sama Rasulullah. Tapi kita apa sih, Ra? Jauuuuh banget dibanding Ibunda Khadijah. Ah, itu bahasnya beda lagi. Fokus ke tersakiti perasaan dulu aja ya."
"Oke. Terus?"
"Nah ngerasa nggak sih? Yang diam-diam suka aja bakalan nyesek, coba kalau semisalnya yang emang ngaku suka tapi ternyata ditolak, atau yang pernah "pacaran" buat yang emang memperbolehkan dirinya untuk pacaran, terus ternyata putus, terus ternyata mantannya nikah dengan orang lain sedangkan dia belum move on-move on juga? Atau lebih hebatnya lagi, yang di PHP-in semisalnya deket sama kita, kita pikir dia juga punya perasaan kayak kita tapi ternyata diakhir dia malah jadinya sama orang lain dan..."
"Dan?"
"Kita cuma dianggep 'kamu kan teman baik aku' atau 'kamu udah aku anggep kayak adik aku sendiri', Lantas dia pergi gitu aja tanpa tahu setelah dengar ucapannya dia perasaan perempuan kayak gimana."

Kejora menggigit bibirnya. "Ah, Nja. Kamu buat aku jadi mikir kayak gini. Iya juga ya. Pasti ada yang tersakiti. Entah yang "terlihat" atau yang "tidak terlihat". Nja, aku juga bakalan gitu nggak ya?"
Senja menggaruk-garuk kepala nya. "Kan aku bilang tadi. Pasti."
"Jadi?"
"Kamu nggak cuma suka dengan satu orang aja kan selama kamu hidup?"
Kejora menggeleng, "Iya sih, Nja. Terus?"
"Terus apa?"
"Njaaa serius. Teman kelas aku ada yang suka sama ada lah itu kenalan nya, emang sih diam-diam juga kayak kita gitu deh. Dan kemarin dapat kabar kalau yang disukainnya itu mau nikah."
Senja tersenyum. "Itulah kenapa kita suka diwanti-wanti dari awal, Ra. Don't expect from others, expect only from Allah. Sesuka-sukanya kita sama orang, senaksir-naksirnya kita, kagum atau apalah jenis nama lainnya, jangan menaruh harapan pada orang lain. Berharaplah sama Allah. Berharap kalau-kalau memang bukan dengan dia, biarpun tersakiti, semoga itu yang terbaik."

"Teori emang gampang Nja, praktiknya susah."
"Yang bilang gampang juga siapa? Ahahaha."
"Ih, Senjaaaa. Coba gini deh, kamu yang jadi teman aku itu, kamu bakalan ngapain?"
"Nangis."
"Cerdas banget jawabanmu, Nja."
"Iyalah. IQ aku 370."
"Bohong banget."
"Tapi seriusan. Apalagi yang bisa dilakuin? Mau nyewa orang buat menggagalkan nikah orang yang kita suka? Dosa lah, Ra. Terus mau apa? Pura-pura tersenyum seakan-akan nggak ada apa-apa? Berarti jiwa kamu dipertanyakan."
"Berarti wajar dong ya kalau nangis?"
"Iyalah. Siapa yang nggak ngebolehin nangis? Setangguh dan sekuat apapun manusia apalagi perempuan, bisa nggak kalau nggak nangis seumur hidup?"
Kejora menatap jendela kembali.
"Tapi, Ra. Nangis lah sama Yang Memiliki hati kamu. Nangislah sekejer-kejernya, sepuas-puasnya sama Yang Menciptakan kamu. Eh, kita deh. Aku juga pernah kecewa karena ternyata orang yang duluuuu banget aku pernah suka ternyata sekarang menghilang begitu saja tanpa kabar, dan aku cuma bisa apa? Aku pikir, akan lebih baik kalau aku nangis sama Allah. Aku bebas mau nyesek kayak gimana, aku bebas mau ngomong apapun. Cuma Dia yang tahu."

Kejora menatap Senja dengan serius, "Seriusan, Nja? Kamu pernah suka sama orang dan orang itu menghilang gitu aja? Kamu suka nya diam-diam gitu, Nja? Terus habis ngadu gitu kamu gimana?"
"Nanya nya kayak turis. Banyak banget. Jadi buka rahasia kan aku jadinya."
"Ahahaha. Habisnya. Bukan salah aku dong. Kamu sendiri yang ngaku."
"Nggak usah bahas perasaan aku nya lah. Yang pasti setelah ngadu aku jauh lebih tenang. Aku jauh lebih percaya ada yang lebih baik lagi buat aku dari Allah nanti."
"Otomatis gitu, Nja?"
"Nggak. Perlahan lah. Emang kamu kira bisa instan gitu aja? Perlahan nanti, mata hati kamu juga bakalan kebuka kok."
"Tapi sekarang masih ngarep nggak? Misalnya ternyata kamu ketemu lagi sama dia dan dia juga masih free. Ahahaha."
"Kok jadi nanyanya gitu?"
"Kenapa sih, Nja. Nggak suka banget aku nanya soal kayak gini."
"Bukan nggak suka. Yaudah, ngarep lagi kah? Entahlah. Tapi yang pasti sekarang, aku nggak berharap lagi sama dia. Dalam artian, aku mau menjalani hidup aku yang sekarang aku rasain aja. Aku nggak mau memikirkan sesuatu yang bahkan aku sendiri nggak tahu apalagi mungkin dia juga nggak tahu aku kayak gimana sekarang. Wasting time nggak?"

Kejora menganggung-angguk, "Tapi kalau semisalnya ternyata dia menghilang buat 'menjadi lebih baik' dulu, dan BUUUM nanti dia muncul gitu lagi, gimana?"
Senja diam sejenak, "Dia belum tentu baik buat aku kan, Ra? Jadi selama belum ada kepastian, lebih baik, dan semoga kalau sampai hal itu terjadi, aku nggak mau berharap terlalu besar sama dia. Lagi."
"Yakin?"
"Raaaa, udah deh. Tapi ya gitu lah, Ra. Kita pasti bakalan sakit "perasaan", entah kondisinya kayak apa, entah stadium nya sampai berapa. Tinggal pintar-pintarnya kita aja mengendalikan diri dan lebih banyak dekat sama Allah."
"Iya juga sih, Nja. Eh, bisa jadi juga ternyata ada laki-laki atau ikhwan yang suka sama aku terus ternyata aku nikah sama orang lain, dan dia yang sakit, berarti aku jadi pelaku nya dong?"
"Bisa jadi."
"Terus kalau gitu, gimana?"
"Aku nggak tahu, Ra. Tapi aku pikir, kita perempuan bisa apa sih? Kalau laki-laki itu emang suka sama kita, serius, yaaa hadapin lah. Yang ngelamar, kalau emang mau nikah, kan yaaa yang ngelakuin pihak laki-laki, masa iya perempuan yang nanya, "Saya berniat menikahi putra bapak." Gila kali."
"Ahahahaha. Dasar. Iya juga ya, kita nggak salah. Kalau kita yang suka diam-diam, terus ternyata ikhwan kece alamakjang itu ternyata nikah sama orang lain, yaaa dia juga nggak salah, Ini soal keberanian aja, gitu?"
"Keberanian dan takdir. Kamu atau dia yang berani tapi kalau bukan takdir, sampai kamu punya jenggot juga nggak bakal jadi-jadi."
"Ya kali aku jenggotan."
"Laa haula wa laa quwwata illa billah, Ra. Sampai kapanpun kita nggak bisa berbuat apapun yang sudah ditetapkannya, tidak bisa menolak atau memiliki selain apa yang Allah kehendaki. Iya, kan?"
"Cerdas banget si Senja. Ah iya, semoga kalaupun kita tersakiti, kita bisa langsung sadar, bahwa pasti ada yang terbaik dari Allah buat kita ya, Ra."
"Aamiin. Semoga."
"Udah Jam 17.00, bentar lagi Magrib, aku mau mandi ah."
"Nggak ah, Ra. Aku duluan!"
"Bodo. Aku dulu."
"Raaaa. Aku duluuuuuu!!! Kamu dengerin aja lagi lagu Sheila on 7 nyaaa!"
"Bodoooo!"

***

Nb : Thank You untuk Sheila on 7 atas lagu yang lagi-lagi bagus dan easy listening.
Happy watching. :)

Tidak ada komentar: