Sabtu, 22 Desember 2012

Cinta, Mencintai, Terima Kasih, dan Ibu

"Kasih ibu, kepada beta..
Tak terhingga sepanjang masa,
Hanya memberi tak harap kembali,
Bagai sang surya menyinari dunia.."


Sederhana ya. Lagu ini sederhana sekali, hanya empat baris dan delapan belas kata. Tapi ini menjadi salah satu lagu dimana saya akan selalu menitikan air mata selain lagu Sio Mama, Indonesia Raya, Tanah Airku, Indonesia Tanah Air Beta, dan Hymne IPB. Mungkin selanjutnya akan ada lagu-lagu lain yang bisa membuat saya menitikkan air matanya setiap kali dinyanyikan.

Ah, sebenarnya lagu ini pun juga sejak TK sering sekali dinyanyikan. Dari zaman suara sumbang, nada acak-acakan, bahkan saya pernah mendengar plesetannya. Seriusan.
Tapi saya sudah mulai menitikkan air mata ketika mendengarkan lagu ini ketika saya kecil dulu. Waktu TK.

Saya lupa alasannya apa, tapi kebiasaan itu muncul begitu saja.

Bukan, bukan karena hari ini dianggap sebagai suatu seremonial tertentu tentang ibu, atau pada hari ini lagu itu banyak dinyanyikan di tivi-tivi, di radio, atau mungkin ditulis dalam status-status teman-teman semua di Facebook atau di Twitter.
Tapi ini ibu.
Cinta dan mencintainya.

Jujur, saya tidak pernah menganggap hari ibu itu ada, sebagai suatu hari yang dipuja-puja, ikutan mengucapkan kata-kata yang bermakna sayang sama ibu, atau ngasih hadiah buat ibu saya. Saya hanya menganggap hari ibu sebagai suatu hari yang sudah masuk di ensiklopedia, di dogmatis ke ingatan permanen manusia-manusia, dan ditetapkan sebagai hari ibu yang entah oleh siapa dibuat seperti itu. Mungkin memang maksudnya baik, supaya orang-orang di dunia ini setidaknya mengingatkan bahwa siapapun mereka, tidak akan pernah bisa hadir di dunia ini tanpa ibu dan tanpa izin dari tuhan tentunya.

Karena saya menganggap bahwa seluruh hari, 365 hari, 8760 jam, selama saya hidup, itulah hari untuk ibu saya. Sekalipun suatu saat nanti beliau telah tiada, hari itu akan tetap saya dogma kan dalam otak saya. Karena buat saya, pengingat untuk menghargai dan mencintai seorang ibu, tidak sebatas tanggal 22 Desember saja.

Ada kalanya kita berani berkata cinta pada seseorang, mencintai lawan jenis dengan sebegitu hebatnya, sebegitu mewahnya, sebegitu luar biasanya (terlepas dari mencintai tuhan dan rasulNya). Menganggap dia adalah segala-galanya, mengorbankan seluruh apa yang kita punya bahkan nyawa hanya supaya bisa mendapatkan "dia" yang kita inginkan.
Itukah cinta yang dianggap paling luar biasa?
Saya rasa cinta yang berjuang seperti itu masih kalah dibandingkan rasa cinta seorang ibu kepada anaknya.
Rasa cinta ibu dalam membesarkan saya ataupun anda hingga besar seperti ini.

Dialah yang berjuang mempertahankan kita di dalam kandungannya.
Dialah yang berjuang menjaga kita agar tetap sehat di dalam kandungannya.
Dialah yang bersusah payah, berat badannya bertambah karena kita, sulit untuk melakukan aktivitas apapun, berpeluh dalam kondisi apapun, siap sedia ketika kita "meminta" dari dalam sana menuntutnya untuk melakukan apapun agar anaknya tenang dan nyaman disana sekalipun dia tidak suka.
Dialah yang senantiasa tersenyum, mengelus-elus perut buncitnya dengan penuh kasih sayang, menyenandungkan lagu-lagu bahagia, doa-doa, dan harapan-harapan semoga kita lahir dengan sehat dan selamat.
Dialah yang menanti-nanti dengan cemas dan was-was kapan kita akan merasakan dunia dengan bercampur senyum bahagia.
Dialah yang berpeluh, berjam-jam, bahkan berteriak kesakitan, bertaruh nyawa memperjuangkan kita agar tetap hidup dan bisa merasakan dunia untuk pertama kalinya
Dialah orang pertama yang tersenyum penuh ikhlas terhadap kelahiran kita di dunia.
Dialah yang meminta laki-laki terbaik teman hidupnya untuk segera melantunkan adzan pertama kalinya di telinga kanan kita.
Dialah yang turut andil memberikan nama terbaik untuk kita.
Dialah yang menyusui, menggendong, membelai pipi, mengusap-usap kepala, mengucap kata-kata doa terbaik untuk kita tanpa pernah lelah, tanpa pernah bosan.
Dialah yang mengganti popok di tengah malam saat waktunya manusia beristirahat, menggendong dan menenagkan kita, menyanyikan lagu tidur meski kantuk menyerang.
Dialah yang memandikan kita, memakaikan baju yang lucu-lucu, memberikan bedak, parfum, agar wangi, agar orang-orang menyukai kita dan menganggap kita anak yang manis, cantik, lucu, wangi, seperti dirinya.
Dialah yang pertama kali bangga, menangis terharu, dan menceritakan kepada orang-orang lain yang dikenalnya bahwa anaknya telah bisa memanggilnya dengan sebutan "mama".
Dialah yang mengusap air mata kita ketika kita menangis, terjatuh, dan memberikan pelukan hangat luar biasa ajaibnya sehingga kita bisa tenang karenanya.
Dialah yang menyuapi kita makan, mengajarkan berjalan, mengajarkan banyak hal agar kita tahu bahwa di dunia ini, ada banyak aktivitas yang harus kita lakukan.
Dialah yang mengajarkan doa-doa sederhana setiap melakukan aktivitas apapun, mengajarkan untuk mengucap salam dimanapun, bersikap sopan, agar kita paham bahwa di dunia ini ada orang lain yang lebih tua, yang harus kita hormati dalam bertingkah laku.
Dialah mengajarkan shalat, mengaji, mencintai Allah dan RasulNya untuk pertama kalinya, mengajarkan selalu bersyukur dalam setiap apa yang terjadi kepada kita.
Dialah yang melarang kita jajan sembarangan dan memilih membuatkan bekal untuk anaknya tanpa merasa kesal dan sedih sekalipun anaknya tak mau memakannya, hanya karena dia tidak ingin anaknya sakit karena jajanan yang tak jelas kebersihannya.
Dialah yang melarang kita bermain hujan-hujanan di luar hanya karena tak ingin anaknya sakit flu sesudahnya.
Dialah yang mengajarkan membaca, mengeja pelang-pelan satu persatu penggalan kata, mengajar berhitung dengan sabar, agar kelak anaknya bisa membaca dan bisa menjadi anak yang pandai dikemudian harinya.
Dialah yang selalu menunggu anaknya pulang sekolah dan menyiapkan pertanyaan andalannya, "hari ini kamu belajar apa?" dan berharap kita akan menceritakan hal-hal yang luar biasa, tertawa bersamanya, dan tersenyum bangga terhadap kita.
Dialah yang mengingatkan kita dalam setiap hal, mengingatkan kapan kita harus makan, mandi, tidur siang, belajar, shalat, meskipun terkadang kita membalasnya dengan kata "cerewet", agar dia menanamkan kebiasaan terlebih dahulu kepada kita hingga pada suatu saat nanti kita akan terbiasa dengan sendirinya tanpa suruhannya.
Dialah yang sibuk mencari-cari seluruh hal-hal terbaik untuk anaknya dan memperjuangkannya. Makanan, pakaian, sekolah, buku-buku, bahkan boneka atau hadiah apa yang terbaik untuk ulang tahun kita.
Dialah yang mengatur semua keuangan dirumah hanya untuk satu tujuan, anak-anaknya bisa hidup dengan nyaman, makan, dan selalu diberi kesehatan, tanpa peduli bagaimana kondisi dirinya sendiri.
Dialah yang selalu mendahului kita dalam setiap keputusan yang melibatkan keluarganya. Kalau ada makanan, yang didahului adalah "ini buat kamu saja" tanpa peduli apakah dia sudah mencicipinya atau tidak. Atau ketika mendapat souvenir apapun dari kantor atau temannya, dia akan membawanya dan akan memberikan kepada anaknya dengan tersenyum berharap kita akan suka meskipun kenyataannya mungkin kita justru menolak bahkan mengejek pemberiannya.
Dialah yang selalu merencanakan, berpikir keras, berusaha sekuat tenaga, supaya bisa memberikan barang-barang yang kita inginkan.
Dialah yang tak pernah lupa hari ulang tahun kita, sekalipun terpisah jarak, dia akan menyempatkan diri untuk mengucapkannya dengan cara apapun, meskipun kita seringkali melupakannya.
Dialah yang ikhlas membiayai hidup untuk kita, dalam kondisi apapun dan dalam situasi apapun.
Dialah yang selalu menanyakan kabar kita ketika ketika pergi meskipun hanya beberapa hari saja, menanyakan kita apakah sudah makan, sedang apa, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Dialah yang selalu mendegarkan kita dengan seksama setiap keluh kesah kita tentang apapun, pelajaran, nilai-nilai, persahabatan, orang-orang yang curang, kebaikan-kebaikan, cinta, kebahagian, dan kesedihan. Dia akan memberi kita tanggapan positif sekalipun itu hanya sebuah senyuman dan pelukan.
Dialah yang senantiasa terjaga ketika kita sakit, mengecek setiap berapa jam sekali untuk melihat kondisi kesehatan anaknya, dan selalu mengingat kapan saja kita harus minum obatnya.
Dialah yang selalu memasakan masakan kesukaan kita setiap kali kita pulang meskipun hanya beberapa hari terpisah darinya.
Dialah yang selalu menyisipkan nama kita dalam setiap doa-doa dan shalatnya.
Dialah yang tak pernah sabar untuk bertemu dengan kita di rumah atau dimanapun kita berada.
Dialah yang selalu bangga dan bahkan menitikkan air matanya ketika melihat anaknya mendapat suatu prestasi terbaik.
Dialah yang tak pernah sedikitpun kesal sekalipun sering kita melawan nasihatnya atau setiap kali kita mengucapkan "ah", "ntar dulu", "bodo amat", dan kata-kata lain yang dengan mudah dikeluarkan namun sesungguhnya sulit untuk didengar.
Dialah yang memantau laki-laki atau perempuan yang kita sukai, hanya untuk mengetahui apakah mereka itu adalah yang terbaik untuk anak-anaknya.
Dialah yang senantiasa menyediakan bahunya untuk kau bagi tangis karena hal apapun.
Dialah yang membela kita ketika kita dizhalimi orang lain.
Dialah yang tidak ingin anaknya terlihat dan dinilai rendah oleh orang lain sekalipun mengharuskan dirinya yang terlihat rendah.
Dialah yang tak pernah menuntut apapun ketika anaknya sudah mampu menghidupi dirinya sendiri.
Dialah yang bahagia ketika anaknya sudah menemukan seseorang pendamping hidupnya dan mendoakan dengan sangat agar kelak bisa menjadi pasangan yang hebat seperti dirinya dan suaminya.
Dialah yang tetap senantiasa menyediakan bahu dan pelukannya meskipun anaknya telah berkeluarga.
Dialah orang yang tak pernah terputus cintanya kepada kita.
Dialah orang luar biasa hebatnya, luas dan lapang hatinya, dan tak akan pernah ada yang sanggup menyetarakan bahkan mendahului nya dalam hal apapun.

Lantas, apakah hanya hari ini kita menyadari hal-hal itu semua? Saya harap tidak. Tapi kalau hari ini dianggap sebagai momen dimana kita bisa sadar dan kemudian dihari-hari berikutnya kesadaran ini tidak memudar, itu tidak apa.
Karena setelah semua yang dia berikan, sosok yang diberi label "ibu" ini lakukan, alangkah baiknya kita mengingatnya setiap hari sebagaimana dia mengingat kita setiap hari pula. Dari setiap pengorbanannya, tak akan pernah cukup meski hanya dibalas dengan kata-kata "I Love you, mom", "Aku sayang mama", dan sebagainya. Baginya memiliki anak yang shaleh dan senantiasa membanggakan dan membahagiakan dirinya pun itu lebih dari cukup.
Karena dia akan merasa lega, tanggung jawabnya terhadap Yang Maha Kuasa telah ia jalankan dengan sebaik-baiknya.

Mencintainyalah dengan sepenuh hati. Meskipun hanya berterima kasih untuknya.
Berterima kasihlah untuk setiap apa yang ibu berikan, tidak hanya pada tanggal 22 Desember ini, tidak hanya saat dia ulang tahun saja.
Berterima kasihlah atas cinta yang luar biasa dia berikan kepada kita, berterima kasihlah telah melahirkan kita dan menemukan sosok luar biasanya sepertinya.
Berterima kasihnya telah menggandeng tangan kita, menuntun jalan menuju kebahagiaan melalui nasihat-nasihatnya.
Berterima kasihlah atas keikhlasannya ketika kesedihan itu menyapa.
Berterima kasihlah atas keikhlasannya seperti yang ada dalam hatinya yang selalu ada.
Berterima kasihlah atas keikhlasannya ketika menatap kesedihan demi kebahagiaan.
Berterima kasihlah atas keikhlasannya ketika air mata berbicara tentang kesedihan.
Berterima kasihlah atas keikhlasannya bagaimana mengubah perasaan yang pahit menjadi bahagia bahkan bahagia daripada sebelumnya.

Ucapkanlah untuk semua ibu di dunia, setiap harinya,
Thank you for always being there. For at least trying to understand where i'm coming from. For listening to me without judgement, and for your huge love that you give to me.

:)

Selasa, 18 Desember 2012

Deadlock

Kau adalah nada-nada yang selalu bergema dalam pikiran tanpa diminta
Memaksa masuk langsung kedalam otak
Berdenting tanpa terdengar hingga seluruh jiwa
dan aku menikmatinya.

Kau adalah rajutan-rajutan mimpi tanpa ujung
Memaksa masuk lewat celah-celah ruang kosong yang tertangkap neuron
Menempatinya.
Permanen.

Kau adalah rangkuman-rangkuman kenangan
Memaksa masuk bergabung dengan ingatan tentang pengetahuan
Berisik.
Sengaja dirapalkan dengan keras setiap kalinya.

Kau adalah titik-titik yang bergerombol
Bergabung menjadi satu kesatuan
Menggumpal. 
Memaksa masuk menjajah pikiran tanpa ampun.
Berkuasa. 
dan aku hambanya.

Kau adalah waktu-waktu yang sengaja terekam
Memaksa masuk tertayang ulang terus menerus tanpa muak
Tak terhindarkan. Menjangkit sakit.
Tapi aku tak jera

Kau adalah pemenang.
Memaksa masuk tak peduli kapasitas memori sudah penuh.
Bertarung.
dan aku kalah.

Minggu, 25 November 2012

Buatku, Kamu, dan Waktu-Waktu yang Berjalan - 10

Hai selamat bertemu lagi
Aku sudah lama menghindarimu
Sialku lah kau ada di sini

Sungguh tak mudah bagiku
Rasanya tak ingin bernafas lagi
Tegak berdiri di depanmu kini

Sakitnya menusuki jantung ini
Melawan cinta yang ada di hati

Dan upayaku tahu diri tak selamanya berhasil
‘pabila kau muncul terus begini
Tanpa pernah kita bisa bersama
Pergilah, menghilang sajalah lagi

Bye selamat berpisah lagi
Meski masih ingin memandangimu
Lebih baik kau tiada di sini

Sungguh tak mudah bagiku
Menghentikan segala khayalan gila
Jika kau ada dan ku cuma bisa

Meradang menjadi yang di sisimu
Membenci nasibku yang tak berubah

Dan upayaku tahu diri tak selamanya berhasil
‘pabila kau muncul terus begini
Tanpa pernah kita bisa bersama
Pergilah, menghilang sajalah lagi

Berkali-kali kau berkata kau cinta tapi tak bisa
Berkali-kali ku telah berjanji menyerah

Dan upaya ku tahu diri tak selamanya berhasil
Dan upaya ku tahu diri tak selamanya berhasil
‘pabila kau muncul terus begini
Tanpa pernah kita bisa bersama

Pergilah, menghilang sajalah
Pergilah, menghilang sajalah
Pergilah, menghilang sajalah lagi...


Maudy Ayunda - Tahu Diri (Ost. Perahu Kertas)

***

Kali ini saya tak mau banyak berkata-kata. Lirik lagu ini sudah cukup mewakili perasaan saya saat ini.

***

"Besok aku pulang."
"Lalu?"
"Tidak ada apa-apa juga sih."
"Selamat datang kembali ke kota ini."
Diam sesaat. "Iya, terima kasih. Terima kasih banyak."
Saya hanya membalasnya dengan tersenyum. Meskipun mungkin dia tidak melihatnya. Memang tidak melihat. Karena tidak bertatapan langsung.
Tak apa. Karena saya paham diri saya sendiri, kalau saya bisa melihatnya, saya pasti akan menangis.

Pergilah, menghilang sajalah
Pergilah, menghilang sajalah
Pergilah, menghilang sajalah lagi...

Sabtu, 03 November 2012

Untuk semua wanita terhebat dan terkuat di dunia..

Dan kali ini, saya menuliskannya untuk semua wanita terhebat dan terkuat di dunia..

Kamu,
Iya kamu. Kamu salah satunya.
Saya nggak lagi bercanda, kok.
Kamu yang saya kumpulkan menjadi satu dan saya sebut "kalian".

Ada yang mau saya ajak berbagi dengan kalian. Tentang kesulitan, tentang kemudahaan, tentang kesedihan, tentang kebahagiaan, tentang cinta, tentang kebencian, tentang sendiri, tentang bersama, tentang hidup, dan tentang mati.
Simpel untuk dirangkum menjadi satu judul.
Kehidupan.
Kalian merasakannya, menjalaninya, menghadapinya, menderita karenanya, tertawa didalamnya, menangis pada part-part tertentunya, menyesal ketika keputusan yang kau ambil ternyata salah, berbangga ketika tak salah melangkah.
Siapa yang menentukan?
Allah? Itu pasti.
Tapi, kalian juga lho yang menentukan mau jadi apa dan mau dilihat orang lain seperti apa diluar sana.

Hidup itu keras.
Bukan, kalian lah yang menganggapnya keras dan menjadikannya keras. Sama konteksnya ketika kalian berkata hidup itu sederhana, yakin bahwa hidup itu memang sederhana, maka kesederhanaanlah yang kalian rasakan.
Seperti teori yang disadari dan dibanggakan oleh Rhonda Byrne mengenai konsep The Law of Attraction. Bahwa universal akan bertindak sesuai apa yang kalian pikirkan.

Itu benar.

Ada hitam maka ada putih. Ada gelap dan ada terang. Ada tangis maka ada tawa. Ada orang jahat dan ada juga orang baik. Ada air dan ada api. Ada malam maka ada siang. Ada keberuntungan ada kesialan. Yin dan Yang.
Ya, hidup itu adil. Allah ciptakan kehidupan dengan keseimbangan yang nyata. Dia ciptakan kebahagiaan setelah kesedihan, Dia tumbuhkan cinta setelah benci, Dia bahkan berikan hidayah setelah kesesatan. Cuma, memang terkadang kebanyakan manusia yang terlalu fokus pada hal negatifnya dan melupakan yang positifnya.

Kalau kalian sedang dalam keadaan susah, dalam kesedihan, dalam ketidakberdayaan,
Pilih tetap berpikir negatif atau menggantinya dengan pikiran positif?
Pilih putus asa atau tetap bertahan bahwa “sebentar” lagi pasti terselesaikan?
Pilih menggerutu atau berbesar hati untuk menunggu?
Pilih mendendam atau berjiwa ksatria untuk memaafkan?
Pilih takut atau berani menghadapi semua?

Itu sulit.
Lagi-lagi kalianlah yang menganggap itu sulit.
Itu cuma teori doang yang gampang.
(Apaan yang gampang, ujian yang teori aja susah. :p)
Siapa yang menciptakan teori? Manusia kan? Kalau dia buat teori berarti udah ada pengalaman yang diarasain, kan?
Lagi juga Allah sudah berjanji, BERJANJI lho. Banyak lagi.
Bahwa sesudah kesulitan ada kemudahan, bahwa Dia tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan hambaNya, agar jangan berduka cita dengan yang luput dari kita…

Seperti pelangi yang indah dengan beberapa warna. Kalau dia cuma satu warna, nggak bakalan kelihatan hebatnya.
Seperti pelukis yang mainin macam warna-warna dan jadilah lukisan yang indah dan nggak disangka-sangka.
Seperti lagu yang terdiri dari berpuluh-puluh not yang berbeda dan menjadikannya enak didengar telinga.
Seperti cerita, ada puluhan ribu huruf yang berbeda supaya lebih enak untuk dibaca.
Seperti es buah, ada beberapa buah yang diceburin kesana supaya lebih maknyus kalo kata Pak Bondan.
Seperti tivi berwarna dengan warna-warna yang buat kalian bisa lihat wajah artis idola kalian lebih jelas dan lebih hebat daripada tivi hitam-putih.
Seperti anak-anak SD yang lebih suka buku pelajarannya berwarna daripada fotokopian hitam-putih.
Kalian suka yang begitu, kan?
Makanya Allah kasih hidup kalian kayak gitu juga. Macam-macam Dia beri. Nggak cuma satu. Nggak konstan itu-itu aja.
Supaya kamu menjadi terlihat indah dan hebat dimata Dia.

Untuk semua wanita terhebat dan terkuat di dunia..

Kamu,
Iya kamu. Kamu salah satunya.
Saya nggak lagi bercanda, kok.
Kamu yang saya kumpulkan menjadi satu dan saya sebut "kalian".

Kalau kalian masih dalam keadaan susah, dalam kesedihan, dalam ketidakberdayaan,
Percayalah, bahwa
“Sesungguhnya Allah Maha Pemalu dan Maha Murah hati. Allah malu bila ada hambaNya yang menengadahkan tangan (memohon kepada-Nya) lalu dibiarkannya kosong dan kecewa.” (HR. Al Hakim)

Menangislah.
Nggak masalah, kok.
Menangis itu bisa menjadi pelebur dosa. Selama nangisnya nggak lebay.
Menangislah karenaNya.
Menangislah bahwa selama ini kalian masih banyak mengeluh padahal begitu hebat dan luarbiasa nya Allah untuk kalian.
Menangislah bahwa selama ini kalian merasa lemah, padahal ada Dia yang selalu siap sedia menguatkan bahu kalian untuk berdiri kembali.
Menangislah bahwa selama ini kalian lupa, bahwa sebahagia apapun, Dia yang memberikannya.
Menangislah bahwa selama kalian hidup, ada Dia yang sedetikpun tak pernah membenci kalian dalam kondisi apapun (kecuali murtad, kafir, dan kawan-kawannya).

Kalian wanita terhebat dan terkuat di dunia.
Kalian yang mampu menganggap bahwa permasalahan itu pasti ada penyelesaiannya.
Kalian yang meyakini bahwa setiap pertanyaan pasti ada jawaban,
Kalian yang percaya bahwa ada “tangan-tangan” KuasaNya yang membimbing kalian pada jalan keluarnya.
Kalian yang mengabaikan rasa dendam dan negatif lainnya karena menganggap bahwa orang-orang di dunia ini memang tingkahnya berbeda-beda.
Kalian yang berjanji pada hati kalian untuk selalu penuh ketawaddhuan.

Tersenyumlah,
Untuk semua wanita terhebat dan terkuat di dunia..

Kamu,
Iya kamu. Kamu salah satunya.
Saya nggak lagi bercanda, kok.
Kamu yang saya kumpulkan menjadi satu dan saya sebut "kalian".

***

“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir,
Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah,
dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,
kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat,
yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya…”

“Rabbana laa tu’aakhidznaaa inni siinaaa auakhtha’na,. Rabbanaa wa laa tahmil ‘alainaaa ishra(ng) kamaa hamaltahu ‘alalladziina mi(ng) qablina,. Rabbanaa wa laa tuhamilna maa laa tha qatalanaabih., wa’fu’annaa, waghfirlanaa, warhamnaa,. a(ng)ta maulanaa fa(ng)shurnaa ‘alal qaumilkafiriin..”

:)

Jumat, 05 Oktober 2012

Buatku, Kamu, dan Waktu-Waktu yang Berjalan - 9

Hari ini semua yang berjenis kelamin laki-laki tampak seperti kamu.
Lucu ya?
Tapi setelah dipikir-pikir kembali, rasanya ini aneh. Nggak ada lucunya sama sekali.

Entah pikiran aku yang bebal, nggak mau diajak kompromi untuk melupakan orang macam kamu, atau memang pikiranku yang sedang sengaja mempermainkan hatiku?
Jahat sekali.

Tapi beginilah hidup, siapa yang nggak bisa mengendalikan emosi dan pikiran, dia gagal. Gagal dalam artian, bahwa dia tidak bisa tampak "bijak" di mata Tuhan. Masih mempercayai kekuatan emosi dan pikiran dibanding "rencana" dariNya.
Dan aku mengakui, aku masih kalah.
Masih lho, karena keinginan untuk bisa mengalahkan berbagai hal tentang kamu masih terus ada dalam diri ku.

Padahal di satu sisi rasa harapan itu ada, tapi disisi lain aku merasa tak pantas untuk ada.

Ah, biar bagaimanapun aku ingin kabur dari kamu.
Aku minder, sangat minder.
Track record kamu di mataku sangat hebat. Dari intelegensi, moral, sikap, dan iman.
Dan jelas hal yang terakhir itu yang paling membuat aku minder.
Aku nggak akan pernah sebanding dengan kamu.
Yaaa, meskipun dari segi yang lainnya pun aku juga nggak sebanding-banding amat sama kamu. Cumaaaa, entah mengapa aku takut. Aku takut, harapanku tinggal harapan. Sia-sia.
Dan oleh karena itu, sebenarnya dari dulu, aku amat sangat ingin kabur dari hidup kamu.

Aku bukan wanita yang punya iman luar biasa seperti harapan para pria yang mengharapkan surga.
Aku masih bertingkah urakan, omongan masih kurang dijaga, pengetahuan agama masih dibawah rata-rata.
Iman ku masih naik-turun, shalat masih jauh dari predikat "khusyuk", doa masih jarang terucap dari bibir, menghafal quran surat saja masih memalukan.
Aku juga tidak terlahir dari keluarga yang agamis, hanya dari keluarga biasa, sangat biasa tapi aku tetap bahagia berada di dalamnya. Karena kami, satu sama lain, masih dan akan selalu mengingatkan kebaikan dan ajaran agama dari yang kami ketahui, ketika salah satu dari kami ada yang salah.

Ah, jauh sekali dengan kamu.
Terlahir dari keluarga yang agamis, memahami dengan banyak mengenai ajaran agama, hafal banyak quran surat, omongan yang terlontar dari bibir kamu pun tercipta dari kata-kata yang bijak dan luar biasa hebatnya.

Melihat itu, aku jelas-jelas tidak pantas kan buat kamu?
Lagipula yang berharap hanya aku, tidak berlaku untuk kamu.
Demi Zat yang telah menciptakanku dan menghidupkanku sekaligus memberikan kehidupan yang luar biasa terhadapku. Aku selalu berdoa semoga aku bisa menghilangkan harapan-harapanku. Aku takut ini terlalu membuncah, harapan aku terlalu tinggi dan kalau tidak sesuai dengan harapan...

Aku terjatuh dengan tiba-tiba seakan-akan di banting dari atas.

Pasti sakit.

Aku ingin, kalaupun aku terjatuh, jatuhnya secara perlahan-lahan. Biar tidak sakit. Biar aku siap.

Dan aku selalu berharap, Tuhan mau mengabulkan permintaan aku. Tapi..
Entah aku yang bebal (sama dengan pikiran dan hati aku) atau Tuhan tidak mau mengabulkannya karena suatu hal.
Tapi keyakinan ku lebih kepada pilihan pertama.

Aku yang lemah, aku yang nggak tahu diri.
Sudah jelas-jelas berbeda, tapi masih berharap sama.
Memalukan.

Untukmu, maafkan aku. Maafkan aku yang lemah ini. Maafkan aku yang masih membayangi kehidupan bersahajamu, mengemis-ngemis perbaikan kehidupanku lewat kamu.
Sekuat apapun, aku tidak akan pernah bisa, tidak akan pernah mampu,
menjadi wanita yang sesuai dengan kriteria kamu, wanita yang sangat diidam-idamkan para pria yang mengharapkan surga...

Tapi, aku juga wanita yang terus menerus mencoba memperbaiki diri, menjadi wanita terbaik untuk dunia dn akhirat. Aku juga wanita yang punya keinginan memiliki pasangan hidup terbaik, orang terbaik, yang mampu terus menerus saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran. Aku juga wanita yang ingin menjadi wanita yang mengharapkan surga..

Biar sajalah. Biar sajalah ini menjadi kenangan aku, bahwa aku pernah mencintai seseorang dengan sepenuh hati ku, meskipun orang itu tidak pernah tahu, tidak pernah paham, tidak pernah sadar, bahkan tidak menghiraukan apa yang aku lakukan..
Biar hanya aku yang merasakan..
Hingga pada akhirnya aku akan menemukan seseorang yang bisa aku cintai dengan sepenuh hatiku lagi sampai akhir hayatku. Entah kapan Allah mempertemukan aku dengannya...

***

Saat ini, sedang memasuki musim haji. Dan air mataku menetes ketika mengetahuinya.
Bukan mengingat kelemahan diri aku sendiri apalagi kamu.
Justru aku mengingat nenek.

Nenek ku yang meninggal beberapa bulan yang lalu. Dan semestinya pada musim haji ini, beliau menjadi salah satu hamba Allah yang melafadzkan tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir kepadaNya. Mengelilingi ka'bah, melantunkan lafadz talbiyah, "Labaik Allahumma Labaaik, labaaik Laa Syarika Laka Labaaik Inal Hamda Wan Ni’mata Laka Wal Mulka La Syarikalah.."

Nenek yang selalu mengingatkan aku buat mengaji sejak kecil sampai aku terbiasa mengaji setiap maghrib. Nenek yang selalu mengajak shalat berjamaah sejak aku kecil.
Nenek yang selalu mengajak puasa sunnah senin-kamis, puasa arafah, puasa sunnah syawal..
Nenek yang selalu mengajak aku untuk khatam qur'an setiap bulan ramadhan lebih dari satu kali..
Nenek yang selalu menanyakan setiap waktunya, apakah aku sudah shalat atau belum.
Nenek yang suka menceritakan kisah-kisah para rasul ketika aku masih kecil supaya aku tertidur.
Nenek yang selalu siap dengan nasihat-nasihatnya..

Semoga Allah membalas seluruh kebaikan nenek kepada ku dan keluargaku. Semoga pahala dan niat menunaikan ibadah hajimu telah tercatat oleh Yang Maha Menghidupkan dan Mematikan.

Aku mencintaimu, nek.
Karena neneklah, aku juga belajar banyak agama Islam..

:')

Kamis, 27 September 2012

Buatku, Kamu, dan Waktu-Waktu yang Berjalan - 8

"Semua pertanyaan selalu berpasangan dengan jawaban. Untuk keduanya bertemu, yang dibutuhkan cuma waktu" (Dewi Lestari-Partikel)

***

Ya. Jawabannya sudah ada. Dan butuh beberapa tahun lamanya, aku menunggu jawaban tersebut. Sedih? Marah? Kecewa?
Entahlah.
Yang pasti, aku berterima kasih pada temanku, ralat, mungkin aku bisa menganggapnya sebagai sahabat, entah bagaimana dan seperti apa kosakata yang digunakan dan dia berikan pada ku.
Sahabat ku membantu ku mendapatkan jawabannya.

Aku tidak tahu harus bersikap seperti apa ketika mendapat jawabannya. Aku hanya butuh otak yang jernih, yang mampu, menangkap maksud dan keinginan dari jawabannya.
Tapi sampai sekarang, aku belum mampu.

Harusnya, aku siap menerima segala jawaban yang telah kamu sah kan. Tapi mungkin hati ku yang sudah membatu, mengeras, dan ketika disiram "jawaban" oleh kamu..
Sedikit terhempas, tapi aku mencoba tegar.
Seperti batu karang.
Tapi seperti itu juga, hati ku tidak mudah "hancur" begitu saja. Diperlukan waktu yang "lebih" agar bisa hancur dan pecah tanpa sisa.

Jawaban kamu indah.
Tapi indah secara teori, tidak sesuai dengan ekspektasi dan impianku.
Tak apa.
Biar bagaimanapun, aku harus bisa menerimanya dan menghargainya.
Karena dengan begitu, kamu akan tampak lebih hebat dimata ku.

Saatnya aku berlari menghindari kamu.
Bukan menghindar secara perlahan lagi.
Karena buatku, kamu semakin sulit untuk kurengkuh, kuharap, ku doakan dalam setiap cita hidup ku kepada Sang Pembolak Balik Hati.
Karena buat ku, diri ku semakin terlihat hina untuk dirimu nanti.
Karena buat ku, diri ku memang terlalu memaksa takdir yang belum saatnya dibuka oleh Yang Maha Kuasa.

Ah. Aku menangis.
Aku boleh menangis, kan?
Kadangkala, orang setegar apapun, sekuat apapun pasti akan menemukan satu titik kulminasi kelemahan di dirinya dalam menghadapi suatu permasalahan.
Dan itu dengan cara yang salah satunya mudah kita lakukan.
Menangis.

Tapi orang yang memahami makna realistis dan mengembalikannya kepada ketawadhuan dan keikhlasan pasti juga mengerti bahwa akan selalu ada pertolongan, selalu ada jalan, dan selalu ada Yang Maha Luar Biasa yang "stand by" mengembalikan kekuatanmu.

Bukan menagisi kamu.
Aku ingin menangis, memohon kepada Allah, agar segera balikan hati aku menjadi jernih lagi, tanpa kadar cinta pada lawan jenis, tanpa coretan rasa sakit hati ataupun kenangan baik-buruk atas perkara yang ditimbulkan oleh sosok yang bernama "cinta".
Sehingga aku siap untuk membukanya kembali dan membiarkan orang lain untuk mengisinya kembali pada saat yang telah ditentukan olehMu nanti.
Aku harus melepasnya.
Karena aku mencintainya, maka aku harus melepasnya.

Semoga kamu bahagia disana.
Semoga kamu mendapatkan yang jauh lebih bijak, hebat, luar biasa, pintar, alim, sempurna, di waktu yang juga telah ditentukan olehNya.

Batas aku mencintaimu, cukup sampai disini.

Semoga aku kuat untuk terus menjalani hidup.
Semoga aku masih mampu meneruskan cita-citaku yang lain.
Karena untuk menjadi berhasil, bukan "kamu" yang menentukan.
Semangat ku tidak hanya terpaku karena "semangat" yang kamu tularkan kepada ku, kan?

Aku mencintaimu dan sudah seharusnya aku melepasmu.

Aku mencintaimu,
dan aku bahagia pernah merasakannya...

Rabu, 15 Agustus 2012

Surat untukmu, di Penghujung Bulan Ramadhan


Kali ini dibawah langit malam, di penghujung bulan Ramadhan.

Setidaknya saya mau mencoba jujur, meski hanya untuk diri sendiri. Bukankah bulan puasa sebaiknya jangan berbohong? Dan saya mau mencobanya dengan tidak menipu diri saya sendiri.

Sampai saat ini saya masih disini, terus menerus memunculkan harapan yang tanpa sadar bahwa waktu begitu cepatnya berlalu.

Tanpa sadar sudah menghabiskan waktu yang sudah sangat cukup lama untuk hanya "diam" dan "berharap".
Bukan tidak mungkin, karena sampai sekarang pun, semua kejadian masih tercetak jelas dalam memori saya. Seakan-akan disimpan secara permanen dan memang tidak bisa dihapus meski dengan cara apapun.
Apa ini salah saya?
Apa ini mau saya?
Apa ini keinginan saya, memaksakan kembali semuanya hadir terus menerus, tak ada bosannya?

Karena saya sendiri sudah mencoba untuk menghindar, tapi tetap saja sulit. Sulit karena entah ada saja hal yang muncul mengkaitkan kamu atau apapun itu.

Sekarang, apa yang ada di benak saya?
Apa ini pertanda?
Apa ini cuma angan-angan belaka?
Kalau hanya angan-angan belaka, mengapa hal ini terus menerus hadir dan anehnya saya terkadang menikmatinya.
Bahkan menumbuhkan harapan yang tanpa saya sadari makin lama makin menumpuk.

Apa saya salah? Apa yang yang saya lakukan itu salah? Berlebihan?
Setidaknya saya percaya dan masih yakin bahwa ini kekuasaan Tuhan. Bahkan saya sempat berpikir bahwa memang ini cara Tuhan untuk terus melingkupi saya dengan kamu sampai waktu yang telah ditetapkanNya.

Hanya diam bukan cara yang tepat, bukan? Jodoh pun tidak akan pernah bisa didapatkan juga tanpa adanya usaha. Ya, meskipun jodoh itu biar Tuhan yang mengaturnya.
Dan mungkin, Tuhan telah menetapkan saya dan kamu lewat pertanda-pertanda yang tanpa kita sadari itu adalah takdir dan caraNya?
Terkadang orang mencemooh, tapi bahkan saya sendiri belum pernah menemukannya pada orang lain.
Jadi seketika pula pemikiran saya berubah, biarlah orang menertawai saya.
Karena hal ini, saya yang merasakannya, Tuhan yang memberikannya, bukan mereka.

Saya ingin mencoba mempercayainya, tapi rasanya tetap saja percuma kalau saya saja yang mempercayainya dan tidak berlaku untuk kamu.

Ya, memang tidak ada keterikatan. Dari dulu sampai sekarang.
Tapi ada satu hal,
Karena saya masih menjaga janji itu.
Janji sederhana, tapi buat saya itu lebih dari sekedar sederhana.
Boleh kah saya menagihnya?
Boleh kah saya masih terus melanjutkan impian-impian saya?
Boleh kah saya mendengarnya dan menerima balasan kejujuran saya?
Setidaknya dengan itu, semoga saya bisa bernapas lega.

Di penghujung Ramadhan, saya ingin jujur padamu.
Saya mencintai orang yang telah mengajarkan saya untuk mencintai Allah dan RasulNya.
Dari dulu
sampai sekarang..

***

"Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya,
Dan sesungguhnya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya),
Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna,
Dan sesungguhnya kepada Tuhanmu lah kesudahnnya (segala sesuatu),
Dan sesungguhnya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis,
Dan sesungguhnya Dialah yang mematikan dan menghidupkan,
Dan sesungguhnya Dialah yang menciptakan pasangan laki-laki dan perempuan,.."

Kamu tahu? Ini salah satu Qur'an Surat yang paling saya sukai..
Dan ini kudedikasikan untukmu..
Saya menunggu balasanmu..

:')


15 Agustus 2012
untuk seseorang yang entah apa kabarnya..

Minggu, 29 Juli 2012

After A Long Time Has Passed


Enam tahun bukan waktu yang lama untuk melupakan, bukan?

Semuanya bisa terhapus seiring berjalannya waktu, dan enam tahun itu bisa jadi jangka waktu yang tepat untuk melupakan apapun.
Bahkan semua yang dulu dianggap hal yang menyenangkan dan luar biasa, bisa dibinasakan layaknya kertas yang tintanya sudah memudar, mulai menghapus kalimat-kalimat yang tertulis disana.
Dan saya rasa, kamu juga begitu.

Saya tidak mau menciptakan teori, ini hanya pemikiran saya saja.

Malam ini, rasanya ingin sekali berteriak. Melepaskan semua perasaan yang entah saya sendiri sudah lelah untuk merasakannya. Tapi saya tidak kuasa berteriak seperti adanya, hanya bisa dalam hati saja.

Hanya dalam hati saja.
Ya, God is the best listener. You don't need to shout not cry out load because the hears even the very silent prayer of a sincere heart.

Galau? Haha, setiap manusia pasti pernah merasakan galau. Itu hal yang wajar dan manusiawi menurut saya. Hanya saja saya mengingat satu hal, ""Wahai orang-orang yang beriman ! Mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (Q.S Al-Baqarah: 153) atau Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya (yang demikian itu) sulit, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'. (Q.S. Al-Baqarah: 45).

Wah, saya juga bukan orang yang "ngerti banget" sama hal begini, tapi saya yakin satu hal terhadap agama saya. Al-Qur'an dan Hadist itu sudah yang terbaik untuk solusi berbagai permasalahan di dunia yang tidak ada henti-hentinya. Dan galau, dalam artian sesungguhnya,"kondisi dimana pikiran orang sedang kacau, kusut" dan itu tandanya butuh "sesuatu" pertolongan kecil sekalipun sederhana, tapi setidaknya bisa "melegakan" hati, bukan?

Dan itu yang saya lakukan, setelah shalat, saya juga bercerita panjang lebar padaNya. Hal yang lumrah bukan, untuk bercerita tentang apa yang kita rasakan, apa yang kita inginkan, apa yang kita rasa itu "berat". Karena Dia sebaik-baik tempat curhat yang kita miliki.

Ya, saya ingin meminta agar perasaan saya dihentikan terhadapnya. Perasaan yang sia-sia, perasaan yang percuma. Perasaan yang sampai kapan pun tak terbalas, perasaan yang mematikan rasa lain disekeliling saya. Perasaan yang memendekkan pikiran saya bahwa hanya dia saja yang pantas untuk saya.

Padahal dia tak anggap saya adalah yang pantas untuk nya. Tidak seperti saya menganggap dia yang terbaik untuk saya.

Rasanya memang semua sia-sia, dan satu-satunya cara adalah..
Saya harus melupakan dia sebagaimana dia juga melupakan saya.

Bisa kah? Melupakan tapi tidak bermaksud memutuskan persaudaraan. Melupakan hanya sebatas atas apa yang saya rasakan dan segala kenangan yang entah tak terhitung pernah jalankan dalam hdup saya. Hanya itu saja.
Rasanya sudah lelah. Saya tahu, saya memang harus bersabar. Bersabar sampai suatu saat nanti, Allah akan berikan "bukti" untuk saya, apakah saya memang harus "melupakan" dengan sebenar-benarnya atau tidak.

Ada kalanya cinta lama hanya tinggal sejarah. Ada kalanya dia datang dan datang lagi, seperti mimpi dan deja vu yang datang berulang. Dan ada kalanya dia seperti harta karun yang tertimbun dan tetap akan dicari hingga kapanpun.

Saya lelah. Rasanya saya ingin memilih pilihan yang pertama.

Hentikan ya Allah. Harus dengan apalagi saya menghilangkannya kalau bukan dengan bantuanMu?
Saya benci dia, bukan begitu perasaan yang sebenarnya?
Salah, saya benci perasaan saya, yang tak pernah hilang hanya untuk orang seperti dia.

Allah, enam tahun seharusnya menjadi waktu dimana saya bisa melupakan segalanya, bukan? Tapi kenyataannya, sampai sekarang, semuanya tidak pernah lepas dan bahkan sulit dilepas dalam memori saya?
Bisakah kau berikan saya "virus" supaya kenangan itu terdeteksi terkena "virus" tersebut dan saya akan lebih mudah untuk menghapusnya?

Saya sudah menyerah, untuk hal ini..

***

Majubomyeo nanudeon yaegideul
uridulman aratdeon yaegideul
jiulsueomnabwa beorilsuneomnabwa
itjimotanabwa
oraenmane dulleobon georideul
gireul jinalttaemyeon johahaetdeon gieogi
jakku tteoollaseo balgireul meomchunda

hancham jinaseo na jigeumyeogi wasseo
geuttaega geuriwoseo moreunche sarado saenggangnadeora
geureon neoraseo jakkunune barphyeoseo
hamkke bonaen sigandeul
chueokdeuldo byeolcheoreom ssodajineunde
neon eotteoni

haengbokhaeman boineun saramdeul
naman honja oeroi nameun geotmangataseo
anin cheokhaebwado nisaenggaginanda

hanchamjinaseo na jigeumyeogi wasseo
geuttaega geuriwoseo moreunche sarado saenggangnadeora
geureon neoraseo jakkunune barphyeoseo
hamkke bonaen sigandeul
chueokdeuldo byeolcheoreom ssodajineunde nunmurina

yeogiseoneol gidarimyeon bolsuisseulkka
geuttaenmalhaejulsuisseulkka ireonnae maeumeul

bogosipeoseo deobogosipeojyeoseo

geureon naraseo nan neobakke mollaseo
neoeobsisaldaboni modeunge huhoero gadeukhadeora
nigaeobseoseo heojeonhange deo manhaseo
oneuldo balgeoreumeun ijariga geuriwo gajimotago bulleobonda


[Indonesian translation:. http://haerajjang.wordpress.com]

Saat bertemu kita berbagi cerita, cerita dimana hanya kita berdua yang tahu
Sepertinya aku tak dapat menghapus, membuang, dan melupakannya
Aku mengedarkan pandangan ke jalan cukup lama
Kenangan yang kusukai saat melewati jalan ini
terus menerus muncul sehingga menghentikan langkah kakiku

Setelah sekian lama hingga saat aku datang kemari saat ini
Aku merindukan masa itu, hingga tanpa sadar aku memikirkan kehidupan saat itu
Karena dirimu yang terus menerus melangkah di mataku
Kenangan saat-saat menghabiskan waktu bersama seperti bintang bertaburan, namun
bagaimana dengan dirimu?

Orang-orang terlihat bahagia
Hanya aku yang sepertinya dibiarkan sendiri, kesepian
Tak ada kepura-puraan, aku memikirkanmu

Setelah sekian lama hingga saat aku datang kemari saat ini
Aku merindukan masa itu, hingga tanpa sadar aku memikirkan kehidupan saat itu
Karena dirimu yang terus menerus melangkah di mataku
Kenangan saat-saat menghabiskan waktu bersama seperti bintang bertaburan, namun
aku menangis

Dapatkah kau melihatku saat aku menantimu di sini?
Dapatkah nantinya aku menyatakan perasaanku?

Aku merindukanmu, bahkan lebih merindukanmu
Karena dirimu, aku hanya tahu tentang dirimu
Kehidupan tanpamu, semua penuh dengan penyesalan
Tanpa dirimu, aku merasakan banyak kehampaan
Hari inipun langkah kakiku merindukan tempat ini, tak dapat beranjak dan memanggilmu

***

Saya terhenyak.
Ya, lagu ini benar seperti apa yang saya rasa.

***

Thank you for this song.
For Link:
Ost. Rooftop Prince (Baek Ji Young - After A Long Time Has Passed)
https://www.youtube.com/watch?v=se7rzZof4wI

Rabu, 25 Juli 2012

Buatku, Kamu, dan Waktu-Waktu yang Berjalan - 7

"Hei Conan. Benarkah manusia bisa berubah? Perasaan manusia yg terpisah jauh. Pedih sekali ya kalau cuma menunggu?" - Ran Mouri
“Jadi dia bilang… maukah kakak menunggu… sampai ia kembali?” – Conan Edogawa

Padahal itu cuma cerita komik yang episodenya juga tidak kalah panjang dengan sinetron zaman sekarang. Tapi setidaknya sang perempuan, kalau dia mengetahui, dia masih terbilang beruntung. Orang yang dia sayang cuma sekedar berubah bentuk menjadi kecil, dan tidak sepenuhnya hilang dalam hidup dia.

Kalau aku, apa kabar dengannya?
Bahkan aku tidak tahu bagaimana kabarnya dia, dan bagaimana aku mencari tahu kabarnya dengan cara apa, aku benar-benar tidak tahu.
Hanya bisa mengira-ngira. Sok berpura-pura mengirim do'a. Padahal belum tentu dia juga mendoakanku.

Bodoh ya? Kelihatannya seperti itu. Tapi mau bagaimana lagi, aku tidak tahu cara apa lagi yang bisa ku lakukan. Being deeply loved by someone gives you strength, while loving someone deeply gives you courage.

Ya, aku menjadi berani. Berani untuk mengambil keputusan untuk tetap percaya pada orang seperti dia, percaya bahwa suatu saat nanti akan tiba waktunya bahwa usahaku tidak sia-sia.

Toh rasa cinta dan kasih sayang itu dibuat tidak terbatas dalam diri manusia. Jika aku mampu untuk menyayangi dan mencintai dengan hatiku, mengapa tidak aku bagi kepada orang lain yang ada disekeliling hidupku?

Termasuk untuk kamu.

Rasanya sederhana, tapi sebetulnya ini sulit untukku. Tapi beginilah tingkah salah satu anak manusia macam seperti ku, dengan teori dan logika yang dianggap berbeda oleh orang lain atau justru hanya aku saja yang menganggapnya berbeda?

Lucu. Perasaan menunggu itu benar-benar lucu.
Lucu dalam artian, dia seperti hadiah. Kita memikirkan, berekspektasi yang indah-indah, berangan-angan seandainya ketika "didapatkan" pasti membuat kita bahagia.

Padahal belum tentu.

Mungkin saja memang ketika "dipertemukan", memang berakhir bahagia. Seperti kebanyakan film-film FTV zaman sekarang.
Mungkin saja memang ketika "dipertemukan", berakhir kesedihan yang luar biasa.
Atau mungkin saja memang ketika "dipertemukan", justru perasaan menunggu itu hilang? Dalam artian, kau bertemu dengannya, tapi yang dirasa justru biasa saja, seperti tidak ada apa-apa, seperti hilang ingatan.
Dan kamu hanya menghabiskan waktu dengan perasaan menunggu itu, dengan akhir yang tidak ada bagusnya sama sekali.

Semuanya mungkin saja terjadi, bukan?

Tapi siapapun ingin pilihan yang pertama yang akan Tuhan beri nanti. Semoga begitu.
Karena, Terkadang dalam banyak keterbatasan, kita harus bersabar menunggu rencana terbaik datang, sambil terus melakukan apa yang bisa dilakukan.

Dan yang bisa ku lakukan adalah menunggu sambil berdoa yang baik-baik untukmu.
Biar saja kamu tidak mendoakan ku. Kalaupun tidak, setidaknya aku bisa mendapat bonus pahala karena telah mendoakan sesama, bukan?

So, so, it's not my fault, if I continued to remember you.

Terus..terus..terus..
Seperti sudah permanen ya dalam otak ku? Atau kamu memang sengaja "menuliskannya" dengan "tinta" kenangan permanen dalam memori ku?

Ya, kalau itu kenangan yang berarti, jangan dilupakan. Sebab jika manusia mati, mereka hanya bisa hidup dalam kenangan orang lain.

But, what can i afford it?

Semoga begitu...

***

oneuldo nae gieogeul ttarahemaedai
gil kkeuteseo seoseongineun na
dasin bol sudo eomneun niga nareul butjaba
naneun tto i gireul mutneunda

neol bogo sipdagotto
ango sipdago
jeo haneulbomyeo gidohaneun nal

niga animyeon andwae
neo eobsin nan andwae
na ireoke haru handareul tto illyeoneul
na apado joha
nae mam dachyeodo joha nan
geurae nan neo hanaman saranghanikka

na du beon dasineun
bonael su eopdago
na neoreul itgo salsun eopdago

niga animyeon andwae
neo eobsin nan andwae
na ireoke haru handareul tto illyeoneul
na apado joha
nae mam dachyeodo joha nan
geurae nan neo hanaman saranghanikka

nae meongdeun gaseumi
neol chajaorago
sorichyeo bureunda

neon eodinneungeoni
naui moksori deulliji anni
naegeneun

na dasi sarado
myeot beoneul taeeonado
harudo niga eobsi sal su eomneun na
naega jikyeojul saram
naega saranghal saram nan
geurae nan neo hanamyeon chungbunhanikka
neo hanaman saranghanikka


(Yesung - If it's not you, It can't be anyone else)

Translate:

Hari ini, aku berjalan dalam kenanganku
Aku berhenti pada akhir jalan itu
Kau masih menggenggamku erat, meskipun kenyataanya aku tidak akan melihatmu lagi
Aku kehilangan jalanku lagi

Aku berdoa kepada langit aku ingin melihat dan menggenggammu lebih erat
Aku ingin melihat dan menggenggammu lebih erat

Ini tidak akan terjadi jika bukan denganmu
Aku tidak bisa tanpamu
Tidak masalah meskipun hari ke hari, tahun ke tahun aku terluka seperti ini\
Tidak masalah bagiku meskipun hatiku terluka
Karna hanya kau yang aku cintai

Hatiku yang terluka berteriak kepadaku untuk mencarimu
Kamu dimana? Dapatkah kau mendengar suaraku.. Untukku

Jika aku hidup di hidupku lagi
Jika aku lahir lagi dan lagi
Aku tidak bisa hidup tanpamu meskipun hanya sehari
Hanya kau satu-satunya yang aku simpan dalam hatiku
Hanya kau satu-satunya yang aku cintai
Karna aku sangat bahagia jika aku bersamamu


Berlebihan ya? Tapi hampir sebagiannya, mirip seperti yang sedang ku rasakan.

***

Jika suatu saat kita bertemu kesempatan yang sama tapi terlewatkan, kesempatan itu tak akan datang lagi walau ditunggu berapa lama pun. Tapi, jika kamu tidak datang dan bertemu dengan ku suatu saat nanti..

Aku hanya akan... mencintaimu...

Sabtu, 14 Juli 2012

Buatku, Kamu, dan Waktu-Waktu yang Berjalan - 6

Kemarin malam aku berdoa.
Sederhana, hanya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya pada tuhan atas segala suka dan duka yang diberikannya selama setahun ini. Terima kasih telah tetap bersamaku, selalu ada dari segala kebahagiaan dan permasalahan yang aku hadapi selama ini.
Permintaan ku juga sederhana, semoga tuhan tidak bosan dan always beside me, in everytime, everywhere.
Dan memohon, semoga kali ini tuhan berkenan membantuku melupakan dia.

Aku tidak tahu lagi, apakah permintaan ini baik atau buruk untukku. Terlebih lagi, apakah permintaan ini akan dikabulkan, atau tidak.

Kalau tidak, aku tidak tahu lagi harus melakukan apa.

***

Sepagi ini, aku sudah meninggalkan rumah. Iseng.
Ah, ternyata tuhan masih memberikan ingatanku mengenai dia. Karena dalam harapan yang sebenarnya tidak mungkin ini, aku berharap, di perjalanan iseng-iseng ini, aku bisa bertemu dia.

Rasanya pikiranku seperti kosong, bingung, entahlah yang pasti aku benar-benar seperti orang ling-lung saat ini. Sebentar-bentar ku lirik jam di pergelangan tanganku, tapi hanya sekedar meilhat. Tidak untuk hal lain, karena aku juga tidak sedang menunggu waktu tertentu dengan siapapun. Sebentar-bentar aku melirik handphoneku.
Ah, tepat ada sms masuk disana.

"Selamat ulang tahun, cantik. Sukses dunia-akhirat ya,,"
Dari temanku. Setidaknya bukan dia. Dan aku rasa dia juga tidak ingat bahkan benar-benar lupa. Aku hanya tersenyum lirih, dan menekankan dalam hatiku, "mungkin".
Hei, bukankah itu sebenarnya pertanda dari tuhan kalau sebenarnya aku benar-benar harus melupakan orang seperti dia?

Sepertinya begitu.

Pikiranku masih kosong. Bukankah ini tidak adil? Aku masih mengingat apapun tentang dia.
Aku masih ingat tanggal lahirnya,
Aku masih ingat wajahnya seperti apa,
Aku masih ingat suaranya,
Aku masih ingat bentuk tulisan tangan terakhirnya,
Aku masih ingat tulisannya untuk saya,
Aku masih ingat sms-sms yang dikirimkan dulu untuk saya,
Aku masih ingat sahabat-sahabatnya,
Aku masih ingat rumahnya..
Aku masih ingat dia seperti apa.
Dan anehnya, aku masih mempercayainya, masih mengaguminya, dan tidak pernah bisa membencinya.
Demi tuhan, aku tidak pernah bisa membencinya.

Jalanan mulai ramai dengan orang-orang berlalu-lalang. Tetap saja pikiranku kosong.
Rasanya hatiku bertengkar, di satu sisi yang masih menganggap positif bahwa yang namanya cinta itu memang butuh pengorbanan. Tapi disisi lain seakan memberontak dan menganggapku hanya perempuan bodoh yang mau-maunya bertahan pada suatu ketidakjelasan.

Dan aku baru tersadar, ketika satpam disebelahku memegang tanganku dan pada saat itu hampir saja aku salah menyebrang. Hampir saja jarak yang tidak sedikit mobil menghantam tubuhku.
Satpam itu bergegas membantuku menyebrang dan hanya ucapan terima kasih yang keluar dari mulutku.
Bergegas aku memberhentikan salah satu angkutan umum yang menjadi tujuanku pulang. Tapi kejadian tidak mengenakan kembali datang.
Supir angkutan umum dibelakangnya marah, merasa angkutan umum yang aku panggil hampir menyerempet mobilnya.
Sang supir turun dari mobil dan mulai beradu mulut. Aku tersentak, enggan untuk naik, tapi segera di tarik oleh seorang ibu yang memang duduk di posisi dekat pintu.

Aku tidak bisa berpikir apa-apa. Rasanya entah mengapa air mata ingin mengalir dengan sendirinya.

Padahal dia yang membuat aku menjadi terlihat bodoh seperti ini.
Padahal dia yang membuat aku tidak bisa menerima orang lain yang mungkin lebih "jelas" keadaannya.
Padahal dia yang membuat aku mengabaikan hal-hal penting lainnya dalam hidupku.
Padahal dia yang membuat aku terlihat lemah seperti ini.

Ya, entah mengapa air mataku benar-benar jatuh untuk kali ini.

***

Sara ganeun iyuga geudae igie
nae mameul damaseo hana dulssig nameun
aryeonhan gieogdeuri jeonhaejigireul
naega georeun igil geu kkeuteseo
manna heoragdoen i gire
daman neol saranghago deo saranghan na bakke
namji anhatneunde

nae sarangi da tago nameun
geon gidarida
jichin sangcheo ppuninde
neoran saram itji motaneun najanha
nunmulman heureujanha

nae sarangi da ssisgyeo beorimyeon eoneu sae
geuriun sangcheoman namaseo
jal jinaeraneun mal ajig
namaseo itji motae geudae

haneul haneul jineun kkochipeul ttaraga
geudaereul mannamyeon
ijen da marhaltende
tto geuriwo
geuriwo itji motaetdago

nae sarangi da tago nameun
geon gidarida
jichin sangcheo ppuninde
neoran saram itji motaneun najanha
nunmulman heureujanha

nae sarangi da ssisgyeo beorimyeon eoneu sae
geuriun sangcheoman namaseo
jal jinaeraneun mal ajig
namaseo itji motae geudae

la la lala lalala lalala
lalala lala lalalala~


Translation :

You're the reason i live on
I close my heart
Left with the few remaining
Vague memories that almost disappeared
On the road that i walk on
Can we meet at the end
Just that i love you, increasingly love you more
But only me remain here alone

My love that has all burned out, what's remaining
Is only waiting, exhaustion and wound
I cannot forget a person like you
Only tears flow

If i wash away my love
Some longing scars remain
Only the word "goodbye" remain
i cannot forget you

Petals that waft along the sky
If i can meet you
I will tell you
I miss you, i long for you and i cannot forget you

My love that has all burned out, what's remaining
Is only waiting, exhaustion and wound
I cannot forget a person like you
Only tears flow

If i wash away my love
Some longing scars remain
Only the word "goodbye" remain
i cannot forget you

(Ali- Hurt (Ost. Rooftop Prince))

***

"Dia nggak ngucapin.. :'("
Setidaknya itu pesan yang ku kirim kepada sahabatku pada malam harinya.
Sayangnya sahabatku pun tidak membalas smsku.
Saat ini aku benar-benar sendirian. Sepertinya tuhan memang memberikan pertanda untuk melupakan dia.

***
22.10

1 message received

"Terima kasih banyak ya! Oh iya, selamat ulang tahun juga ya!"

Singkat, tanpa doa.
Tapi itu dari dia.
Entah mengapa air mataku mengalir lagi, dan percaya disana dia sudah mendoakan lebih banyak untukku.
Tinggal bagaimana tindakanku.
Tetap bertahan atau tetap mulai berusaha melupakan?

"Cinta sejati adalah ketika dia yang kamu cinta tak lagi mempedulikanmu, tetapi kamu masih menunggunya dengan setia"

Ah. Benarkah?

Minggu, 08 Juli 2012

Hari Ini Saya Berumur 21 Tahun..

Hari ini, bukan hari yang luar biasa buat orang-orang. Bukan seperti hari raya, dimana semua masyarakat penjuru menunggu hari ini, mempersiapkan sebaik mungkin untuk hari tersebut, dan menikmatinya luar biasa pada saat waktunya tiba.

Bukan hari kemerdekaan, semuanya bisa menikmati liburan. Dikenang semua orang, dan mereka rela memberikan doa meskipun sesingkat-singkatnya (Setidaknya hanya mengheningkan cipta saja itu sudah sangat berarti buat negara), tidak semua penjuru se Indonesia menyanyikan lagu seperti lagu kemerdekaan yang berkumandang sahut menyahut seharian penuh.

Tapi biar begitu, hari ini berarti sangat buat saya. Berarti karena saya begitu menunggunya, berarti karena saya mengharapkan hari ini akan segera tiba, berdoa semoga segala kebahagiaan dan keberuntungan lain terus mengalir pada hidup saya dimulai dari hari ini.

Karena saya mulai dipercaya Tuhan untuk hidup dan merasakan dunia pada tanggal ini.

21 tahun bukan waktu yang singkat untuk melatih diri ini menjadi lebih dewasa dan mampu dianggap dewasa oleh orang lain. 21 tahun juga bukan waktu yang mudah untuk membentuk sikap ini menjadi lebih berakhlak mulia, segala kebaikan dipertambah dan keburukan dalam diri saya. 21 tahun bukan waktu yang sulit untuk dipahami dan 21 tahun ini bukan waktu yang lama untuk merasakan berbagai kejadian dan pengalaman silih berganti muncul dalam kehidupan dan memberikan makna tersendiri untuk diri saya.

Karena saya, memiliki orang-orang yang luar biasa di sekeliling saya.


Orang-orang yang selalu menyemangati saya dikala saya merasa terjatuh.
Orang-orang yang selalu membuat saya tersenyum, meskipun singkat, dikala hati saya kacau.
Orang-orang yang selalu mengingatkan saya ketika saya terlupa.
Orang-orang yang selalu "membangunkan" agar saya "terjaga" dari mimpi-mimpi saya.
Orang-orang yang selalu menyisipkan nama saya, dalam doa-doa kebaikannya.

Itulah mengapa saya menganggap 21 tahun bukan waktu yang sia-sia. Saya tak akan pernah menyangkalnya, tak akan menyesalinya bahwa umur saya semakin bertambah.

Karena itu bukan pilihan, itu takdirNya, dan saya, mau tak mau harus menerimanya.

21 tahun juga saya belajar banyak. Saya tak akan pernah lupa, selama itu banyak ilmu luar biasa yang bisa saya peroleh hingga waktu membentuk saya seperti ini.

Dalam tahun-tahun itu saya belajar banyak hal yang saya tak akan pernah mau menukarnya dengan perhiasan apapun.
Saya belajar merasakan ketika umur saya masih dibawagh satu tahun.
Saya belajar bagaimana saya menikmati pelukan kedua orang tua saya yang paling ternikmat dalam selama hidup saya ketika saya masih kecil.
Saya belajar merangkak, menggenggam benda apapun yang mampu saya genggam.
Saya belajar melihat apa yang bisa saya lihat.
Saya belajar dan mencoba mengucapkan sepatah kata, meskipun itu hanya ucapan kata "mama" atau "papa".
Bertambah sedikit umur ini, saya belajar berjalan. Tertatih-tatih, tapi saya mampu melewatinya hingga saya bisa berjalan bahkan hingga berlari dengan mulusnya saat ini.
Saya meminta belajar sepeda pada orang tua saya. Sulit, tapi setidaknya saya mampu menjalankannya sekarang meski tidak seprofesional atlit olahragawan sepeda.
Saya meminta diajarkan membaca, hitung-menghitung, bertanya banyak hal yang tidak saya ketahui, bahkan menuntut diri saya untuk meminta orang tua menyekolahkan saya dengan menambahkan tangisan yang menjadi-jadi.
Saya belajar mengenal orang lain. Saya belajar berteman dengan orang lain.

Tapi ketika itu pula, saat saya terhubung dengan orang lain, saya juga belajar hal-hal lain.
Saya belajar berbohong dalam bentuk apapun.
Saya belajar egois ke orang lain.
Saya belajar bahwa semua bisa terselesaikan dengan tangisan.
Meskipun saya tahu, orang tua saya amat sangat tidak mengajari saya akan hal itu dan tidak mengharapkan anaknya seperti itu.
Tapi begitulah waktu. Kembali saya belajar banyak.

Dalam waktu selama dua puluh satu tahun itu, saya bertemu teman-teman saya yang lainnya. Saya bisa merasakan rasa setia, kebersamaan, kenakalan bocah-bocah, hingga sakit hati karena pertemanan.
Saya belajar berbagai ilmu yang bahkan dulu saya tak mengerti. Dulu hanya mengerti tambah-kali-kurang-bagi, membaca sepatah-patah, tapi kini saya tahu apa itu matematika yang sesungguhnya, Bahasa Inggris, IPS, IPA, Kesenian...
Dan lambat laun saya mencoba mempelajari diri saya, apa yang saya suka dan apa yang saya tidak suka.


Saya suka musik.
Saya suka membaca.
Saya suka membuat kerajinan tangan.
Atau bahkan saya suka jalan-jalan bersama sahabat-sahabat saya.
Tapi saat itu juga saya mulai belajar menetang.
Menentang terhadap apapun yang tidak saya sukai, masa bodoh dengan pikiran orang lain.
Saya belajar mengatakan "tidak mau".
Saya belajar mengatakan "saya tidak suka".
Tanpa disadari ternyata sikap itu berkorelasi dengan munculnya sikap menuntut dalam diri saya.

Semakin bertambahnya usia, saya mencoba belajar dari hal-hal kecil dan mencoba mengubahnya.
Saya mencoba memahami makna kehati-hatian.
Mana orang yang saya pandang baik, mana orang yang saya pandang jahat.
Mencoba menjadi anak yang mau membahagiakan orang tuanya dengan prestasi-prestasi kebaikan apapun bentuknya.
Mengurangi kenakalan.
Dan mengetahui apa namanya cinta.
Meski belum seserius kenyataannya.

Ketika saya dinyatakan remaja, saya mulai memhami bahwa dosa-dosa saya tidak lagi ditanggung orang tua saya. Saya mencoba melatih diri saya shalat memenuhi 5 waktu meski masih sangat terundur sekali waktunya.
Mencoba melatih baca Al-Qur'an meski terbata-bata.
Tapi kenakalan remaja tetap tidak bisa dihindari. Itu alamiah muncul dalam tiap remaja, siapapun itu.
Teman-teman saya mengajarkan saya bolos sekolah.
Mengajarkan saya menggunakan uang sekolah untuk jajan.
Mengajarkan saya untuk hal-hal yang tidak baik.
Tapi ego saya masih mengingat, pada orang-orang baik disekeliling saya. Pastinya mereka tak akan pernah mengharapkan saya menjadi "anak nakal" yang mereka miliki dan mereka temui.
Satu hal baru lagi, saya belajar memiliki "impian".

Seiring berjalannya waktu, banyak pengorbanan pula yang saya harus lakukan untuk segala mimpi-mimpi saya.

Saya harus belajar semaksimal mungkin supaya lulus UN.
Saya harus belajar semaksimal mungkin supaya bisa diterima universitas.
Setidaknya saya yakin, biarlah saya bersusah payah karena kebahagiaan nantinya juga bukan hanya untuk saya. Tapi untuk orang-orang baik disekeliling saya, terkhususkan orang tua saya.
Lagi-lagi orang tua.

Terus..terus..dan terus..

Dua puluh satu tahun bukan waktu yang singkat apabila saya kembali menceritakan nya pada kalian. Meskipun sangat singkat untuk saya rasakan.
Seperti saat ini, rasanya kemarin saya masih digendong ibu saya kemana-mana, baru bisa belajar berjalan, baru masuk sekolah SD, SM, SMA...

Tapi sekarang, saya seorang mahasiswa.
Dengan mimpi-mimpi saya.

Yang akan terus mengalir, terus saya catat dalam memori saya, terus saya coret apabila mimpi saya sudah saya dapatkan...

Dua puluh satu tahun bukan waktu yang biasa-biasa saja. Bukan waktu yang bisa aya anggap percuma.
Dua puluh satu tahun bukan gerbang ketika saya merasakan "umur saya sudah kepala dua".
Karena menjadi tua itu tuntutan hidup.
Tapi menjadi bijaksana dalam hidup itu adalah pilihan.
Dan saya memilih mencoba menjalani hidup dengan bijaksana.

Menyelesaikan kuliah, memperoleh pekerjaan yang diinginkan, membahagiakan orang tua dengan semaksimal apa yang saya punya..

Dua puluh satu tahun, ketika mimpi-mimpi yang lebih luar biasa untuk hidup saya bermula dari sini.
Dua puluh satu tahun, ketika saya masih percaya Tuhan berikan saya waktu yang "lebih" untuk terus mengeruk emas pahala sebanyak-banyaknya di dunia.
Dua puluh satu tahun, ketika saya semakin sadar, bahwa akan selalu ada orang-orang baik dan bijaksana dalam hidup saya..

***

Hari ini saya berumur 21 tahun.
Dan saya menikmatinya.. :)

***

Sabtu, 09 Juni 2012

Buatku, Kamu, dan Waktu-Waktu yang Berjalan - 5

Heartbeats fast
colors and promises
how to be brave
how can i love when i'm afraid to fall
but watching you stand alone
all of my doubt suddenly goes away somehow
one step closer

i have died everyday waiting for you
darling don't be afraid i have loved you
for a thousand years
i love you for a thousand more

time stands still
beauty in all she is
i will be brave
i will not let anything take away
what's standing in front of me
every breath
every hour has come to this
one step closer

i have died everyday waiting for you
darling don't be afraid i have loved you
for a thousand years
i love you for a thousand more

and all along i believed i would find you
time has brought your heart to me
i have loved you for a thousand years
i love you for a thousand more

one step closer
one step closer

i have died everyday waiting for you
darling don't be afraid i have loved you
for a thousand years
i love you for a thousand more

and all along i believed i would find you
time has brought your heart to me
i have loved you for a thousand years
i love you for a thousand more


***

Sayangnya, kisah ini bukan seperti Edward yang menunggu Bella sampai saatnya bisa bertemu dan bahagia selamanya. Tapi hanya sebuah kisah seorang perempuan yang entah bisa dikatakan bodoh karena mau-maunya terus bertahan untuk menunggu seseorang yang entah orang itu pun menunggu hal yang sama atau tidak.

Sayangnya juga aku bukan orang yang pandai berkata-kata layaknya seorang pujangga.

Seperti posisiku saat ini, sedang menikmati tiupan angin dari kaca jendela kendaraan umum yang sedang ku tumpangi. Kembali menuju rumah yang senantiasa ku rindukan kehadiran orang-orang di dalamnya. Yang selalu ku rindukan warna catnya meskipun sudah memudar. Yang selalu ku rindukan suara-suara riang pengantar kehidupan disana. Yang selalu ku rindukan, lebih daripada merindukan kamu.

Tapi, tetap saja setiap kali aku kembali, pastinya aku juga merindukan kamu.

Aku bukan Edward, karena aku perempuan. Lagipula aku juga bukan vampir yang mampu hidup abadi seperti di ceritanya itu. Tapi entah mengapa, rasanya menunggu tanpa kepastian itu yaa, seperti ini.

Ya, lagi-lagi silahkan anda mengatakan aku ini orang bodoh atau apapun itu, yang pasti untuk saat ini aku menikmatinya. Menikmati dalam artian, bahwa aku ingin mencoba, menunjukkan pada yang Kuasa, bahwa aku ingin tetap bertahan untuk dia. Meskipun entah nanti pada akhirnya Tuhan berikan aku jodoh orang lain, tapi mungkin saja Tuhan memberikan hasil dari perjuangan ku, bukan?

Who knows..

Entah mengapa, gerimis mulai turun. Terpaksa harus menutup jendela kaca kendaraan umum ini meskipun aku masih amat sangat menikmati angin yang diterpa benda mati ini. Apa kabarnya kamu disana? Apa disana juga hujan seperti disini?

and all along i believed i would find you
time has brought your heart to me
i have loved you for a thousand years
i love you for a thousand more...


Itulah, ini bukan hanya sekedar bertahan saja. Tapi aku juga mencoba mempertahankan kepercayaan ku. Aku percaya suatu saat aku akan menemukan kamu, entah berapa tahun lagi, entah di tempat mana, atau mungkin entah dalam kondisi seperti apa.

Mungkin saja ketika kamu ternyata bersama orang lain, atau justru ketika aku yang mengalami hal tersebut? Terlebih lagi, mungkin saja ketika aku sudah tak bernyawa lagi?
Kalau memang yang pertama dan yang kedua, semoga lagu ini berhenti dalam hati ku. Semoga pikiran dan memori dalam otak ku tentangmu bisa ku hapus, dan ku reset ulang dan ku isi dengan yang baru.

Tapi kalau itu pilihan yang terakhir..
Aku malah berharap, semoga lagu ini tetap tersimpan dalam hati ku, sekalipun kamu tidak mengetahuinya. Karena bagiku, menyimpannya secara rahasia saja sudah lebih dari cukup.

Katakanlah kembali, aku orang bodoh yang tak pernah bisa lepas dari masa lalu. Itulah aku, hanya seorang perempuan yang ingin mencoba menjadi seorang perempuan yang benar-benar menyimpan suatu pengharapan tulus bagi orang yang diharapkannya. Menjadi seorang perempuan yang memang menjaga hatinya untuk seorang saja. Menjadi seorang perempuan yang sesungguhnya sama sekali tidak mengharapkan dia menyadari dengan langsung, tapi biarlah bertahap.. bahwa ada aku, yang mengharapkannya tulus melebihi yang lain.

Katakanlah kembali, aku orang bodoh yang berlebihan. Memang yang namanya perasaan itu membuat buta yang merasakannya. Tapi aku menjamin, ini bukan karena aku buta. Bukan karena aku tidak mau memandang ke sisi lain di dalam hidupku.

Karena aku percaya padanya.
Lebih dari apapun.
Entah mengapa aku merasakan hal itu, bahkan sampai saat ini.

Katakanlah kembali, aku orang bodoh yang berlebihan. Yang tidak tahu bagaimana rasa bersyukur, yang tidak tahu memaknai hidup. Mengharapkan orang yang bahkan tidak jelas apakah mengharapkan kamu juga atau tidak.

Karena dia, salah satu alasan mengapa aku masih terus semangat menjalani hidupku. Meskipun terkadang aku menitikkan air mata, meskipun aku tidak tahu harus berbuat apa, entah mengapa ada suatu kekuatan magis tersendiri ketika aku mengingatnya.

Karena dia, aku tahu bagaimana rasanya mencintai dan dicintai.

and all along i believed i would find you
time has brought your heart to me
i have loved you for a thousand years
i love you for a thousand more...


Sampai kondisi benar-benar memaksaku untuk berlaku seperti ini, lagu ini tetap ku mainkan dalam hati ku...

Rabu, 06 Juni 2012

Buatku, Kamu, dan Waktu-Waktu yang Berjalan - 4

Hari ini, seharusnya aku sibuk berkutat dengan buku-buku, dengan soal-soal, dengan rangkuman-rangkuman atau catatan-catatan kecil yang sempat aku tulis saat kuliah, tapi aktualnya tidak seperti itu. Hari ini aku hanya sibuk menata pikiranku, mencoba tetap berpikir positif, setelah kejadian yang sekian kalinya terulang timbul kembali dalam sekian jam yang entah tak mampu aku hitung dan ku jangkau.

Aku bermimpi lagi. Dan itu kembali tentang kamu.

Bukan suatu hal yang baru, bukan pula suatu hal yang asing. Toh, hal seperti ini sudah amat sangat sering ku terima. Dan sampai saat ini pula, aku tidak mengerti apa maksud dari semua yang Tuhan beri kepada ku. Ada suatu ketenangan, bahwa ternyata Tuhan tidak memberikan ku mimpi buruk. Tetapi ada kekhawatiran pula, bahwa setahu ku mimpi itu hanya bunga tidur, bahkan justru apa yang ada di mimpi bisa jadi di dunia nyata semua menjadi terbalik adanya.

Sudah terhitung 3 kali pula aku bermimpi dengan tema yang sama tentang mu.
Tentang kebahagiaan itu, tentang sesuatu yang pernah kamu lontarkan kepada ku, meski sudah sangat lama sekali.

Sayangnya, aku bukan Tuhan, bukan pula orang yang mampu memprediksi takdir Tuhan seperti apa, bahkan aku juga bukan orang yang tahu mengenai bagaimana nasib jodoh seseorang bisa diindikasikan dengan indikator apa saja.

Berbagai kebetulan itu ada, sering muncul, bahkan sampai saat ini pun masih timbul tenggelam dalam pikiran aku. Tapi terkadang, entah mengapa bagi ku rasa kebetulan itu terasa ganjil dan mengakibatkan justru timbul rasa penasaran, apakah benar ini hanya suatu "kebetulan" saja atau memang suatu pertanda?

Bahkan hingga saat ini, aku tetap terpisah jauh dengan mu.
Sejak aku berumur 15 tahun, selama 9 tahun pula aku tak pernah bertemu. Lagi.

Dan aku juga tak bisa pungkiri, mungkin apabila suatu saat nanti, ketika Tuhan masih memberikan ku kesempatan untuk bisa mempertemukan ku denganmu, rasa itu tidak akan pernah hilang. Akan masih sama dan tidak berubah. Tapi, selama bertahun-tahun itu pula, berbagai pertanda datang silih berganti, entah muncul secara mendadak, atau sengaja aku pikirkan, toh pada kenyataannya sampai saat ini aku tetap tak bisa bertemu dengannmu bahkan tidak pernah terjadi apa-apa.

Cinta bertepuk sebelah tangan kah? Aku rasa tidak.
Bukan ke-PD-an, tapi aku tahu kamu juga menyukaiku. Setidaknya itu yang pernah kamu katakan kepada ku, 9 tahun yang lalu.
Apakah ini hanya sekedar masa lalu dan cukup menjadi suatu memori indah dalam hidup aku saja? Tapi, terkadang, dalam hati kecil yang lain ingin rasanya berteriak, "Ini bukan suatu kebetulan yang disengaja" dan ada rasa harapan yang timbul bahwa kamu memang takdir buatku.

Tapi lagi-lagi aku bukan Tuhan, bukan peramal, bukan pula orang yang berkuasa mendahului takdir Tuhan.

Ah, hujan kali ini benar-benar nikmat. Sepertinya aku ingin minta tolong pada genangan air yang mulai mengalir di jalan untuk turut membawa serta kenangan-kenanganku tentang mu ke tempatmu saat ini. Kalau orang lain tidak mempercayai adanya cinta sejati, kalau begitu aku hanya orang bodoh yang mempercayai itu sekaligus melakukannya? Dimana hatiku hanya tertambat pada satu orang saja, sejak 9 tahun yang lalu, yaitu kamu.

Ya, terkadang aku menyesalinya. Tapi dilain waktu aku meyakininya. Aku menikmatinya, bahwa ini murni keinginanku, murni harapanku.
Mungkin suatu saat aku melihat kamu dengan orang lain, bahkan lebih menyakitkannya memilih orang lain itu menjadi pendamping hidup kamu. Entahlah, biarlah rasa sedih itu menjalariku, dan entah mengapa hatiku tetap tidak mau mengakhiri untuk mengenang tentangmu dari awal saja sebelum kemungkinan itu terjadi.

Ya, when i miss you, i re-read old conversation and smile.

Aku selalu mengingat semua kenangan, tak kurang satu pun, sampai saat ini tercetak jelas di ingatanku.

Aku selalu menguatkan perasaan ini, bahwa tidak masalah ketika kamu terus mengingat "seseorang" itu. Itu tandanya dia amat berarti bagimu. Itu tandanya memang dia berharga untukmu.
Entah aku bodoh, atau aku hanya orang yang mempercayai bahwa cinta pada satu orang itu memang ada, dan itu aku yang menjadi terdakwanya, kamu korbannya.

Dan entah bagaimana pula kamu menanggapinya, mungkin kamu juga akan menganggap bahwa aku bodoh betulan, atau kamu akan menyadari bahwa ada seseorang yang begitu mencintai kamu tak kurang sedikitpun, bertahun-tahun, meski terpisah jauh, tak pernah berubah.

Tuhan, jika aku memang bukan yang terbaik buatnya, semoga dia mendapatkan orang yang juga terbaik sebagaimana aku menganggap dia adalah orang terbaik yang pernah ku temukan dalam hidupku.

Selasa, 05 Juni 2012

Buatku, Kamu, dan Waktu-Waktu yang Berjalan - 3

Malam ini saja, terlihat lebih sunyi dari biasanya. Rasa-rasa dingin yang tercipta juga melebihi batas kemampuanku untuk mampu bertahan menikmatinya. Terkadang setiap mimpi-mimpi yang tercipta dari setiap helai malam justru terlampau melenakan manusia, tapi ada pula yang semangat mencari nikmat jiwa muncul dari sekelompok orang-orang yang tunduk patuh pada TuhanNya.

Aku ingin bercerita, Tuhan. Di malam ini, di sunyinya suasana ini, dan di kondisi seperti ini.

Tentang orang-orang yang masih memiliki mimpi, tentang jiwa-jiwa yang masih menyimpan harapan. Setidaknya, orang-orang seperti itulah, orang-orang yang masih memiliki semangat untuk meneruskan hari-harinya. Orang-orang yang masih percaya bahwa ada Zat yang Maha Kuasa yang tak pernah lelah mendengar keluh kesah dan menemani setiap detik perjalanan kehidupan mereka.

Termasuk aku. Yang masih memiliki harapan dan mimpi tentang suatu indikator keberhasilan. Yang masih terkadang merasa kerdil ketika tak mampu memberikan suatu kebahagian bagi orang lain. Dan yang masih memiliki kepercayaan bahwa suatu saat nanti, aku bisa menjadi hebat dan menciptakan orang-orang hebat lewat diriku.

Ya, suatu saat nanti.

Rasanya membahagiakan orang lain menjadi suatu kepuasan tersendiri bagiku. Setidaknya dalam hitungan beberapa detik, ketika sebentuk garis itu tampak jelas di mataku. Ada suatu kekuatan magis tersendiri yang memberikan kesan kalau mereka masih punya semangat dalam hidupnya. Ada suatu keyakinan bahwa hati mereka pasti akan menjadi lebih baik meski hanya sepersekian persen kadarnya.

Ya, meski dalam beberapa hitungan detik pun, saya menikmatinya. Karena bagi saya urgensi senyum bukan hanya sekedar tanda dari keriangan dan kebahagiaan. Lebih dari itu.

"Kamu tak akan pernah tahu arti senyum dari orang-orang pinggiran seperti itu."
"Memangnya kamu tahu?"
Diam. Hening.
"Ah, paling hanya sekedar formalitas ketika bertemu dengan orang lain. Memang tabiat orang Indonesia seperti itu, bukan?"
"Apakah berlaku juga buat kamu?"
"Yaa, aku rasa setiap orang juga begitu. Kamu juga palingan seperti itu."
"Bahkan ketika melihat seseorang yang tersenyum tulus seperti itu, yang berterima kasih dengan ikhlas padamu? Tidakkah kamu merasakan ada suatu hal yang berbeda dari hatimu?"
"Maksudmu? Memangnya apa hubungan nya dengan keihklasan? Ada juga lho, senyum ikhlas dan pura-pura. Memang kamu mengerti bagaimana membedakannya?"
"Bukan, aku juga tidak tahu membedakannya kalau bukan karena aku, orang itu melontarkan senyumnya."
"Lantas?"
"Tapi aku bisa mengetahuinya. Dari perasaan hati aku. Ada suatu kelegaan dan kerelaan tersendiri, bahkan rasa-rasanya aku ingin ikut tersenyum seperti mereka."
"Semudah itukah? Berteori itu memang mudah, kawan"
"Tapi mempraktikannya juga tidak kalah mudah, kalau kamu mau melakukannya."
Kembali diam. Aku terpaku, mencoba tersenyum meresapi kata-kata diri saya sendiri.
Sebuah pemandangan indah ketika kawan saya, sahabat saya mulai menampakan senyum indahnya.
"Ya, aku kalah. Urgensi senyum tidak hanya untuk suatu "kesenangan", bukan?"

Kamu, dunia ini luas.
Dengan bermiliar-miliar orang, bermiliar-miliar pula kepribadian dan watak, berpangkat entah berapa juta mengenai harapan dan doa-doa yang terlontar, dan tak kalah pula berpangkat berapa juta mengenai cobaan-cobaan yang diterima. Dan untuk menerima dan meneruskan hidup, butuh suatu energi tersendiri dimana kita mampu bertahan atas semua kejadian, baik ataupun buruk.
Tidak semua kondisi orang-orang yang ada di dunia, sama. Ada segelintir orang yang bahagia karena baru memperoleh jabatan baru, ada pula sekelompok orang yang sedih karena tak tahu harus memperoleh uang dengan cara seperti apa lagi.
Ada kumpulan orang-orang yang tetap mengisi jiwa nya dengan semangat-semangat yang masih tersimpan dalam dirinya, tapi ada pula orang-orang yang tak tahu lagi harus berbuat apa.

Kamu, ada banyak cara menikmati sepotong kehidupan, entah dalam kondisi sedih ataupun senang. Memandang riak kecil air di kolam akibat tetesan air yang terjatuh dari atap rumah. Mendengar suara gemerisik gerimis yang membasahi jalanan. Menghirup udara segar di pagi hari. Melihat anak-anak kecil berkeliaran sambil tertawa riang. Saat melihat noda di baju yang kita sendiri tidak tahu dikarenakan apa. Saat menyadari bahwa barang yang kita miliki tertukar dengan milik orang lain. Ketika melihat kerincingan di depan pintu rumah bergerak dan menimbulkan suara akibat ditiup angin.

Ada banyak cara. Baik atau buruk.

Dan semua itu, apabila kita mengetahui dan menikmatinya, tidak terasa "senyum" itu juga timbul.

Ya, bagiku, senyum bukan hanya untuk kebahagiaan. Ketika sedih pun saya rasa sah-sah saja apabila kita tersenyum. Itu tandanya, kita masih punya semangat, kita punya rencana yang lebih baik, kita punya keyakinan yang lebih besar daripada semuanya, dan kita punya harapan akan kebahagiaan lainnya.

Sederhana, tidak sulit. Hanya sisipkan sebentuk garis melengkung kebawah pada bibir kita, disetiap urusan, baik ataupun buruk.
Sederhana, tidak sulit. Hanya bantu mereka melakukan posisi seperti itu, dan kamu akan rasakan betapa lega dan puasnya karena telah membuat orang tersenyum.
Dan kemungkinan kamu ikut tersenyum, pasti lebih besar.

Ya.
Karena buatku makna senyum tidak hanya untuk itu.
Kamu. Jangan bersedih. Tetaplah tersenyum.

Rabu, 30 Mei 2012

Nyanyian Rindu Hujan di Sore Hari

Jakarta, 3 November 2011 Pukul 16.40

Hari ini, hujan turun lagi. Entah mengapa aku sangat menyukai waktu-waktu dimana memandangi jendela dengan butir-butir air hujan turun membahasi kacanya. Menikmati suara gemericik menjatuhi tanah dan sekitarnya. Menghirup dalam-dalam bau khasnya dan mencoba merasakan kembali kenangan tentang hujan.

Aku memainkan jari-jari tanganku di kaca jendela yang penuh uap hujan. Mencoba menggambarkan apapun yang ada di pikiranku. Kamu pasti tahu, ini kebiasaan ku. Kebiasaan yang paling kusukai menikmati segala macam bentuk ketenangan jiwa lewat irama hujan. Setidaknya itu yang kurasakan. Bagiku, suara hujan sudah seperti nyanyian ketenangan hidupku. Tapi, ah! Mengapa lagi-lagi memikirkan kamu?

Harusnya aku tahu, cuma kamu yang tahu kebiasaan ku menikmati hujan seperti ini. Dan ketika hujan turun, kamu pun turut menikmatinya. Ya, aku menyadarinya bahwa kebiasaan kita sama. Aku suka memandangi senyum diwajahmu ketika hujan mulai turun, dan kau menjulurkan tanganmu, membiarkan air hujan menerpa kulit tanganmu. Aku mengikuti apa yang kamu lakukan dan turut menikmatinya. Tapi saat ini aku sedang dirumah, tidak diluar. Bagaimana dengan kamu sekarang? Apa di Yogyakarta sedang turun hujan seperti ini?

Aku ingat, kamu menarik tangan ku, mengajakku menikmati hujan dan bermain bersamanya. Aku sempat khawatir kalau-kalau nanti sakit, tapi entah mengapa dengan bersama dirimu rasa khawatir ku hilang. Rasa kebebasan menjalari tubuhku saat air hujan menerpa tubuhku. Aku bahkan tak peduli jika saat pulang nanti dimarahi ibu. Dan paling menariknya, entah mengapa aku selalu menyukai memandang saat air hujan membasahi rambutmu. Buatku, kamu terlihat lebih keren. Upss, tapi itu jujur dari hatiku.

Waktu itu juga kamu pernah melakukan hal yang sama seperti yang saat ini sedang aku lakukan. Menggambar-gambar apa saja bahkan yang tidak jelas menurutku pun kamu lakukan. Kamu pintar membuatku terhibur dengan semua tingkah lakumu. Dan kamu selalu menyempatkan menggambar bintang dan menuliskan namaku di kaca jendela berkabut itu. Ya, kamu juga tahu bahwa aku sangat menyukai bintang dan kamu pandai menggambarkannya untukku. Ah, terus saja aku mengenangmu. Apa kabarmu di sana?

Hujan sepertinya mau mereda. Atau hanya berhenti sementara? Seperti waktu itu, ketika kita berpikir bahwa hujan sudah reda dan bergegas untuk pulang ke rumah. Tetapi ternyata, dia hanya menipu kita. Ditengah jalan, dia menurunkan pasukannya lebih banyak lagi. Awalnya aku ingin mengeluh, tapi lagi-lagi kamu tersenyum, seakan-akan kamu sangat membela sesuatu yang bernama hujan. Tak pernah mau menggerutu, kesal, atau bahkan marah dengan kehadirannya yang mendadak. Lagi-lagi kamu menarik tanganku, mengajakku berlari menerobos hujan dan sekali lagi aku melihatmu menikmatinya. Ada apa gerangan kamu sangat menyukai hujan seperti itu? Apa sama seperti aku?

Aku belajar banyak darimu, kata ibu, turunnya hujan itu adalah rahmat dari Tuhan. Sudah sebaiknya kita mensyukuri setiap kali hujan turun. Lagipula bukankah salah satu waktu terbaik untuk berdoa kepada Tuhan adalah saat turunnya hujan? Sepertinya kamu selalu bersyukur dengan turunnya hujan.

“ Karena setelah hujan, pasti ada pelangi. Biarpun terlihatnya hanya tipiiiiiisss saja.” Setidaknya aku selalu mengingat kata-katamu itu. Ya, seakan-akan kamu ingin memberikan tahu kepadaku bahwa akan ada yang lebih indah lagi setelah ini. Ah, kamu memang selalu memberikan aura semangat kepadaku. Lagi-lagi rasa rindu ini muncul untukmu.

Benar. Hujan kali ini benar-benar berhenti. Aku bergegas keluar dari kamarku menuju balkon dan mencari pelangi. Sejenak aku menghirup bau hujan dalam-dalam dan menikmati kesejukan hawa nya. Aku ingin seperti kamu, menikmati apapun itu dengan bahagia. Ku pejamkan mata, menenangkan diri, tapi entah mengapa rasanya aku merindukanmu. Rasa rindu ini tak terbendung lagi. Aku menatap langit, mencoba terus mengedarkan keselilingku mencari bayangan pelangi.

“Kok ga ada?”

“ Pasti ada. Ayo naik ke lantai paling atas gedung sekolah.”

Ya, aku belum mencoba mencarinya diatas atap rumahku. Aku menaiki tangga ulir dekat balkon kamarku yang langsung menuju ke atap rumahku. Aku mengedarkan pandanganku ke segala penjuru mencoba terus mencari, walaupun tipis sekali.

Aku menemukannya. Ya, aku menemukannya. Entah mengapa, air mata ini tiba-tiba turun. Ya, tidak hanya merindukannya, aku juga bersyukur masih bisa merasakan nikmat Tuhan sama seperti yang selalu dia lakukan ketika hujan mempertemukan aku dengannya,

***

Yogyakarta, 3 November 2011 Pukul 16.40

Hujan lagi. Saya baru selesai kuliah dan bergegas pulang ke kostan tapi ditengah jalan menuju tempat parkir, hujan mulai turun. Ah, saya selalu menyukai hujan meski waktu hadirnya pun kadang tidak tepat. Orang-orang mulai berlarian mencari tempat untuk berteduh. Mengapa harus takut? Mengapa harus khawatir terkena hujan? Karena nanti pakaiannya akan basah? Atau takut sakit?

Waktu saya kecil, bunda tidak pernah memarahi saya untuk bermain hujan-hujanan. Kata bunda, biar saya bisa merasakan bagaimana hujan itu, biar ada pengalaman. Hujan itu kan tandanya tuhan menurunkan rezeki yang berlimpah ke dunia. Saya menatap langit. Ah, lagi-lagi selalu saja begitu. Kalau hujan turun, pikiran ini selalu muncul tentang dia. Langit terlihat begitu mendung, apakah hujan kali ini turun dengan derasnya?

Saya menjulurkan tangan dan membiarkan air hujan menerpa kulit tangan ini. Saya bolak-balikan telapak tangan sambil tersenyum. Ah, begitu dinginnya air hujan ini. Saya hirup bau air hujan yang membasahi tanah kuat-kuat, mencoba menikmatinya. Terlihat mulai banyak orang yang menggerutu karena hujan tak kunjung berhenti. Saya seperti ingin mengajaknya turut merasakan bahwa hujan tak perlu dipersulitkan. Rasakan dan nikmati saja.

Udara mulai terasa dingin, dan saya lebih merapatkan jaket yang sedang dikenakan. Sedang apa dia disana? Apa dia masih mengingat saya? Apa di Jakarta juga sedang hujan? Banyak kenangan saya dengannya tercipta lewat hujan. Saya suka memandang wajahnya yang berseri setiap kali melihat langit sedang menurunkan hujan. Sepertinya ada rasa kagum terpancar diwajahnya membuat saya juga ikut tersenyum mengikuti tingkahnya. Pernah suatu waktu saat hujan turun, saya tarik tangannya berlari menerobos hujan. Awalnya saya tahu, dia takut. Takut basah dan sakit sepertinya. Seperti asumsi orang-orang biasanya. Tapi akhirnya saya melihatnya. Wajahnya bahagia, saya yakin dia sedang merasakan yang namanya kebebasan.

Ah, lagi-lagi saya mengingatnya. Dia memang sulit untuk dilupakan. Saya dan dia dulu sekelas dan.. saya menyukainya. Hanya saja sampai sekarang dengan posisi yang tidak lagi dekat, saya belum sempat menyatakan perasaan saya. Saya tahu, mungkin saya bisa dibilang sebagai laki-laki pengecut. Kalah sebelum berusaha. Dulu bagi saya, dengan selalu bersamanya itu sudah cukup membahagiakan. Saling belajar dan mengajari tentang makna kehidupan lewat alam, lewat kejadian-kejadian yang muncul tanpa kita sangka-sangka, tapi saya sadar, itu salah. Saya kalah.

Tidak. Bunda mengajarkan saya untuk menjadi seorang pemenang. Selalu belajar dari kesalahan dan mencoba memperbaikinya agar kesalahan tersebut tidak akan terulang lagi. Tapi, apa masih ada waktu untuk saya? Terasa hujan mulai reda, namun saya sangsi. Jangan-jangan seperti waktu itu, ketika saya dan dia merasa hujan sudah mulai reda dan bersama-sama bergegas pulang ke rumah. Ternyata di tengah jalan hujan turun kembali dengan derasnya. Hujan memang senang memberikan waktu kami bersama-sama. Kami sepakat untuk menerjang hujan dan menikmatinya tanpa peduli dengan sakit dan apapun itu.

Saya melihat orang-orang mulai bergegas pulang. Angkutan umum mulai berseliweran dan banyak orang yang berteduh kini berperan sebagai penumpang. Saya sejenak terpaku, melihat seorang anak kecil asyik menuliskan namanya di kaca jendela angkutan umum yang berkabut karena hujan. Lagi-lagi saya ingat, saya senang melakukan hal yang sama untuk nya. Saya selalu membuatkannya gambar dan gambar favoritnya adalah bintang. Ya, dia memang penyuka bintang, dari aksesoris sampai bintang sungguhan yang ada dilangitpun dia menyukainya.

Saya sayang padanya.

Setidaknya itu yang selalu saya tekankan dalam hati saya. Dia memang masih di Jakarta, tapi toh saya di sini hanya sekedar untuk kuliah. Hanya? Mampukah saya. Jelas mampu jika saya juga bisa mengatakan yang sebenarnya, karena sampai saat ini perasaan saya belum sedikitpun pudar. Apa yang sedang dia lakukan disana? Masih penuh semangatkah dia?

Hujan sepertinya memang sudah reda, tapi saya tak mau teburu-buru untuk pulang ke kostan. Masih ada hal yang saya tunggu-tunggu untuk saya lihat. Pelangi. Saya juga sangat suka saat lengkungan pelangi mulai menampakan dirinya. Seakan-akan diibaratkan setelah air mata akan ada harapan indah sesudahnya. Saya melemparkan pandangan kesekeliling kampus, mungkin tertutup gedung yang membuat saya tak dapat menemukannya. Tapi saya yakin, pelangi itu pasti ada, sekalipun dia hadir dengan malu-malu. Seperti waktu dulu, saya mengajaknya ke gedung paling atas agar benar-benar dapat menemukan pelangi bersamanya.

Saya coba menuju gedung paling atas. Berlebihankah saya? Mungkin menurut orang lain begitu. Tapi entah mengapa rasa rindu ini mengalahkan semuanya. Tuhan, mengapa ini baru benar-benar saya rasakan saat ini? Saya mengedarkan pandangan ke segala pejuru, dan saya menemukannya. Saya menemukannya tepat disebelah kiri saya. Jelas, pelangi itu terlihat jelas tidak malu-malu menunjukkan dirinya pada saya. Saya ingin sekali lagi melihat pelangi bersamanya, kalau memang saya bukan yang terbaik untuknya menurut Tuhan.

Saya pejamkan mata, merasakan ketenangan jiwa dan melafadzhkan harapan tadi dalam hati. Berharap saya masih punya harapan, tapi…

Saya menitikkan air mata. Ah, betapa lemahnya laki-laki seperti saya. Betapa lemahnya menahan rindu yang amat kuat saat ini sekaligus mesnyukuri bahwa saya masih diberikan kesempatan melihat mahakarya Tuhan yang luar biasa ini. Saya masih punya kesempatankah? Ada dua orang yang tidak akan pernah berhasil dalam hidupnya, yaitu orang-orang yang berpikir tapi tidak bertindak dan orang-orang yang bertindak tetapi tidak berpikir. Dan saya tidak mau menjadi salah satunya.

Saya keluarkan handphone dan mencari kontak namanya disana. Saya yakin, nomor ini masih dapat saya hubungi, dan..

“Andra?”

“Rena..” ada jeda sejenak dan saya kumpulkan kekuatan sebanyak mungkin dengan waktu yang sesingkat itu.

“ Apa kabar? Saya sedang melihat pelangi di Yogyakarta. Mungkin lebih baik….”

“Aku juga. Indah sekali..”

Ya, saya harus mencobanya, semampu saya. Seperti hujan, setelahnya pasti ada pelangi. Semoga begitu.

Senin, 14 Mei 2012

Satu, Dua, Tiga. Aku Rindu Padamu - 2

Hari ini hujan lagi.
Kalau kamu disini, kamu pasti sangat menyukainya. Saat ini, aku sedang tidak ada kerjaan, bingung, lantas mengikuti saja kemana kaki ini melangkah, ketika hujan bersiap turun. Dan tibalah aku disalah satu tempat kumpul favorit mahasiswa-mahasiswa di daerah ini, tempat dimana mereka bebas menggunakan fasilitas wi-fi, dan meminjam buku yang mereka mau. Lumayan. Aku juga jadi bisa memanfaatkan fasilitas-fasilitas ini semauku, sambil menunggu hujan reda. Aku juga memesan minuman kesukaanku. Cappucino hangat. Kamu juga suka, kan? Kamu ingat, kan?

Tempat ini asyik, banyak mahasiswa-mahasiswa ataupun orang-orang sekitar sini. Tidak hanya untuk meminjam buku, bahkan sekedar memesan segelas minuman sambil berbincang-bincang dengan topik ngalor-ngidul pun ada. Pengunjung juga disuguhkan dengan lagu-lagu easy listening, nyaman, dan manis. Tak memunafikkan pula kalau aku mempredikatkan tempat ini sebagai tempat terfavoritku disini.

Hujan disini cukup deras. Aku hanya tersenyum melihat orang-orang sibuk menggerutu ketika pakaian mereka basah terkena air hujan, melihat wipper mobil-mobil bergerak ke kanan-ke kiri, bocah-bocah dalam angkutan umum usil menggambar kaca jendela mobil yang berembun.

Aku jadi ingin mengikutinya. Sambil menunggu pesanan capuccino hangat ku tiba.

Kamu suka menggambar bintang. Tapi aku selalu gagal menggambarnya sebaik kamu. Jadi, aku menggambar versi anak TK saja, ya? Oh ya, kamu juga suka menggambar spiral-spiral yang terbentuk menjadi lingkaran. Ah, ini juga sulit. Kurasa IQ mu memang tinggi sekali melampaui aku.

Apa kabarmu?

Pesananku akhirnya datang. Hangat. Cappucino disini juga enak. Kamu juga pasti suka kalau merasakannya. Bertepatan dengan aku menikmati minuman ini, temanku mengirimkan pesan lewat aplikasi messager yang ku punya. Tumben sekali serasa ada info yang penting.
Mungkin tentang bola.
Atau tentang F1 dan olahraga-olahraga lainnya.
Atau mungkin tentang cerita-cerita kuliahnya.

"cek link ini.. http://aisnjxxxxx.xxx/rthangsxxx15vag. Keren. Suaranya makin keren aja dia."

Dia siapa?
Lantas kubalas, "dia siapa"

Pesan balasan segera tiba. "Pokoknya cek aja".

Baiklah. Berhubung aku sedang tidak ada kerjaan pula, kubuka laptopku dan segera memanfaatkan fasilitas wi-fi yang oke punyadi tempat ini. Kubuka link yang diberikan temanku.

Video.
Semoga bukan yang aneh-aneh. Tapi temanku juga orang baik-baik kok.

Hatiku sekian detik tersentak.
Kamu. Dan beberapa teman-temanmu.
Dengan gitar. Menyanyi.
Hanya kamu yang menyanyi dan mereka yang mengiringi.
Aku mendengarnya. Sempurna. Lagu yang indah. Benar kata temanku, suaramu memang tetap indah kalau menyanyi.

"gin haruui kkeuteseo kkeonaeboneun
nae maeumsoge kkok sumgyeodun iyagi

meon hutnal eonjenganeun dorabomyeo
eoryeomputan gieoge nan useumjitgetji

bomnare hyanggiga ttatteutan barami
geudae derigo wa nae yeopeuro antne

saranghaneun sarama nareul gieok motaedo
na honjaman baraeon motnan sarangiraedo

ijeya honjatmal manhi johahaetdago
babo gateun najiman cham saranghaetdago


geunare geudaereul baraeon naldeureun
yeogi nae maeumsoge noraega doeeo

saranghaneun sarama nareul gieok
motaedo na honjaman baraeon motnan sarangiraedo

ijeya honjatmal manhi johahaetdago
babo gateun najiman cham saranghaetdago

nae kkumgateun sarama gieokhaji
anhado barami i bomnari neol jakku deryeowa

hana dulssik kyeojineun uri chueogeul ije
eoneudeot nae soneuro kkeoyaman hajiman

hanassik tto hanassik ijeogagireur"
Ku replay sekali lagi, dua kali, tiga kali.

Aku langsung tertarik dengan lagu yang kamu nyanyikan. Aku cek judul lagunya. Lagunya dengan bahasa korea. Ah, menjamur sekali lagu-lagu negara itu. Tapi penasaranku membuatku ingin tahu apa lirik dan beserta artinya. Boleh sekalian ku download lagunya dan sambil menunggu, tak bosan-bosannya aku mengulang lagunya.
Unik. Manis. Sederhana.
Lagu pilihanmu memang selalu begitu.

Ku lihat lirik dan terjemahannya. Sambil mengulang lagu itu lagi dari awal.

"Setelah penantian yang panjang
Akhirnya ku ungkapkan sebuah cerita yang selama ini selalu tersimpan dalam hati

Suatu saat nanti
Dengan kenangan yang mulai menghilang, aku akan tersenyum mengingat masa lalu

Dalam aroma musim semi
Angin yang hangat akan membawamu duduk bersamaku

Wahai orang yang ku cinta
Walaupun kau tidak bisa untuk selalu mengingatnya, aku hanya bisa menyalahkan diriku sendiri karena terus mencintaimu

Saat ini aku kesal karena aku sangat menyukaimu
Walaupun cinta ini tampak begitu bodoh. Aku sangat mencintaimu

Hari itu, hari-hari yang aku lalui bersamamu
Berubah menjadi alunan melodi dalam hatiku

Wahai orang yang ku cinta
Walaupun kau tidak bisa untuk selalu mengingatnya, aku hanya bisa menyalahkan diriku sendiri karena terus mencintaimu

Saat ini aku kesal karena aku sangat menyukaimu
Walaupun cinta ini tampak begitu bodoh. Aku sangat mencintaimu

Untuk seseorang yang selalu ku impikan
Walaupun kau tidak bisa mengingatnya, angin di musim semi akan membawamu kembali

Kenangan kita begitu indah saat itu
Sekarang aku sendiri yang harus menghapusnya

Aku berharap perlahan-lahan bisa melupakan semua itu"

Tidak.
Kamu tidak seperti itu, kan?
Kamu tidak akan menyerah, kan?
Tolong tunggu aku, sampai batas waktu yang ditetapkan olehNya tiba. Sampai aku siap mempertanggungjawabkan perasaan ini, bukan sekedar menjadikannya suatu permainan untukmu.
Kamu masih berusaha dengan cara yang terbaik, kan? Aku juga. Percayalah.
Maafkan aku.
Aku rindu padamu.
Sungguh.

Aku ingin menyampaikannya kali ini. Ku pejamkan mata, mencoba rilekskan hati.
Hitung sampai tiga.
Satu.
Dua.
Tiga.
Aku rindu padamu.
Semoga hujan ini mengantarkan pesanku padamu.

***

"Mbak, boleh minta tolong?" Aku memanggil salah satu pelayan tempat ini.
"Bisa request lagu? Saya punya lagu di Flash Disk saya, tolong puterin ya."
Mbak-mbak pelayan itu menerima Flash Disk punyaku, dan tak sampai lima menit kemudia datang mengembalikannya padaku.
Aku mengucapkan terima kasih padanya. Dan lagu versi asli dari cover song yang kamu nyanyikan mulai terdengar di tempat ini.

***

Hujan sudah reda. Bergegas aku membayar minumanku dan hendak pulang. Saat berjalan keluar tempat ini, tak sengaja aku mendengar orang yang sedang membayar di kasir setelahku bertanya, "Mbak. Lagu korea yang tadi diputar itu lagunya siapa ya?". "Iya mbak. Siapa yang nyanyi? Judulnya apa?"
Berebut saling bertanya.

Aku tersenyum.
Ah. Sihirmu memang ampuh. Orang-orang banyak menyukai lagu pilihanmu. Termasuk aku.

Aku ingin menyampaikannya kali ini. Ku pejamkan mata, mencoba rilekskan hati.
Hitung sampai tiga.
Satu.
Dua.
Tiga.
Aku rindu padamu.

***

[Thank you. This song is sung by Lee Hae Ri from Davichi, Original Soundtrack of K-Drama Posseidon. Enjoy it. Happy Downloading]