Rabu, 15 April 2015

Buatku, Kamu, dan Waktu-Waktu yang Berjalan - 21- End

Hai. Sudah berapa lama? Aku bahkan sampai lupa waktu, seberapa lama aku mempertahankan semuanya dengan rasa yang masih sama, tak berkurang sedikitpun. Sekalipun aku sadar, dirimu pun telah lama mengesahkan bahwa semua tidak akan pernah berlanjut lagi. Dalam bentuk apapun, dalam kesempatan apapun.

Kuatkah kamu disana? Ah, betul. Waktu begitu cepat berlalu dan aku rasa bagimu melupakan semuanya juga begitu cepat. Lenyap. Tanpa bekas. Pasalnya, bagiku lagi-lagi itu tidak mudah. Aku telah terlalu banyak menghabiskan kenangan sambil menunggu waktu yang tepat, hingga saatnya tiba, ternyata semua tidak seperti yang aku impikan. Kehadiranmu tak pernah lagi kujumpai. Sampai sekarang.

Aku bahkan kamu saling berbagi cerita, sedekat itu, bahkan untuk terakhir kalinya pun kamu katakan, pertemanan akan tetap diusahakan. Bagimu itu tetap paling yang terpenting. Tidak akan pernah hilang biar saja perasaan yang menghilang. Kenyataannya, aku menelan itu sendirian, seakan-akan dirimu amnesia atau bahkan sedetikpun belum pernah mengenalku, tentang semuanya. Kamu tidak secara gamblang katakan untuk menjauhiku, tapi yang aku temui adalah diriku tak diberi kesempatan untuk dekat seperti dulu.

Demi Tuhan, melihat sosok dengan jaket, jam tangan, dan tas selempang kecil dihadapanku membuyarkan ketangguhan air mataku lagi. Apa kamu sehat? Baik-baik saja kah? Terakhir kamu doakan aku untuk bisa mendapatkan pekerjaan baru yang aku inginkan, dan belum sempat aku ceritakan padamu, tapi aku berhutang doa padamu, bisa jadi doamu salah satu doa-doa yang dia kabulkan untukku.Demi apapun, aku tetap mendoakanmu sampai detik ini.

Mungkin kehadiranku dalam hidupmu justru mengacaukan semua rencana indah yang kamu siapkan. Perjumpaan kita pun, yang aku tahu itu takdir Tuhan, lantas aku bisa apa jika yang aku rasakan memang murni datang dengan sendirinya tanpa dibuat-buat, tanpa dipaksa? Destiny can’t be changed. Nggak akan pernah bisa berubah. Mungkin kita hanya sekedar dipertemukan, bukan dipersatukan. Sekalipun aku harus kehilanganmu untuk kedua kalinya dan mungkin pula ini untuk yang selamanya.

Ketahuilah, aku bahkan tak pernah bisa membencimu. Sedikitpun. Apapun yang sudah kamu lakukan padaku, entah rasanya itu tidak berhasil pula menjadi alasan untuk membenci. Iya, Sedetik waktu bersamamu adalah keniscayaan akan rasa bahagia. Sungguh aku merindukanmu meski aku tahu dirimu telah ada di sudut yang paling jauh dari pandanganku. Keinginanku yang terus menjadikan “harapan” hati untuk berteriak, “jangan menyerah! Sebentar lagi kamu bakal dipertemukan lagi kok!”, sejenis keinginan untuk bisa menjadi sosok yang terus bisa mendampingimu, menyemangatimu dalam meraih impian-impianmu, yang siap merengkuhmu jika kamu lelah dan jatuh, yang siap membelamu jika kamu tersudut, aku rasa, mau tidak mau aku harus menghapusnya. Sedikit demi sedikit. Secara permanen.

Memunculkan sosokmu dalam pikiranku selalu membuat dadaku sesak. Sesak karena aku gagal memenuhi impianku. Sesak karena sesungguhnya aku bukanlah akhir dari perjalananmu. Maafkan aku jika tidak berani mengeluarkan perasaan secara langsung padamu, diriku memang seperti ini. Payah. Tapi ketahuilah, terkadang kata-kata yang kutulis adalah tentang doa dan harapan untuk bahagiamu yang tak mampu aku ucapkan.

Tidak apa.

Kau tahu?
Aku berterima kasih padamu. Karenamu aku memang terjatuh, namun Tuhan juga membangkitkan aku. Karenamu aku paham, cinta ini tumbuh karena-Nya dan datang dari-Nya. Dia berikan kejadian ini untuk membangunkanku bahwa cinta-Nya jauh lebih besar, jauh lebih luas untukku.

Kau tahu?
Bagimu aku bisa jadi tampak bodoh tapi aku berterima kasih padamu. Kamu menyadarkanku bahwa Tuhan sesungguhnya mungkin telah siapkan yan terbaik untukku dan pastinya untukmu juga. Yang akan mau menghargaiku sebagai wanita, yang akan menganggapku sebagai wanita yang harus dia jaga kehormatannya. Bukan yang seharusnya aku kejar hingga tega menyakiti hati sendiri yang bahkan dirimu sendiri tak ingin aku kejar, tak ingin aku pertahankan.

Kamu tahu?
Terima kasih telah menghilang dan pergi dariku meskipun aku merindukanmu. Kepergianmu menyadarkan aku agar terus menjadi wanita yang hebat. Mengalami penolakan bukan suatu hal yang baru untukku, bahkan dari kecil aku sudah merasakannya. Memiliki perasaan terhadap orang lain pun sungguh bukan suatu hal yang mudah bagiku dengan “takdir kepribadian” ini. Bahkan menunggu selama itu demi apapun bukan suatu hal yang mudah dilakukan dan bukan hal mudah pula untuk diupakan saat ini. Tapi dengan kepergianmu lah mengingatkan aku pada Tuhan. Kepergianmu mendekatkan aku pada-Nya, bahwa apapun yang akan terjadi nanti padaku dan padamu adalah jalan yang terbaik dari-Nya. Jika memang takdir-Nya, aku yakin kita akan dipertemukan lagi untuk terkahir kalinya dan selama-lamanya untuk sebenar-benarnya bersama. Destiny can’t be changed, right. Dan jika ada kesempatan seperti itu lagi, maukah kamu ‘meyakinkannya’ untuk kali itu?

Kamu tahu?
Terima kasih atas semua waktumu bersamaku.
Aku jauh lebih bahagia mencintai-Nya.
Sekarang.

(1 April 2015)

Minggu, 22 Maret 2015

Titik Tanpa Koma



Lewat sajak-sajak senja yang memanggilku
mesra menyentuh relung jiwa yang telah terdiam begitu lama
Aku berdiri disini, menikmatinya
tanpa interupsi biarkan senja melakukan semaunya sendiri

Sehitung waktu dalam keheningan aku sempat menggila
Ragu tanpa aba-aba
menghilang segala sesuatunya tanpa diminta
Tapi apa yang kunamakan cinta telah terlanjur memakan diriku
akalku
harapan-harapanku
Hingga sekuat apapun aku mencoba melupakan langit
Percuma tak akan mau membantu

Rapuh,
Kalut,
Ratap.
Lantas apa lagi yang bisa diperbuat
Jika Tuhan berikan jalan tak dinyana apapun pula harus diterima
Ikhlas
Bukankah sesudah kesulitan Dia janjikan kemudahan?

Berlatarkan langit jingga dengan rasa rela
Kesadaranku pulih, air mataku menderas
Tertampar keras
Bahwa Ia tegurkan padaku, cinta-Nya jauh lebih besar dari cinta makhluklainnya
Sekalipun cinta pada makhluk-Nya tidak pernah salah
Tapi logika mengatakan,
“bukankah suatu kesalahan ketika aku jauh lebih mencintai makhluk-Nya?”

Senja,
Sampaikan maaf yang sudah seharusnya
dan kata yang ingin kusampaikan
Aku mencintai Tuhanku tanpa koma,
Titik.

Senin, 09 Maret 2015

Islamic Calligraphy - 4 - Q.S An-Naml (27) : 40



This Islamic Calligraphy made by me on March 01st 2015.

***
Q.S An-Naml (27) : 40

"Hadza min fadhli rabbi".

Ada satu bahasan yang bikin “nyes” waktu ngumpul kemarin. Saya awalnya ngira, ini sekedar hadits atau kata-kata mutiara hikmah semacam itu, tapi ternyata itu penggalan ayat Q.S An-Naml (27) : 40.

Jadi kalau secara garis besar baca terjemahan dan tafsir, intinya tentang Nabi Sulaiman A.S mau nunjukin kenabiannya ke ratu bilqis. Beliau nanya ke bala tentaranya (yg terdiri dari jin dan manusia), “eh siapa yg bisa bawa singgasana ratu bilqis secepat mungkin?” Dan dari beberapa penawaran, yang paling oke bilang, “saya bisa bawa singgasana itu bahkan sebelum engkau berkedip”. Beliau berdoa kepada Allah dan ternyata benar terjadi.

Lantas Nabi Sulaiman berkata, “Hadza min fadhli rabbi, ini termasuk karunia Rabb-ku”. Tapi beliau ngelanjutin kata-katanya, “yaitu untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari. Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk [kebaikan] dirinya sendiri, dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”.

Itu sih secara terjemahan nya ya. CMIIW juga.

Tapi yang bikin “nyes” adalah waktu pas ngumpul itu ada yg bilang,

"kadang kita dipuji sedikit sama orang, semisal dibilang pinter lah, cakep lah, aktivis yang beuh gerecep banget lah, atau sesuatu yang hebat-hebatlah, kayaknya adaaa gitu rasa "ih iya, hebat juga ya gue", padahal ya gitu, hadza min fadhli rabbi, kalaupun ada kehebatan yang kita punya, itu asli karunianya Allah. Emang sih mungkin kita usaha juga, tapi tetap ga bakalan bisa kalau bukan Dia yang ngasih kesempatan biar kita "bisa", kan? Tinggal pilih buat bersyukur atau ingkar. Toh kalaupun Dia berkehendak untuk "ngambil" lagi kehebatan kita, yaaa itu hakNya."

Ah. Iya. Hadza min fadhli rabbi. Kita mah nggak ada apa-apanya. Ibarat dikasih pinjem sama yang punya segalanya, yang orang lain anggap kita “bisa ini-itu” pun sebetulnya termasuk karuniaNya, bukan asli milik sendiri.

Sekian. Semoga kita semua bisa mengambil hikmahnya ya.
:)

Rabu, 25 Februari 2015

Senja dan Kejora - 3

"Ra?"
"Hmm..." Kejora sok sibuk mengetik di laptopnya.
"Ra?"
"Apa, Nja?"
"Ra, masukin uang Rp 500.000,- buat infaq kebanyakan nggak?"
"Iyalah, Nja. Rp 200.000,- aja juga udah banyak banget. Orang-orang malah seringnya kalau nggak seribu, lima ribu, sepuluh ribu, ya ampun, seratus ribu juga jarang, Nja."
"Nah. Tapi kamu pernah mikir kayak gitu ga sama apa aja yang udah Allah kasih ke kita?"

Kejora menghentikan ketikannya. Diam sejenak.
"Iya nggak, Ra?"
Kejora masih diam.
"Ih si Ara diam aja ditanyain juga."
"Njaaaa...Kok kata-katamu "dalem" sih?"
"Dalem apanya? Nggak, Ra. Ini aku juga baru ngeh, kayak abis disentil. Yaaah merenung gitu lah, Ra."

Kejora menghampiri tempat Senja duduk. "Nja, gara-gara omongan kamu, aku baru inget belum infaq hari ini."
"Belum malam, Ra, Masih ada waktu buat infaq. Jalan ke mushala bentar selipin duit juga bisa. Atau kalau nggak, niatin sekarang mau sisihin uang berapa, infaq-in nya barengin sama infaq besok."
Kejora mengangguk-angguk, "Iya ya Nja. Betul juga. Kadang kita suka mikir, ngeluarin duit lima ribu aja buat infaq kayaknya susah banget. Takut banget kayak uang kita di dompet bakalan habis cuma gara-gara ngeluarin duit lima ribu."
Senja ikutan mengangguk. "Iya, Ra. Padahal kalau mau bandingin sama apa yang udah Allah kasih, ya ampun, kita mah nggak bakalan ada apa-apanya, ya Ra. Duit yang kita punya juga Allah yang ngasih. Bahkan mau napas buat bisa hidup aja Allah yang kasih. Kenapa kita malah pelit sama orang lain atau sekedar bersedekah di jalan Allah? Yang punya segalanya aja sama sekali nggak pelit."

"Iya, bener Nja. Padahal kata Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam, bersedekah itu nggak bakalan ngurangin harta(*). Itu juga mungkin ya yang bikin Utsman bin Affan Radhiallahu Anhu yang kaya nya nggak ketulungan, sekalipun dia sedekah sebanyak mungkin dan emang betul-betul karena Allah, hartanya nggak bakalan berkurang, malah makin banyak."
"Iya kah?" tanya Senja penasaran.
"Salah satunya sih waktu itu ceritanya Thalhah bin Ubaidillah r.a mau bayar hutangnya sama Utsman bin Affan r.a, pas mau bayar dan bilang sama Utsman kalau uang nya udah ada, beliau malah bilang ke Thalhah kalau "Udah uangnya buat kamu aja sebagai hadiah kepahlawananmu"(**). Thalhah r.a ngutang sama beliau aja dilepas hutangnya. Lah kita Njaaaa? Adik kita utang aja dua puluh ribu kayak nya dikejar-kejar banget deeeh. Malah suka nyari-nyari orang lain, "Ada yang punya utang sama gue gaaaa?"
Senja tertawa, "Ahahaha. Iya banget ya, Ra. Aku juga doyan banget mikir-mikirin, kira-kira ada yang ngutang ga ya sama aku? Terutama kalau duit lagi cekak."

Kejora mengangguk-angguk, "Iya, kadang juga suka ngerasa, duh sama uang aja kok sebegininya ya, Nja. Ya ampuuun. Malu sama Allah, maruk banget sama duit."
"Padahal hitung-hitungan sama harta pun juga ga baik ya, Ra(***). Itulah kenapa daritadi aku mikir dan nanya begitu, Ra. Kita hitung-hitungan banget sama apa yang kita punya, padahal Allah aja ngasih rezeki ke kita kapanpun dia mau. Nggak pakai hitung-hitungan."
Kejora menghela napas kuat-kuat, "Nja, aku sebetulnya pernah dikasih tahu sama ayah aku, kalau lupa sedekah, bawaannya lagi pengen "pelit" aja, coba baca Q.S Al-Hadid. Nanti kamu bakalan kayak dicubit(****). Tapi dasar aku nya aja yang yaaah bandel gitulah. Ah, payah deh aku."
"Oh iya, Ra? Ayah kamu emang the best lah. Oke nanti ngaji aku baca itu. Aku juga sebetulnya pernah ngeh sih ada hadits yang bilang, "Wahai kaum wanita, bersedekahlah walaupun dengan perhiasan kalian"(*****). Raaaa, kita kan wanitaaaa. Ngeri banget ya kitaaaa."
"Demi apa Njaaaa? Ya ampun, ingetin aku terus Nja kalau aku males banget buat infaq atau lagi pelit banget sama orang ya. Kita kan cewek Njaaaaa, ya ampuuun"

"Ada juga aku pernah diceritain dulu, waktu abis shalat ied, Rasulullah bilang gini ke kaum wanita, 'Wahai kaum wanita, bersedekahlah, karena sesungguhnya kebanyakan dari kalian menjadi bahan bakar api neraka jahanam'. Terus ada yang nanya, 'Kenapa gitu ya Rasul?' Rasulullah jawab, 'Karena kamu banyak mengeluh dan suka membangkang kepada suami.'(******) Raaa, kalau nanti aku dikasih kesempatan nikah, jangan sampai aku kebanyakan ngeluh sama ngebangkang sama suami deh. BAHAN BAKAR API NERAKA JAHANAM, Raaaa..."
"SERIUSAN NJAAA? BAHAN BAKAR API NERAKA JAHANAM? Ya Allah semoga Engkau jodohkan aku dengan laki-laki yang suka bersedekah dan mau ngajarin aku biar nggak ngeluh-ngeluh mulu sama dia. Aamiin."
"Mau nya siapa, Ra? Ahahaha."
"Anja! Seriusan ini do'anya. Tolong aamiin-in."
"Iya aamiin ya Allah. Semoga aku juga dijodohkan dengan laki-laki seperti itu. Soalnya kita kan perempuan ya Allah, banyak khilafnya, makanya semoga engkau jodohkan kita dengan sosok yang mau mengajarkan dan saling belajar tentang kebaikan. Iya nggak, Ra?"
"Kamu mau nya sama siapa, Nja? Hahahaha."
"Ra. ini seriusan juga. Eh, tapi ini do'a nya kayak curhat gini, iya nggak sih?"

Kejora terus tertawa, tapi sambil mencari-cari sesuatu di lemarinya. "Hahaha. Capek ah ketawa mulu. Nja, gimana kalau kita buat konsep sedekah sendiri. Semisalnya bingung mau sedekah kemana, daripada nggak jelas, tiap hari nih ya, kita taruh duit yang kita niatin buat sedekah di kotak ini, terus nanti mungkin tiap seminggu atau dua minggu sekali, baru kita masukin ke masjid atau sedekahin ke amal-amal ZIS yang ada disini. Tapi kalau mau sedekah langsung diluar sih silahkan aja. Ini biar kita makin sering dan banyak-banyakin nyisihin "kefanaan" aja kayak Utsman bin Affan r.a. Iya kaaan?"
"Cerdas banget si Kejora. Boleh-boleh. Taruh aja diatas TV, Ra. Aku mau masukin hari ini. Kamu sekalian aja masukin katanya belum infaq hari ini,"
"Ho oh. Bentar, Nja, doamu tadi buat siapa?"
"Araaaaa!"
"Seriusan, Njaaaa"
"Bodo ah."
"Katanya kalau doa kalau bisa sedetail mungkin Njaaa."
"Bodo. Kamu juga emang buat siapa? Hayooo?"
"Njaaa. Kasih tauuu"
"Nggaaak!"




***

Nb :

(*)
Dari Abu Hurairah r.a bahwasanya Rasulullah bersabda, "Tidaklah sesuatu pemberian sedekah itu mengurangi banyaknya harta. Tidaklah Allah itu menambahkan seseorang akan sifat pengampunannya, melainkan ia akan bertambah pula kemuliaannya. Juga tidaklah seseorang itu merendahkan diri karena mengharapkan keridhaan Allah, melainkan ia akan diangkat pula derajatnya oleh Allah 'Azzawajalla" (H.R Muslim - Riyadhus Shalihin Hadits No. 554)

(**)
Tentang Utsman bin Affan r.a, beliau memang dikenal sebagai salah satu sosok sahabat Nabi SAW yang luar biasa kaya nggak abis-abis. Agak lebay sih bahasa saya, tapi kalau baca-baca kisahnya, emang betulan begitu. Dan memang masih banyak Sahabat Nabi SAW yang juga kaya dan dermawan, semisalnya Abdurrahman bin Auf r.a, beliau juga oke banget, kaya tapi dermawannya minta ampun. Tapi bagi saya Utsman bin Affan paling the best kalau soal tajir, dermawan, sekaligus lemah lembut luar biasa. Kayak udah satu paket buat dia. Beda banget sama manusia jaman sekarang.

"Beliau memiliki akhlak mulia, sangat pemalu, dermawan, dan terhormat, mendahulukan kebutuhan keluarga dan familinya dengan memberikan perhiasan dunia yang fana. Mungkin beliau bermaksud untuk mendorong mereka agar lebih mendahulukan sesuatu yang kekal daripada sesuatu yang fana."

"Diriwayatkan dari Ibnu Jarir bahwa Thalhah r.a datang menemui Utsman bin Affan r.a dluar masjid dan berkata pada beliau, "Uang lima puluh ribu yang dulu aku pinjam sekarang sudah ada, kirimlah utusanmu untuk datang mengambilnya!" Beliau menjawab, "Uang tersebut sudah kami hibahkan untukmu karena kepahlawananmu"

"Dari Abdurrahman bin Samurah bahwa pada suatu hari Utsman bin Affan r.a datang membawa seribu dinar dan meletakannya di kamar Rasulullah SAW. Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada dosa bagi Utsman setelah dia melakukan ini (diucapkan dua kali)" (Diambil dari Buku Al-Bidayah wan Nihayah - Masa Khulafa'ur Rasyidin; Bagian Khalifah Utsman bin Affan r.a - Pasal Pertama Biografi Utsman bin Affan r.a, Ibnu Katsir)

Oh iya, Utsman bin Affan juga bahkan waktu Ali bin Abi Thalib r.a mau menikah dengan Fatimah Azzahra r.a, beliau membeli pakaian perang Ali seharga 500 dirham. 400 dirham digunakan Ali untuk mas kawin, sedangkan yang 100 nya untuk biaya lain. Nggak lama kemudian, beliau mengembalikan baju perang Ali itu sebagai kado pernikahan. Dan lagi, bahkan saat beliau wafat pun, Ubaidillah bin Utbah memberitakan, beliau masih mempunyai harta yang disimpan penjaga gudangnya, yaitu: 30.500.000 dirham dan 100.000 dinar. dan itu kalau di konversiin dalam rupiah mencapai Rp 7,2 triliun. Keren ya?

(***)
Dari Asma' binti Abu Bakar As-Shiddiq r.a, katanya, "Rasulullah SAW bersabda kepadaku, "Jangan engkau menyimpan apa-apa yang ada di tanganmu, sebab kalau demikian maka Allah akan menyimpan terhadap dirimu - yakni engkau tidak diberi rezeki lagi"
Dalam riwayat lain disebutkan,
"Nafkahkanlah atau berikanlah atau sebarkanlah dan jangan engkau menghitung-hitungnya, sebab kalau demikian maka Allah akan menghitung-hitungkan karunia yang akan diberikan kepadamu. Jangan pula engkau mencegah - menahan untuk memberikan sesuatu, sebab kalau demikian maka Allah akan mencegah pemberianNya padamu" (Muttafaq 'alaih - Riyadhus Shalihin Hadits No. 557)

(****)
Sok atuh lah coba baca terjemahannya Q.S Al-Hadid. Semoga saling mengingatkan juga. :)

(*****)
Diriwayatkan dari Amr bin Al-Harits, dari Zainab istri Abdullah, ia berkata, "Saat itu aku berada di dalam masjid, lalu aku melihat Rasulullah SAW bersabda, "Wahai kaum wanita, bersedekahlah walaupun dengan perhiasan kalian". Saat itu Zainab sudah biasa bersedekah untuk Abdullah dan anak-anak yatim yang ada di rumahnya (dalam pengasuhannya). Kemudian Zainab berkata kepada Abdullah, "Tanyakan kepada Rasulullah SAW, apakah sudah cukup bagiku bersedakh untukmu dan anak-anak yatim yang ada di rumahku?" Abdullah berkata, "Kamu saja yang menanyakan halitu kepada beliau". Kemudian aku berangkat menemui Rasulullah SAW, akupun bertemu dengan seorang wanita dari golongan Anshar yang berada di depan pintu rumah beliau. Urusan wanita Anshar itu sama denganku. Lalu Bilal bin Rabah r.a lewat dihadapan kamu, kemudian kami meminta padanya untuk menanyakan hal ini kepada Rasulullah SAW. Kami meminta Bilal agar tidak memberitahukan perihal kami. Bilal pun masuk ke rumah Rasulullah SAW dan menanyakan hal itu. Lalu Rasulullah SAW bertanya, "Siapa dua orang itu?" Bilal menjawab, "Zainab". Rasulullah Saw bertanya, "Zainab siapa?" Bilal menjawab, "istri Abdullah". Kemudian beliau berkata. "Ya. Cukup. Dan ia mendapatkan dua pahala. Satu pahala sedekah dan satu lagi pahala kekerabatan". (H.R Shahih Bukhari No. 1466)

(******)
Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah r.a, dia berkata, "Saya pernah menyaksikan shalat Ied bersama Rasulullah SAW. Beliau memulai hari raya dengan melaksanakan shalat Ied terlebih dahulu kemudian berkhutbah, tanpa adzan dan tanpa iqamah. Kemudian beliau berdiri dengan berpegangan kepada Bilal bin Rabah. Rasulullah SAW memerintahkan manusia untuk bertakwa dan mendorong untuk menaati Allah SWT. Beliau menasihati dan mengingatkan mereka. Kemudian beliau berlalu hingga sampai kepada kaum wanita. Beliau pun menasihati kaum wanita dan mengingatkan mereka. Beliau bersabda, "Wahai kaum wanita, bersedekahlah, karena sesungguhnya kebanyakan kalian menjadi bahan bakar api neraka Jahanam". Lalu ada seorang wanita berdiri dengan wajah merah hitam pada pipinya yang berada di tengah-tengah kerumunan mereka. Wanita itu bertanya, "Kenapa seperti itu Rasulullah?" Rasulullah SAW menjawab, "Karena kamu banyak mengeluh dan suka membangkang kepada suami." Jabir berkata, "Setelah itu, mereka menyedekahkan perhiasan mereka. Mereka melemparkan anting dan cincin yang mereka pakai ke kain yang dibentangkan oleh Bilal". (H.R Shahih Bukhari)

Ciaoo!

Jumat, 20 Februari 2015

Coretan Kejora - 2

Kalau bukan kita yang mentarbiyah diri kita sendiri, maka siapa lagi?
Seperti kali ini, aku merasa...

"Kak Kejora, bapak tukang es dawet itu nangis."
Aku mengikuti arah yang adikku tunjuk. Ah iya, aku melihatnya. Seorang bapak tua dengan wajah yang sudah lelah, efek usia yang juga tidak bisa disembunyikan, dan dia menyatukan kedua telapak tangannya, menggenggam penuh erat di wajahnya.
Dan ada air mata di pipinya.

"Beli gih dek. Kamu punya uang berapa?"
"Tapi kan dingin kak. Abis hujan."
"Biarin. Nanti kamu minta bungkusin aja sama bapaknya. Nih kakak cuma megang uang lebih Rp 20.000."
"Kak itu banyak banget, mau beli sepanci?"
"Nggak apa-apa dek. Buru gih, keburu bapaknya malah pergi."
Dan adikku bergegas menuju si bapak tukang es dawet.

Aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya hingga adikku kembali dengan menenteng kantong plastik lima buah.
"Dapat berapa?"
"Nggak tahu. Aku nggak ngitung kak. Tadi aku tambahin lagi Rp 10.000. Kak, tadi pas aku bilang mau beli, bapak nya tanya mau beli berapa, aku bilang beli Rp 30.000 dapat berapa, beliau sampai bengong gitu lho kak."
"Oh ya? Terus?" Aku ambil satu plastik kecil dan mulai menikmatinya,
"Kak, ih dingin sih. Katanya buat ntar aja," protes adikku.
"Nggak apa-apa. Insya Allah malah berkah. Terusin lagi ceritamu dong."
"Bapak nya bengong terus kayak kliyepan gitu matanya terus beliau balik badan sambil ngusap-ngusap matanya. Kayaknya nangis lagi. Dan beliau nanya masti-in gitu kak, "Adek betulan mau beli Rp 30.000?" Aku bilang aja, iya."
"Ah, semoga bisa jadi rezeki buat bapaknya ya."

"Bapak nya sambil berkali-kali pegang tangan aku dua-duanya kak. Kayaknya berterima kasih banget. Aku malah jadi nggak enak beliau sampai segitunya."
"Mungkin beliau emang belum begitu laku jualannya, apalagi hujan, makanya pas kamu bilang mau beli, dia jadi kayak bersyukur banget."
Adikku mengangguk tapi lantas berkomentar lagi, "Kasian ya kak sama orang-orang yang kayak gitu. Dunia kayaknya kejam banget. Aku ngebayangin, mungkin kalau aku jadi si bapak, wah nggak tahu deh aku bakalan kayak gimana. Jangankan gitu kak, kesusahan dikit aja, nggak tahu harus minta tolong sama siapa, ah ya ampun kak, beliau tegar banget."
"Hmmm, bisa aja sebetulnya beliau itu justru rapuh, siapa sih dikasih kondisi kayak gitu yang hati dan pikiranya nggak karuan? Tapi beliau mungkin tahu ada yang bakalan selalu menguatkan disamping beliau. Dek, Allah itu dekat. Bahkan lebih dekat dari urat nadi kita."

Aku memikirkan perkataan ku beberapa jam yang lalu. Iya, aku tahu itu penggalan ayat Q.S Al-Baqarah. Lantas aku buka Al-Qur'an ku, aku cari dan saat aku menemukannya, entahlah, aku sulit mengatakan apa yang aku rasakan saat ini.
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang-orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran." (Q.S Al-Baqarah : 186)
Seketika badanku rasanya lemas. Padahal aku berkata "Allah itu dekat" ke adikku, dengan maksud, ya kalaupun tidak ada yang menolong kita, ada Allah yang selalu stand by disamping kita. Tapi ternyata ketika aku lihat terjemahannya...
Aku yakin makna nya lebih dari itu.
Lebih.
Jauh lebih luar biasa daripada itu.

Aku tahu aku tidak punya pemahaman untuk menafsirkan ayat Al-Qur'an. Ketika aku membaca artinya dengan lengkap, aku hanya merasakan suatu hal yang aku sendiri sulit untuk mengungkapkannya.

Aku merasa betapa Allah begitu luar biasa. Bahkan Dia sudah mengantisipasi apabila ada kaum Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam menanyakan, "Dimanakah Tuhan kita ya Rasulullah?" maka lantas dia turunkan ayat ini. Dia katakan agar Rasulullah sampaikan kepada mereka bahwa diriNya dekat dengan hambaNya. Dia gunakan kata ganti "Aku" seakan-akan memang diriNya punya hubungan yang dekat dengan kita.
Padahal diri kita sendiri tidak jarang menjauh dariNya.
Sungguh, seluruh badanku rasanya...lemas.

Kita bisa anggap orang yang spesial dengan kita, yang kita kagumi, yang punya hubungan dekat dengan kita, dan berkata ketika kita sedang merasa kalut, "Hei, tenang, kan ada aku disini."
Begitu juga Allah. Allah bahkan tidak mengatakan, "Ya Muhammad, katakanlah (pada mereka) bahwa Tuhanmu dekat."
Tapi Dia justru seakan-akan berkata langsung pada kita, pada hamba-hambaNya dengan perantara Rasulullah, "ya, Aku dekat denganmu".
Sedangkan kita seringkali mengalpakan kehadiranNya, apakah kita sebenar-benar hambaNya yang mencintai Dia seutuhnya?
Aku bilang, "Ya Allah aku mencintaiMu, sungguh aku mencintaiMu", tanpa sadar bahwa sesungguhnya Dia pun membalas pernyataanku dengan caraNya sendiri.
"Aku kabulkan permohonan orang-orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku"
Aku tergugu. Dia akan kabulkan doa semua orang, tidak hanya orang-orang yang kita anggap agama nya jauh lebih hebat dari kita, tidak sebatas orang-orang yang ahli ibadah, tidak hanya orang-orang kaya atau punya kekuasaan tertinggi. Tapi semua orang.
Semua orang yang berdoa kepadaNya.
Dia seakan-akan ingin memberitahu kita, "Aku ada. Aku benar-benar ada. Bicaralah pada-Ku lewat doa-doa mu. Aku akan kabulkan. Siapapun yang ingin berdoa kepada-Ku, silahkan berdoalah"

Kita bahkan sulit meminta bertemu dengan dosen hanya sekedar bisa berbicara untuk bahas skripsi. Bertemu dengan dokter hanya sekedar untuk konsultasi harus punya janji. Bertemu dengan orang-orang penting, birokrasinya minta ampun, padahal hanya sekedar berbicara dan itupun dijatah hanya beberapa menit saja.
Allah Yang lebih tinggi jabatannya, kekuasaannya, pemilik alam semesta, segala-galanya, Dia berikan kebebasan pada hambaNya, siapapun, untuk bisa berbicara padaNya lewat doa, memohon sebanyak mungkin padaNya, kapanpun yang kita mau, dimanapun.

Aku malu.
Sebegitu luangnya waktuNya untuk aku, tapi hanya pada saat-saat tertentu saja aku menganggapNya ada. Hanya pada saat aku betul-betul di posisi sulit, baru aku berbincang padaNya.
Tidakkah itu hal menyakitkan, ketika aku mengaku mencintai, tapi berbincang pun jarang? Bahkan orang tua ku pun sedih jika melihat anaknya tidak mau berbicara padanya. Apakah Allah jikalau aku begitu juga lantas merasa sakit dan dengan mudahnya mengatakan, "Sungguh aku membenci Kejora" begitu saja?
Tidak. Sekalipun tidak. CintaNya akan tetap sama, tidak berubah. Karena aku pun tahu, dia tidak butuh itu. Justru aku yang sangat membutuhkan Dia.

Ratusan milyar atau bahkan triliunan manusia, pada saat yang bersamaan, memohon padaNya, adakah Dia luput melupakan salah satu dari kita? Satu-satunya yang mengetahui diri setiap orang yang ada di dunia ini, kemampuan dan keterbatasan satu per satu dari kita, mana yang baik dan tidak baik untuk kita, sungguh, Allah sangat luar biasa. Maka siapa lagi kah yang mampu berbuat sedemikian rupa?
Dia tahu aku, Dia ingat aku, Dia tahu kelemahan dan kelebihan aku, Dia tahu segala macam sifat aku, Dia tahu kebiasaan-kebiasaan aku. Tapi Dia juga tahu siapa dirimu, dirinya, diri mereka, diri orang-orang diluar sana. Dia tahu. Dia tahu kondisimu saat ini seperti apa.
Maka ada lagikah Yang Lebih Mengetahui, Yang Lebih Memerhatikanmu, Yang Lebih Memahamimu dengan sebaik-baiknya selain Dia?

Dan ketika aku memohon padaNya, ya, sesungguhnya Dia tahu aku, "Kejora memohon padaKu".
Atau mungkin bapak yang tadi aku temui, yang aku lihat sedang menggenggam kedua telapak tangannya seraya menutupi wajah yang aku anggap mungkin beliau sedang berdoa. Allah pasti tahu siapa beliau, "A memohon padaKu. Aku tahu dia, aku tahu apa yang dia minta, dan Aku tahu kondisinya."
Tapi...
"Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku..."
Aku paham, aku juga semestinya berusaha. Berusaha dengan menjalankan kewajiban-kewajibanku terhadapNya, berusaha sesuai dengan apa yang aku harapkan. Doamu, "Ya Allah semoga aku bisa menikah dengannya", "Ya Allah semoga nilai IPK ku bagus", "Ya Allah semoga aku bisa mendapatkan pekerjaan disini", kita bebas berdoa sebaik apapun yang memang kita impikan. Tapi Allah seakan-akan mengatakan pada kita, "hendaklah kamu juga berusaha untuk memenuhi perintahKu". Dia tidak katakan, "Kamu harus penuhi perintahKu". Tidak. Tapi Dia seakan-akan berkata "Setidaknya kamu berusahalah." Karena Dia juga ingin melihat usaha aku, kamu, dan yang lainnya.
"...dan beriman kepadaku, agar mereka memperoleh kebenaran."
Dan saatnya, ketika aku memohon padaNya, ketika doa-doaku tidak lantas dijawab dengan segera. Aku semestinya paham, sekali-kali bukan karena Dia melupakan aku, bukan sekalipun dia melupakanmu. Dia mengujimu, apakah lantas kita berputus asa dan kembali melupakan Dia atau tidak?
Karena Allah tahu cara terbaik untuk menjawab doa-doamu. Allah tahu mana yang terbaik, waktu yang terbaik, atas semua pengharapanmu. Allah tahu apa yang harus Dia lakukan untuk menjawab doa-doamu yang bahkan tidak pernah sedikitpun kamu pikirkan, dan jika saatnya tiba kamu akan merasa, "Oh, ternyata Allah menjawab doa ku seperti ini". Dan apabila ketika memohon padaNya, dirimu sepenuhnya percaya, tawaddhu, dan ikhlas apapun padaNya, pada saat semuanya terjawab, kamu akan yakin dengan seyakin-yakinnya , bahwa "Ya, benar. Allah benar-benar ada bersamaku."

Allah.
Terima kasih atas pembelajaran hari ini padaku.
DiriMu sungguh sebenar-benarnya ada bersamaku dan hamba-hambaMu yang lain.

***

Nb :
Tulisan ini saya buat fiksi, tapi overall dasar dari penulisan atas pemahaman ayat Q.S Al-Baqarah 186 ini adalah ngambil sedikit banget dari Tafsir Ibnu Katsir dan banyaknya dari penjelasan versi Ust. Nouman Ali Khan. Yang lebih rinci sebagai pengetahuan yang lebih dalam dan jelas bisa dilihat di (Indonesian Subtitle) Nouman Ali Khan: "Allah is Near".


Coretan Kejora - 1

Teman adalah hadiah dari Allah Subhanallahu Wa Ta'ala buat kita.
Seperti hadiah.
Ada yang bungkusnya bagus dan ada yang bungkusnya jelek.
Yang bungkusnya bagus punya wajah yang rupawan atau kepribadian yang menarik.
Yang bungkusnya jelek punya wajah biasa saja atau kepribadian yang biasa saja atau malah menjengkelkan.

Seperti hadiah.
Ada yang isinya bagus dan ada yang isinya jelek.
Yang isinya bagus punya jiwa yang begitu indah sehingga kita terpukau.
Ketika berbagi rasa dengannya, ketika kita tahan menghabiskan waktu berjam-jam saling bercerita.
Dan menghibur, menangis bersama, dan tertawa bersama.
Kita mencintai dia dan dia mencintai kita.

Yang isinya buruk punya jiwa yang terluka. Begitu dalam luka-lukanya sehingga jiwanya tidak mampu lagi mencintai yang justru karena ia tidak merasakan cinta dalam hidupnya.
Sayangnya yang kita tangkap darinya seringkali justru sikap penolakan, dendam, kebencian, iri hati, kesombongan, amarah, dan sejenisnya.
Kita tidak suka dengan jiwa-jiwa semacam ini dan mencoba menghindari dari mereka. Kita tidak tahu bahwa itu semua BUKANLAH karena mereka pada dasarnya buruk, tapi...

Karena ketidakmampuan jiwanya memberikan cinta yang karena justru ia yang membutuhkan cinta kita, membutuhkan simpati kita, kesabaran, dan keberanian kita untuk mendengarkan luka-luka terdalam yang memasung jiwanya.

Bagaimana bisa kita mengharapkan seseorang yang terluka berlari bersama kita?
Bagaimana bisa kita mengajak seseorang yang takut air untuk berenang bersama?
Luka di lututnya dan ketakutan terhadap airlah yang mesti disembuhkan. bukan mencaci mereka.
Karena mereka tidak akan bilang bahwa "lutut" mereka terluka atau mereka takut "air" tapi mereka akan bilang bahwa mereka tidak suka berlari atau mereka akan bilang bahwa berenang itu membosankan.
Dan sejenisnya.
Karena bagaimanapun mereka manusia yang punya harga diri.

Mereka tidak akan bilang, "Aku tidak bisa menari"
Tapi mereka akan bilang, "Menari itu tidak menarik"
Mereka tidak akan bilang, "Aku membutuhkan kamu"
Tapi mereka akan bilang,"Tidak ada yang cocok denganku"
Mereka tidak akan bilang, "Aku kesepian"
Tapi mereka akan bilang, "Teman-temanku sudah lulus semua"
Mereka tidak akan bilang, "Aku butuh diterima"
Tapi mereka akan bilang, "Aku ini buruk, siapa yang bakal tahan?"
It's a defense.

Seorang sahabat sama seperti satu permata yang tak ternilai harganya.
Kawan bisa membuat kita ceria.
Mereka meminjamkan telinganya kepada kita pada saat kita membutuhkannya.
Mereka bersedia membuka hati maupun perasaannya untuk berbagi suka dan duka dengan kita pada saat kita membutuhkannya.
Maka dari itu janganlah buang waktu yang kita miliki, janganlah sia-siakan waktu yang sedemikian berharganya.
Bagikanlah sebagian dari waktu yang kita miliki untuk seorang kawan.
Pasti waktu yang kita berikan tersebut akan kembali seperti juga satu lingkaran.

-dari seorang teman-

Senja dan Kejora - 2

Bruk!
"Raaa. Biasa aja napa nutup pintunyaaa!"
"Njaa, nggak bisa ditutup pintunyaaa. Paksain aja yaaaa?"
"Iya, tapi biasa aja nutupnya!"
Kejora menghampiri Senja yang sedang di dapur. "Bikin apa, Nja? Icip dong."
"Nggak. Tangan kamu kotor habis dari luar."
"Ini deh aku cuci tangannyaa..." Kejora bergegas mencuci tangan di tempat cuci piring.

"Istri solehah banget deh si Senja. Kepikiran aja bikin macaroni kukus."
"Apa sih? Kamu juga biasanya ngoprek-ngoprek dapur. Sekalinya aku yang begini kayaknya heboh banget," cibir Senja.
"Nja, sebel deh." Kejora mengambil piring kecil di rak piring dan segera mengambil potongan macaroni kukus yang baru saja dipotong-potong Senja.
"Sebel apa atau siapa?"
"Sebel aja sama orang-orang yang gampang banget sinis."
"Wait, makannya duduk ah, Bawa yuk ke ruang 'gaul'. Sekalian bawain piring buat aku, Ra."
"Hahaha. Dasar."

"Nah. Definisi orang yang gampang banget sinis itu yang kayak gimana, Ra?"
"Nih ya. Semisalnya kita share kabar, dan padahal komentar kita tentang yang kita share juga sopan. Eeeeh masih aja ada yang sinis."
"Contohnya?"
"Kayak misalnya aku share tentang situasi pemerintahan sekarang, padahal komentarnya aku juga malah niatnya nyemangatin. Eh tapi malah ada aja kayaknya yang nggak suka."
"Suka dan nggak suka nya orang kan hak prerogatif mereka, Ra. Wajarin aja lah."
"Tapi dia kayak ngerasa benar sendiri, Nja."
"Lho, mungkin komentar kamu di share-nya kamu juga bagi dia, kamu kayak paling benar sendiri. Sama aja lah, Ra. Beda sudut pandang aja."
"Tapi nyebelin aja deh orang kayak gitu."
"Bisa jadi kamu juga nyebelin buat mereka."
"Ih Senjaaaa."

"Aku juga pernah kok, Ra."
"Kayak gimana?"
"Aku komentar tentang sistem Liberalisme. Sistem lho yaaa padahal. Aku nggak menuduh subjek ataupun mengomentari objek nya. Sebetulnya aku cuma pengen jelasin aja sih, kalau di negara kita, mau dikata di buku pelajaran dibilangnya sistem Demokratis, tapi sekarang mah ya udah banyak diintervensi sama pihak luar, bukan nggak mungkin sistemnya kecampur sama Liberal."
"Ngerti, Nja. Bener juga sih. Terus?"
"Iya gitu deh. Mungkin ada yang setuju, tapi pasti juga ada yang nggak suka lah. Beberapa hari setelahnya aku lihat ada salah satu teman, posting status, wallahu alam, cuma pas aja sih timing nya, bilang kurang lebihnya, 'Ngomongin liberal, ngomongin Yahudi, padahal makan masih di KFC'".
"Hahahaha. Ngeselin kan? Hahaha. Padahal niatnya kita mah ya ingin yang baik-baik tapi masih aja dianggap nggak baik."
"Apalagi kalau udah bawa-bawa agama. Waaah, ada aja yang nggak suka, katanya 'Yaelah urus aja diri sendiri dulu', itu bukan cuma yang beda agama, yang satu agama sama kita pun juga pasti bakalan ada yang komentar begitu."
"Iya Njaaaa! Bangeet. Padahal mah ya, bukannya tugas sesama muslim itu saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran(*). Kalau nggak suka yaudah nggak usah komentar dong yaaa."

"Entahlah, Ra. Aku sih cuma mikir balik aja kalau digituin, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam aja butuh 23 tahun untuk mensyiarkan agama Islam, butuh bertahun-tahun untuk ngajak kaum nya ke jalan Islam. Lah kita baru ngajak kebaikan itupun juga via sosial media aja dan dihina sama orang terus kita kalah gitu sama hinaan mereka? Masih kalah sama Rasulullah yang bahkan diacuhin lahir batin."
"Iya sih, Nja. Makanya kadang aku juga mikir gitu. Itu kan tugas kita sebagai muslim. Kalau mereka nggak suka, yaaa emang sih zaman sekarang orangnya gampang emosian. Pada nggak selow."

Senja tertawa.
"Ah kalau mau dibahas itu mah nggak akan kelar, Nja. Yang penting niat kita baik. Nggak ada maksud yang jelek-jelek. Ini sih pelajaran buat aku juga. Kali lain kalau mau share apapun udah semestinya juga kita liat efeknya kedepan, bikin ricuh kah atau ga? Kalau bikin ricuh tapi yang kamu share memang tentang kewajiban agama kita, itu sih masa bodo-in aja. Tapi kalau tentang hal lain, mungkin liat stadium efeknya, akan bikin kacau parah kah, lumayan kacau, atau biasa aja. Iya ga?"
"Betul-betul. Jadi jangan bikin kita malas atau nggak tertarik untuk share kebaikan lagi cuma karena hal gituan. Eh iya, satu lagi. Cek juga kebenaran berita yang kita share, tahu kan taktik orang media begitu."
"Tahu. Dari drama korea Pinnochio. Lee Jong Suk nya cakep banget Nja disanaaaaa."
"Kebiasaan. Tapi iya juga sih. Ahahaha. Udah lah, aku mau kelarin laporan nih waktunya kepake buat bikin macaroni ginian. Aku bikinnya hampir dua jam, ngabisinnya nggak sampai 30 menit."
"Lebayyy deh Senjaaaaa. Tapi suer, enak lho, Nja. Besok-besok bikin lagi ya. Atau sering-sering aja kamu ngoprek-ngoprek dapur yaaa."

***

Nb :

(*)
"Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh dan saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran" (Q.S Al-Ashr : 3)


Kamis, 19 Februari 2015

Catatan Senja - 2

Hai.
Ada satu hal yang menggelitik dalam hati saat tadi pagi aku membaca surat cintaNya. Maukah kuberitahu? Mungkin bagimu biasa saja, tapi entah mengapa aku ingin mengajakmu untuk bersyukur atas apa yang diberikan pada Yang Maha Luar Biasa atas apa yang telah dia berikan pada hari ini bahkan selama kita ada di dunia ini.
Sampai sekarang.
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari, maka azab-Ku sangat pedih" (Q.S Ibrahim : 7)
Aku tahu, aku tergugu beberapa saat ketika Dia mengatakan dengan kalimatNya yang indah. Dia memaklumkan. Iya. Hanya memaklumkan. Tidak ada marah. Dia bilang apabila kita bersyukur Dia akan menambahkan kepada kita. Bersyukur yang tidak hanya saat kita menerima hal-hal besar, hal sekecilpun juga termasuk hitungan. Dan hei, bukankah bersyukur tidak selamanya mengucapkan 'Alhamdulillah' saja?

Memberi kepada orang lain yang membutuhkan, membagi rezeki yang kita punya, berperilaku baik dengan sesama, ah sesungguhnya urgensi bersyukur itu luas, bukan? Dan aku malu, masih menganggap bahwa bersyukur lantas hanya diucapkan dengan ucapan hamdalah atau mensujudkan diri kepadaNya saja.

Bukankah terhindar dari jatuh di jalan pun suatu hal yang patut disyukuri? Tidak lupa membawa suatu barang yang kita butuhkan, perut terisi, bisa beristirahat, terlepas dari hutang-hutang, berkumpul dengan teman-teman, bahkan tidak telat datang di suatu acarapun bukankah itu suatu hal yang juga patut untuk disyukuri? Bahkan aku lupa, bagiku terkadang mensyukuri nikmatNya yang sesungguh-sungguhnya hanya sebatas harta benda semata.

Padahal Dia dengan memaklumkan berkata pada hamba-hambaNya, jika kita mau bersyukur, niscaya Dia akan menambahkan kepada kita. Dia. Dia bahkan menggunakan kata "Aku" bukan "Kami" sebagaimana kata ganti yang biasa kita baca pada terjemahan di surat-surat Al-Quran yang lain.

Tapi Dia menyebut dirinya sendiri dengan kata ganti "Aku".
Dan apa yang akan dia tambahkan kepada hamba-hambaNya yang bersyukur?

Hai.
Dia akan tambahkan nikmatNya jauh lebih banyak lagi.
Lebih banyak lagi.
Sedangkan Dia memaklumkan diri kita yang seringkali alpa bersyukur. Seringkali kufur nikmat. Dan sungguh aku malu. Malu karena jatah syukur ku masih kalah jauh dibanding nikmatNya yang Dia berikan kepadaku. Tidakkah kamu merasakannya?

Bersyukur bisa memiliki pemahaman lebih banyak sedikit lantas mau mengajarkannya pada orang lain yang belum memahami, bersyukur bisa membuat orang lain tersenyum dengan mungkin sebatas mendengarkan keluh kesahnya yang sedemikian rupa, betapa kita makhluk yang mudah luput melupakan hal-hal remeh dan kecil seperti itu, bukan? Bahkan Dia pun melanjutkan, apabila kita mengingkarinya, Dia tidak memarahi kita, Dia tidak dengan lantas mengatakan bahwa kita berdosa atau mungkin mengatakan "Aku akan memutuskan nikmat-Ku padamu".
Sekalipun tidak.

Dia hanya melanjutkan seakan-akan "Ya sudah. Silahkan. Tapi semoga kamu ingat juga bahwa azab-Ku itu amat pedih."
Dan sungguh, lagi-lagi aku malu. itu seperti ketika aku malas belajar lantas ibuku tidak memarahiku untuk supaya rajin belajar, tapi beliau hanya bilang, "Tidak apa-apa kamu nggak belajar, Nanti kalau sudah besar kamu yang akan tahu rasanya seperti apa."

Allah pun, yang senantiasa percaya dengan mu bahkan disaat orang lain tidak percaya denganmu, yang senantiasa ada menghapus rasa kesedihan dan kekalutanmu disaat orang lain tidak ada yang peduli dengan mu, yang senantiasa hadir membantu mu bahkan disaat tidak ada satu pun orang yang ada untuk menolongmu, yang kehadirannya bahkan lebih dekat dengan urat nadimu, yang menghidupkan, mematikan, memastikan dirimu nyaman hidup di dunia, pemilik segala-galanya, yang mencintaimu sedemikian rupa, tidak lantas menjudge kamu "Hamba yang tidak tahu berterima kasih", "Hamba yang tidak tahu malu", "Hamba yang akan banyak dosanya di hari penghisaban nanti".

Hai.
Maka nikmatNya yang mana lagi kah yang pantas kita dustakan?
Masihkah kita mengutamakan untuk mengeluh dibanding kan bersyukur sedemikian rupa padaNya?
Butuhkah kita suatu alasan untuk tidak bersyukur padaNya?
Tidak akan ada.
Sungguh, kita tidak butuh alasan apapun untuk tidak bersyukur padaNya.
Alhamdulillah.




Rabu, 18 Februari 2015

Islamic Calligraphy - 3 - Q.S Al-Baqarah (2) : 286



This Islamic Calligraphy made by me on December 6th 2012.

***
Q.S Al-Baqarah (2) : 286

Bismillah.
Latinnya begini, "Laa yukallifullahu nafsan illa wus'ahaa", kembali lagi, CMIIW jika ada kesalahan dalam penulisan latin.

Sebetulnya ayat ini cukup panjang dan mungkin kalau kalian pernah atau suka baca Al-Ma'tsurat pasti tahu. Tapi berhubung agak panjang, jadi saya ambil bagian itu saja. Ceritanya waktu itu ada teman saya curhat gitu lah ya. Nah, di akhir, dia kayak berasa putus asa gitu, bagi dia masalah kayaknya ada aja. Nggak berhenti-berhenti. Waktu pas dia bilang gitu, saya kayak langsung nyamber aja bilang, "Jangan gitu ah, kan Allah nggak bakalan ngasih cobaan diluar batas kemampuan hambaNya...endebla endeble..."

Sok bijak banget ya? Padahal mah masih suka khilaf ngeluh juga. Hahaha.

Nah, besokannya, saya kepikiran lagi sama omongan sendiri. Iya juga ya, kenapa masih doyan ngeluh kalau dikasih cobaan. Kan Dia juga nggak bakalan kasih cobaan diluar batas kemampuan hambaNya, berarti saat kita ngeluh sebetulnya kita masih mampu dong? Kita nya aja yang kebanyakan ngeluh duluan.
Mikirnya sih gitu.
Lagi juga, kenapa giliran dikasih cobaan aja kita ngeluhnya kadang panjang x tinggi x lebar. Berenteeeet nggak kelar-kelar. Berasa paling sengsara hidupnya. Padahal kalau mau di flashback selama sekian tahun kita hidup, nikmat sama rezeki nya jauuuh lebih banyak.
Egois banget ya kita?

Nah. Pas begitu, saya mikir, ini harus jadi pengingat yang baik kalau-kalau saya lagi khilaf.

"Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari kebijakan yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari kejahatan yang diperbuatnya. (Mereka berdoa), "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir."

Itu artinya berdasarkan Al-Qur'an terjemahan.

Saya waktu ikutan TPA (lagi-lagi TPA, tapi ini beneran), kudu hafalin tiga ayat terakhir Q.S Al-Baqarah ini. Ah, saya rasa yang ikutan TPA atau mungkin pesantren dan sekelasnya juga pasti disuruh hafalin ini. Yang doyan baca al-ma'tsurat juga palingan hafal secara ga langsung. Waktu itu, saya iseng nanya sama guru ngaji saya, iya sih saya orangnya kebanyakan nanya, pengen tau mulu, dan kurang lebihnya saya nanya, kenapa ayat ini harus dihafalin?

Pertanyaan nggak penting sih, namanya sebagai umat muslim, sudah semestinya menghafal ayat-ayat nya Allah. Tapi berhubung emang masih kecil yaaah SD sekitar kelas 3-4an lah, saya juga lupa, tolong wajarkan saja pertanyaan itu.

Guru ngaji saya jawab, kurang lebihnya gini.

"Kamu tahu al-ma'tsurat? Nih saya kasih."
Beliau kasih saya buku kecil ukuran yaaah paling 10x6cm lah dengan muka orang di covernya yang ditulis namanya Hasan Al-Banna. Seiring berjalannya waktu, saya baru diberi tahu siapa beliau pas SMP.

"Coba liat yang ini," sambil nunjukkin ayat Al-Quran, yang pas saya baca, oh iya, ini ayat Al-Baqarah 284-286 yang saya tanyain. Tapi saya tetep nggak ngerti maksudnya apa.

"Al-Ma'tsurat ini, doa-doanya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam yang dikumpulin jadi satu, dibacanya pagi dan petang. Nah, yang nyusunnya ini namanya Hasan Al-Banna. Salah satu doa nya, ya ayat Al-Baqarah 284-286 itu. Tahu nggak, kalau baca dua ayat ini (terutama ayat 285-286), di malam hari, dua ayat ini cukup sebagai pengganti salat malam(*). Tapi bukan berarti kamu mikirnya, 'yaudahlah baca ini aja terus, nggak usah salat malam', jangan gitu yaaa"

"Itu hadits, kak?", semua yang ngaji di masjid dekat rumah saya emang manggil guru-gurunya "kakak".

Dia ngangguk. "Terus, waktu Rasulullah Isra' Miraj, pas sampai di Sidratul Muntaha, tahu kan Sidratul Muntaha?"
"Iya tahu, langit yang paling atas, kan?" Jawaban anak SD, maklumkan saja.
"Nah, Rasulullah ngeliat di Sidratul Muntaha ada sesuatu(**)"
"Apaan?"
"Kupu-kupu emas. Keren kan? Nah pas disitulah Rasulullah dikasih tiga perkara sama Allah, dianugerahi salat lima waktu, dianugerahi ayat-ayat terakhir Q,S Al-Baqarah, dan diampuninya orang-orang yang tidak menyekutukan Allah dengan apapun dari kalangan umatnya Rasulullah, bebas, diampunin seampun-ampunnya(***). Keren kan Allah? Diampuni lho umatnya Rasulullah yang tetap setia sama Al-Qur'an dan Hadits nya tapi ya. Terus Rasulullah bilang, 'bacalah dua ayat terakhir Al-Baqarah ini karena aku dianugerahi ayat-ayat ini di bawah arsy' yang bahkan nggak ada seorang pun, sebelum bahkan sesudah aku, yang diberikan anugerah kayak begini'(****)"

Waktu itu saya cuma bisa berimajinasi doang, enak banget ya kalau gitu.

"Nah, itu enaknya kalau kita bisa baca terus ayat itu kan? Makanya kudu dihafal, biar makin sering nanti-nanti kamu baca ayat ini. Kan enak kalau bisa dihafal?"
Saya sih ngangguk aja.
"Nah, waktu ayat ini turun, ceritanya sahabat-sahabat Rasulullah protes gitu lah sama Rasulullah, pas turun ayat 284, katanya kan, coba nih liat di Al-Ma'tsurat nya, "Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu", berarti kalau setiap kita niat, mau baik ataupun buruk, entah nanti ternyata kita lakuin ataupun masih kita sembunyiin dalam hati, tetap dihitung sama Allah."

"Makanya mereka nggak setuju, kak? Gara-gara kalau niat aja udah masuk hitungan pahala atau dosa, gitu?"
"Iya, makanya mereka mohon-mohon sama Rasulullah, 'Ya Rasulullah, kita udah melakukan shalat, puasa, sedekah, tapi kalau ini, kayaknya kita nggak bakalan sanggup.' Terus, turunlah ayat 285 dan 286. Di ayat 286, Allah bilang, 'Laa yukallifullahu nafsan illa wus'ahaa', Dia nggak akan membebani hambaNya diluar batas kemampuan hambaNya. Maksudnya, manusia akan mendapat pahala atau dosa sesuai apa yang diperbuat, tapi Allah bakal mengampuni keterbatasan hambaNya saat melakukan kewajiban-kewajiban dan hal-hal yang dilarang disaat kita betul-betul tidak ada cara lain menghindarinya, memaafkan setiap kali kita khilaf, memudahkan kita untuk beribadah sama Dia, dan nggak akan membebani hal-hal yang berat, yang biasanya kita anggap ujian dari Dia, diluar batas kemampuan hambaNya. Berarti kalau kamu lagi kesusahan, diuji sama Allah, artinya Dia masih yakin kamu bakalan bisa ngelewatin ujianNya.(*****)"

Oke baiklah, cerita diatas sih betulan, cuma versi tulisan saya nya aja yang agak di fiksi-in, tapi kurang lebih nya begitu.

Iya, saya juga ngaku kok masih suka ngeluh. Dan tiap kali ngeluh dan tiba-tiba saya sadar, "Ah iya, Allah kan nggak bakalan ngasih beban melebihi batas kemampuan kita", disitu saya menjudge diri saya payah.

Payah dalam artian gini, Rasulullah aja dikasih kewajiban mensyiarkan agama Islam dan nggak sedikit orang yang mati-matian juga ngelawan beliau, bahkan kalangan kaumnya pun ngelawan, tapi beliau ikhlas luar biasa. Ibunda Hajar dikasih cobaan saat Ismail udah nangis nggak karuan karena kehausan, lari bolak balik Shafa-Marwa cuma buat nyari air padahal disitu kering kerontang, tapi nggak lantas gitu aja putus asa. Ibunda Aisyah ra, difitnah abis-abisan dibilang selingkuh (bahasa kita nya mah ya), sampai beliau nggak tahu lagi gimana caranya supaya bisa ngeyakinin Rasulullah kalau dia nggak berbuat begitu tapi percaya banget kalau semua bakalan bisa dilewatin dengan baik. Nah, kita? Baru kehilangan harta benda, atau skripsi nggak kelar-kelar, dikecewain orang, rasanya berasa nggak kuat ampun-ampunan. Payah banget kan?

Emang sih, dibilang 'kita kan nggak selevel imannya sama mereka!', ya emang. Kita mah apaan. Tapi Rasulullah sebaik-baik suri tauladan, dan yang lain juga contoh yang baik juga kan buat manusia zaman sekarang? Bahwa sebetulnya, kesulitan kita belumlah ada apa-apanya dibanding kesulitan mereka zaman dahulu.

Ah iya. Sama-sama mengingatkan, ya.
Mungkin suatu saat saya khilaf lagi, atau kalian. Semoga bisa saling menasihati dalam kebaikan dan kebenaran.

Aamiin..

***

Nb :

Ada beberapa yang saya kasih tanda bintang (*), ini penjelasan lebih detailnya ya. Dan penjelasan ini saya tahu setelah seiring berjalannya waktu sejak guru ngaji saya cerita begitu. Ahahaha.

(*)
"Telah menceritakan kepada kami, Yahya ibnu Adam, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Asim, dari Al-Mussayab ibnu Rafi', dari Alqamah, dari Ibnu Mas'ud, dari Nabi Shalallahu 'Alaihi Wassalam yang telah bersabda : "Barangsiapa yang membaca kedua ayat dari akhir surat Al-Baqarah di malam harinya, maka kedua ayat itu mencukupinya." (H.R Imam Ahmad) 

Beberapa berpendapat, mencukupinya dari terhindar kejahatan, dan beberapa lagi berpendapat bahwa dua ayat itu cukup sebagai pengganti shalat malam. Wallahu alam. CMIIW ya.

(**)
"(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya." (Q.S An-Najm : 16)

Saya baru ngeh pas mulai suka Q.S An-Najm, dan ternyata seiring berjalannya waktu, kata-kata guru ngaji saya kurang lebihnya sesuai dengan Tafsir nya Ibnu Katsir. Mungkin beliau juga menjelaskannya berdasarkan itu.

(***)
"...Abdullah Ibnu Mas'ud mengatakan pula bahwa Rasulullah SAW, dianugrahi tiga perkara, yaitu beliau dianugrahi shalat lima waktu, dianugrahi ayat-ayat yang mengakhiri surat Al-Baqarah, serta diampuni bagi orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun dari kalangan umatnya, dengan ampunan yang menyeluruh." (H.R Muslim)

Versi Tafsir Ibnu Katsir juga menjelaskan ini secara lebih detail.

(****)
Rasulullah bersabda : "Kami diberi keutamaan diatas semua orang karena tiga perkara, yaitu : Aku diberi ayat-ayat yang mengakhiri surat Al-Baqarah dari rumah pembendaharaan di bawah 'Arsy yang tidak pernah diberikan kepada seorangpun sebelumku dan tidak pula diberikan kepada seorangpun sesudahku." (H.R Ibnu Murdawaih)

(*****)
Imam Muslim mengeluarkan di dalam kitab Shahih-nya dan juga dikeluarkan oleh periwayat lainnya, dari Abu Hurairah, dia berkata, “Tatkala turun ayat (artinya) ‘Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu' (Q.S ,Al-Baqarah : 284) beratlah hal itu bagi para sahabat RA. Lalu mereka mendatangi Rasulullah SAW. dengan merangkak atau bergeser dengan bertumpu pada duduknya seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, kami sudah dibebankan amalan-amalan yang mampu kami lakukan; shalat, puasa, jihad dan sedekah (zakat) dan sekarang telah diturunkan padamu ayat ini padahal kami tidak sanggup melakukannya.’

Lalu Rasulullah SAW, bersabda, ‘Apakah kalian ingin mengatakan sebagaimana yang dikatakan Ahli Kitab sebelum kamu; kami dengar namun kami durhaka? Tetapi katakanlah ‘kami dengar dan patuh, Wahai Rabb, kami mohon ampunan-Mu dan kepada-Mu tempat kembali.’ Tatkala mereka mengukuhkan hal itu dan lisan mereka telah kelu, turunlah setelah itu ayat ‘Aamanar Rasuul…sampai al-Mashiir. (Al-Baqarah : 285)’ Dan tatkala mereka melakukan hal itu, Allah pun menghapus (hukum)-nya dengan menurunkan firman-Nya, “Laa Yukallifullah…hingga selesai. (l-Baqarah : 286)” (HR.Muslim, no.125 dan Ahmad, II / 412)


Wallahu alam.

Rabu, 11 Februari 2015

Senja dan Kejora - 1

"Kau harus bisa bisa berlapang dada,
kau harus bisa bisa ambil hikmahnya,
karena semua semua tak lagi sama,
walau kau tahu dia pun merasakannya..."

"Ra, berhenti deh. Itu lagunya diulang terus daritadi."
Tidak ada tanggapan, yang ada cuma penampakan yang sama. Kejora sedang duduk menatap jendela yang padahal banyak banget debu nya. Dan sambil dengar lagu yang sama berulang kali.

"Ra. Ih ganti kek kalau gitu lagunya."
"Kasian, Njaaaa."
"Apaan yang kasian?"
"Video klipnya."
"Ish, nggak penting banget. Aku kira ada apaan."
Kejora balik badan menatap Senja. "Ah, Nja. Semoga aja kita bisa nggak ngerasain hal yang sama kayak gitu ya. Nggak menyakiti perasaan orang lain. Dan bisa lapang dada kalau semisalnya ada orang yang kita suka, terus ternyata orang itu bukan buat kita. Hmm..." Kejora membalikan badannya kembali menghadap jendela.

"Biar gimana pun juga, Ra. Di akhir perjalanan tentang perasaan setiap manusia pasti ada yang tersakiti. Tinggal stadium nya aja yang berapa sama seberapa kemampuan hati nya menguatkan diri sendiri."
"Kok gitu, Nja?" 
"Kamu pernah suka sama orang? Sama laki-laki atau para ikhwan-ikhwan kece yang alamakjang?"
Kejora bengong menatap Senja.
"Pernah nggak? Iyalah pernah, kamu aja punya 'yang sedang diharapkan'. Ahahaha"
Kejora mencibir, "Kayak kamu nggak aja, Nja."
"Nah. Nggak munafik 'kan begitu? Maksud aku, pastilah setiap manusia yang sudah waktunya, punya perasaan tertentu pada seseorang. Nah, semisalnya kamu suka sama si kakak itu, dan berhubung kamu juga ngerti lah ya menjaga hati, nggak pecicilan, jadi cuma bisa dipendam doang, bahkan pernah ngobrol pun nggak..."
"Bentar, bentar. Aku? Aku doang? Kamu juga kali, Njaaaa"
Senja tertawa, "Iyaaa, aku jugaaaaa. Puaaas?"
"Lanjutkan."

"Nah, kamu, eh kita deh ya, ngobrol aja nggak pernah, ketemu nggak pernah karena aktivitas kita udah beda tempat, kontak juga cuma media sosialnya doang yang untungnya dia update banget lah yaaaa, lantas kalau ternyata dia tiba-tiba share semisalnya di Facebook undangan walimahan nya, nyesek nggak?"
Kejora diam sambil memain-mainkan ujung bajunya.
"Nggak usah dijawab. Aku juga pasti nyesek kok, Ra."
"Iya juga sih, Nja. Tapi kan kita juga kan yang nggak mau terang-terangan kalau suka..."
"Kamu mau terang-terangan suka, gitu? Nggak apa-apa sih. Ibunda Khadijah aja ngaku terang-terangan suka sama Rasulullah. Tapi kita apa sih, Ra? Jauuuuh banget dibanding Ibunda Khadijah. Ah, itu bahasnya beda lagi. Fokus ke tersakiti perasaan dulu aja ya."
"Oke. Terus?"
"Nah ngerasa nggak sih? Yang diam-diam suka aja bakalan nyesek, coba kalau semisalnya yang emang ngaku suka tapi ternyata ditolak, atau yang pernah "pacaran" buat yang emang memperbolehkan dirinya untuk pacaran, terus ternyata putus, terus ternyata mantannya nikah dengan orang lain sedangkan dia belum move on-move on juga? Atau lebih hebatnya lagi, yang di PHP-in semisalnya deket sama kita, kita pikir dia juga punya perasaan kayak kita tapi ternyata diakhir dia malah jadinya sama orang lain dan..."
"Dan?"
"Kita cuma dianggep 'kamu kan teman baik aku' atau 'kamu udah aku anggep kayak adik aku sendiri', Lantas dia pergi gitu aja tanpa tahu setelah dengar ucapannya dia perasaan perempuan kayak gimana."

Kejora menggigit bibirnya. "Ah, Nja. Kamu buat aku jadi mikir kayak gini. Iya juga ya. Pasti ada yang tersakiti. Entah yang "terlihat" atau yang "tidak terlihat". Nja, aku juga bakalan gitu nggak ya?"
Senja menggaruk-garuk kepala nya. "Kan aku bilang tadi. Pasti."
"Jadi?"
"Kamu nggak cuma suka dengan satu orang aja kan selama kamu hidup?"
Kejora menggeleng, "Iya sih, Nja. Terus?"
"Terus apa?"
"Njaaa serius. Teman kelas aku ada yang suka sama ada lah itu kenalan nya, emang sih diam-diam juga kayak kita gitu deh. Dan kemarin dapat kabar kalau yang disukainnya itu mau nikah."
Senja tersenyum. "Itulah kenapa kita suka diwanti-wanti dari awal, Ra. Don't expect from others, expect only from Allah. Sesuka-sukanya kita sama orang, senaksir-naksirnya kita, kagum atau apalah jenis nama lainnya, jangan menaruh harapan pada orang lain. Berharaplah sama Allah. Berharap kalau-kalau memang bukan dengan dia, biarpun tersakiti, semoga itu yang terbaik."

"Teori emang gampang Nja, praktiknya susah."
"Yang bilang gampang juga siapa? Ahahaha."
"Ih, Senjaaaa. Coba gini deh, kamu yang jadi teman aku itu, kamu bakalan ngapain?"
"Nangis."
"Cerdas banget jawabanmu, Nja."
"Iyalah. IQ aku 370."
"Bohong banget."
"Tapi seriusan. Apalagi yang bisa dilakuin? Mau nyewa orang buat menggagalkan nikah orang yang kita suka? Dosa lah, Ra. Terus mau apa? Pura-pura tersenyum seakan-akan nggak ada apa-apa? Berarti jiwa kamu dipertanyakan."
"Berarti wajar dong ya kalau nangis?"
"Iyalah. Siapa yang nggak ngebolehin nangis? Setangguh dan sekuat apapun manusia apalagi perempuan, bisa nggak kalau nggak nangis seumur hidup?"
Kejora menatap jendela kembali.
"Tapi, Ra. Nangis lah sama Yang Memiliki hati kamu. Nangislah sekejer-kejernya, sepuas-puasnya sama Yang Menciptakan kamu. Eh, kita deh. Aku juga pernah kecewa karena ternyata orang yang duluuuu banget aku pernah suka ternyata sekarang menghilang begitu saja tanpa kabar, dan aku cuma bisa apa? Aku pikir, akan lebih baik kalau aku nangis sama Allah. Aku bebas mau nyesek kayak gimana, aku bebas mau ngomong apapun. Cuma Dia yang tahu."

Kejora menatap Senja dengan serius, "Seriusan, Nja? Kamu pernah suka sama orang dan orang itu menghilang gitu aja? Kamu suka nya diam-diam gitu, Nja? Terus habis ngadu gitu kamu gimana?"
"Nanya nya kayak turis. Banyak banget. Jadi buka rahasia kan aku jadinya."
"Ahahaha. Habisnya. Bukan salah aku dong. Kamu sendiri yang ngaku."
"Nggak usah bahas perasaan aku nya lah. Yang pasti setelah ngadu aku jauh lebih tenang. Aku jauh lebih percaya ada yang lebih baik lagi buat aku dari Allah nanti."
"Otomatis gitu, Nja?"
"Nggak. Perlahan lah. Emang kamu kira bisa instan gitu aja? Perlahan nanti, mata hati kamu juga bakalan kebuka kok."
"Tapi sekarang masih ngarep nggak? Misalnya ternyata kamu ketemu lagi sama dia dan dia juga masih free. Ahahaha."
"Kok jadi nanyanya gitu?"
"Kenapa sih, Nja. Nggak suka banget aku nanya soal kayak gini."
"Bukan nggak suka. Yaudah, ngarep lagi kah? Entahlah. Tapi yang pasti sekarang, aku nggak berharap lagi sama dia. Dalam artian, aku mau menjalani hidup aku yang sekarang aku rasain aja. Aku nggak mau memikirkan sesuatu yang bahkan aku sendiri nggak tahu apalagi mungkin dia juga nggak tahu aku kayak gimana sekarang. Wasting time nggak?"

Kejora menganggung-angguk, "Tapi kalau semisalnya ternyata dia menghilang buat 'menjadi lebih baik' dulu, dan BUUUM nanti dia muncul gitu lagi, gimana?"
Senja diam sejenak, "Dia belum tentu baik buat aku kan, Ra? Jadi selama belum ada kepastian, lebih baik, dan semoga kalau sampai hal itu terjadi, aku nggak mau berharap terlalu besar sama dia. Lagi."
"Yakin?"
"Raaaa, udah deh. Tapi ya gitu lah, Ra. Kita pasti bakalan sakit "perasaan", entah kondisinya kayak apa, entah stadium nya sampai berapa. Tinggal pintar-pintarnya kita aja mengendalikan diri dan lebih banyak dekat sama Allah."
"Iya juga sih, Nja. Eh, bisa jadi juga ternyata ada laki-laki atau ikhwan yang suka sama aku terus ternyata aku nikah sama orang lain, dan dia yang sakit, berarti aku jadi pelaku nya dong?"
"Bisa jadi."
"Terus kalau gitu, gimana?"
"Aku nggak tahu, Ra. Tapi aku pikir, kita perempuan bisa apa sih? Kalau laki-laki itu emang suka sama kita, serius, yaaa hadapin lah. Yang ngelamar, kalau emang mau nikah, kan yaaa yang ngelakuin pihak laki-laki, masa iya perempuan yang nanya, "Saya berniat menikahi putra bapak." Gila kali."
"Ahahahaha. Dasar. Iya juga ya, kita nggak salah. Kalau kita yang suka diam-diam, terus ternyata ikhwan kece alamakjang itu ternyata nikah sama orang lain, yaaa dia juga nggak salah, Ini soal keberanian aja, gitu?"
"Keberanian dan takdir. Kamu atau dia yang berani tapi kalau bukan takdir, sampai kamu punya jenggot juga nggak bakal jadi-jadi."
"Ya kali aku jenggotan."
"Laa haula wa laa quwwata illa billah, Ra. Sampai kapanpun kita nggak bisa berbuat apapun yang sudah ditetapkannya, tidak bisa menolak atau memiliki selain apa yang Allah kehendaki. Iya, kan?"
"Cerdas banget si Senja. Ah iya, semoga kalaupun kita tersakiti, kita bisa langsung sadar, bahwa pasti ada yang terbaik dari Allah buat kita ya, Ra."
"Aamiin. Semoga."
"Udah Jam 17.00, bentar lagi Magrib, aku mau mandi ah."
"Nggak ah, Ra. Aku duluan!"
"Bodo. Aku dulu."
"Raaaa. Aku duluuuuuu!!! Kamu dengerin aja lagi lagu Sheila on 7 nyaaa!"
"Bodoooo!"

***

Nb : Thank You untuk Sheila on 7 atas lagu yang lagi-lagi bagus dan easy listening.
Happy watching. :)

Selasa, 10 Februari 2015

Share Video - Nouman Ali Khan - 1 - Repost

Assalamualaikum.
Hai lagi.
Kali ini aku mau share video yang sayangnya aku nggak tahu link nya. Karena ini juga share dari status salah satu orang yang ada di grup Facebook yang saya ikutin, dan grup facebook itu share lagi, dan muncul lah di home Facebook saya (ribet ya?), jadi kalau semisalnya ada yang nemuin link nya, bisa kasih tahu saya biar saya cantumin nanti.

Kenapa saya share video ini? Pertama saya suka banget sama beliau. Nama beliau Nouman Ali Khan. Mungkin juga banyak yang udah tahu.Kalau yang belum tahu, bisa cek profilnya di google. Banyak kok. Saya suka kata-katanya beliau, banyak yang bikin saya jadi kayak "disentil". Dan untuk video ini, hmmm. entah kenapa saya speechless. Kali ini saya berasa "ditampar bolak-balik: dengan ampuhnya.

Let's see.



Sudah lihat kah?

Saya suka kata-kata beliau bagian ini,

"Ketika aku menjadi mahasiswa dan mulai belajar bahasa Arab, dan aku mulai mendengarkan Al-Qur'an, dan untuk pertama kalinya mendengar kajian tentang Al-Qur'an, aku benar-benar marah.
Aku marah. 

Aku marah terhadap umat ini.

Bagaimana bisa mereka "merampas" dariku, setelah 18 tahun lahir menjadi muslim, bagaimana bisa sampai aku tidak mengerti makna Al-Qur'an? Mengapa mereka tidak memberitahuku? Bagaimana bisa mereka berpikir bahwa aku mengetahuinya dengan sendiri? Bagaimana bisa mereka tidak memberitahuku bahwa kitab ini adalah harta terpenting dalam hidupku?

Bagaimana bisa mereka tidak memberitahukan bahwa selama 23 tahun perjuangan keras dalam sejarah hidup manusia, perjuangan Rasulullah SAW, bahwa hal terpenting darinya adalah "Fal yuballighi ''sh-shahidul-gha'ib, ballighul anni walau aayah" Sampaikanlah dariku walau satu ayat, "Sampaikanlah, walaupun satu ayat atas namaku."

Dan seterusnya.

Baiklah, Saat itu ngerasa, iya, karena Al-Qur'an bukan cuma "buku" yang kita targetkan bisa habis satu juz satu hari. Bukan cuma "buku" yang bisa dihafal sebanyak mungkin, meski itu bagus pasti. Tapi ada yang jauh lebih penting yang terkadang kita alpa untuk melakukannya. Iya. Memaknai.

Hai.
Semoga sama-sama bisa mengambil hikmah dan penyemangat untuk diri masing-masing ya!


Jumat, 06 Februari 2015

Islamic Calligraphy - 2 - Q.S Al- Waaqi'ah (56) : 96



This Islamic Calligraphy made by me on November 9th 2012.

***

Ceritanya, setelah sengaja saya posting kaligrafi buatan saya yang alakadarnya untuk pertama kalinya di blog, cek di Islamic Calligraphy - 1 - Q.S An-Najm (53) : 39 berikut pakai Mukkadimah segala yang mungkin nggak penting-penting amat buat dibaca, izinkan saya untuk memposting kaligrafi lagi.

***
Q.S Al-Waaqi'ah (56) : 96

Sekali lagi, saya nggak bermaksud untuk menuliskan tentang tafsir ya disini. Hapunten.

Jadi begini,
Latinnya "Fasabbih bismi rabbikal 'aziim". Seperti biasa, CMIIW ya kalau ada salah dalam penulisan latin. Kenapa saya bikin kaligrafi ayat ini?
Hmm, pas saya baca terjemahannya, surat ini mendeskripsikan ke otak saya tentang hari kiamat. Dari terjadinya, pembagian tiga golongan (golongan kanan, kiri dan orang-orang paling dahulu beriman dan paling dahulu masuk surga (assabiqunal awwalun)), gambaran surga dan neraka, dan ayat 96 inilah, ayat terakhir, dimana seakan-akan setelah membayangkan kejadian-kejadian luar biasa itu, kita diajak untuk bertasbih pada Allah.

Sebetulnya, di surat ini disebutkan dua kali. Satu lagi di ayat 74. Tapi saya (apa ya bahasanya), mengkaligrafikan ini dengan melihat ayat 96 pada Al-Qur'an saya. Padahal sih sama saja tulisannya juga.

"Maka betasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Besar"

Saya pribadi ngerasanya, "Ya Allah, diriMu menegaskan dua kali."
Iya dua kali.

Dan setelah beberapa kemudian, saya lihat hadist riwayatnya Shahih Bukhari, (sekarang bahkan kalian bisa banget kok download aplikasi hadist dengan lebih mudah via Play Store bagi yang pakai gadget android. So, terkadang teknologi bisa mempermudah untuk mencari ilmu juga, bukan?) dan kebetulan ini riwayat hadist beliau yang paling akhir (jadi memang nggak sengaja juga saya nemunya), kurang lebih begini (karena pakai bahasa Inggris),

"Narrated Abu Huraira: The prophet Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam said, "(There are) two words which are dear to the beneficent (Allah) and very light (easy)  for the tongue (to say), but very heavy in weight in the balance. They are: "Subhanallah Wa-bi Hamdihi" and "Subhanallah Al-'Adzim" (H.R Bukhari, Shahih Bukhari no. 7563)

dan ada keterangan dibawahnya, "see Hadist no. 6682."
Lantas saya cek dong,

"Narrated Abu Huraira: Allah's Messanger Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam said, "The following are) two words (sentences or utterances) that are very easy for tongue to say, and very heavy in the balance (of reward), and most beloved to the Gracious Almighty (And they are): "Subhanallahi Wa-bi Hamdihi; Subhanallahi-l-'adzim" (H.R Bukhari, Shahih Bukhari no. 6682)

Guys, demi apapun, ilmu saya jauuuuh masih cetek banget. Sumpah. Saya jelas kalau ditanya, "hafal ga hadist nya?", yaaa belum lah. Saya cuma membaca sekilas arab dan terjemahannya saja. Jangankan hadist, Al-Qur'an pun yang saya hafal masih alakadarnya.
Tapi, mencari ilmu itu tetap harus sebanyak-banyaknya, bukan?

Balik lagi.
Melenceng nggak sih? Mudah-mudahan nggak ya. Saya menulis ini kan niatnya ingin menceritakan alasan kenapa saya pilih meng-kaligrafi-kan ayat ini. Dan sampailah di titik saya menemukan hadist tersebut yang membuat saya merasa, "Ah ya, benar. Bertasbihlah ke Allah, Del. Bertasbihlah atas nama Allah yang Maha Besar."

Eh iya, saya lupa. Intinya, dua hadist tersebut kurang lebihnya bilang, kalau ternyata dua kalimat yang mudah dalam pengucapan tapi berat di timbangan (pada hari akhir nanti) bahkan sangat dicintai Allah Subhanallah Wa Ta'ala adalah "Subhanallah Wa-bi Hamdihi" dan "Subhanallahi Al-'Adzim".

Ah. mudah tapi berat lho di timbangan hari akhir nanti. Ibarat kata kalau kita mah sekarang maunya yang murah-murah tapi bisa dapat yang bagus, atau maunya kerjanya sedikit tapi dapat untungnya banyak. Lantas kenapa kita juga malas menyebut dua kalimat yang mudah di lidah tapi kita bisa dapat pahala banyak?
Iya nggak?

Guys, saya juga gampang banget khilaf. Sengaja juga saya nulis ini, buat kaligrafi seperti ini, yaaa supaya jadi pengingat yang baik juga buat saya. Semoga juga bisa jadi pengingat yang baik buat yang lain ya.
Yuk semoga kita bisa sama-sama belajar dan terus belajar.

Selasa, 03 Februari 2015

Catatan Senja - 1

Hei, aku tahu saat ini kamu sedang menuju dibatas keputusasaan atas berbagai pengharapan. Aku juga pernah begitu. Semua orang pun juga pernah begitu. Bisa jadi saat ini dirimu sedang terus meratap nasib yang tak kunjung baik. harapan yang tak kunjung terealisasikan, bahkan bisa jadi saat ini ada sedikit celah dalam hatimu untuk berteriak "betapa teganya Allah padaku. Sampai kapan lagi aku harus mengharap?".

Hei. Aku pun pernah khilaf seperti itu, tapi aku harap, aku tidak akan pernah melakukan hal itu lagi dan semoga bagimu juga tidak. Ah, tenang. Aku pun terkadang masih sama denganmu. Masih suka mengeluh, masih suka kufur. Sssst, bila berkenan, mari kuajak dirimu supaya kita sama-sama mengetahui, supaya kita sama-sama mengingat untuk kedepannya betapa cintanya Dia pada hambaNya. Kamu, aku, dan siapapun yang menempatkan diriNya dalam hati.

Allah didn't give up on you. You give up on your self - Nouman Ali Khan

Ah. Begitulah manusia, bukan? Ketika kita punya suatu pengharapan, lantas gagal, pikiran seakan-akan mengatakan kita sudah kalah. Kita nggak akan mampu mendapatkannya lagi. Lantas, membatu, mengeras tanpa kita sadari. Jika saat ini kamu sedang dalam kondisi ini, kita sama. Aku juga pernah begitu dan mungkin apabila iman sedang turun tidak terpungkiri akan seperti itu lagi. Karena itulah aku ingin mengingatkan agar suatu saat nanti jika aku khilaf, aku akan diingatkan olehmu.

Hei, karena sesungguhnya yang menyerah adalah diri kita sendiri. Karena yang berkata "lelah" adalah diri kita sendiri, tanpa disadari. Apakah saat Dia berikan kita kegagalan artinya dia tidak percaya bahwa kita mampu? Apakah pada saat engkau bersedih hati karena gagal, Dia bersenang hati atas kesedihanmu?

Sekalipun tidak. Percayalah. Semoga aku juga akan selalu mengingat ini. Dia yang mengetahui dirimu lebih dari apa yang dirimu ketahui sendiri.

Sometimes Allah tests you twice because you failed the first time and He wants you to pass

Sini kuberitahu. Terkadang Dia ingin melihat kamu berusaha jauh lebih keras lagi. Bukan. Sekali lagi bukan karena tidak percaya denganmu. Dia ingin kamu tahu, bahwa apa yang kamu harapkan adalah hanya untukNya semata yang paling utama. Biarlah jika untuk kepentingan pribadimu di dunia adalah alasan setelahnya dan apabila Dia kabulkan itu adalah "bonus" dariNya.

Mungkin kamu gagal saat ini, Dia ingin tahu apakah kamu akan lantas berputus asa begitu saja? Bisa jadi engkau menyerah padahal sesungguhnya jika dirimu mau berusaha sekali lagi, Dia tunjukkan padamu apa yang kamu butuhkan sesuai harapanmu. Ah iya, aku juga pernah begitu dan aku menyesal karena putus asa terlalu awal.

Karena tidak ada lelah untuk yang Lillah

Percayalah, apapun yang dikerjakan karena Allah tidak akan pernah terasa lelah bagimu. Sekalipun engkau gagal melakukannya, dirimu akan percaya suatu saat pasti akan temui keberhasilan dari usahamu selama ini. Dirimu tahu bahwa segala rasa lelah ini tidak akan ada artinya jika suatu saat nanti Dia berikan apa yang dirimu butuhkan.

Keep praying for what it is you seek. Impossibility and possibility are merely concept of your mind, to Allah nothing is Impossible.

Tentunya. Konsep mungkin dan tidak mungkin adalah dari diri manusia sendiri. Terkadang kita terpaku pada pemikiran "Mungkin, Allah gagalkan aku karena memang ini hal yang mustahil buat aku dapatkan". Semisalnya, mengharapkan bisa bekerja ditempat yang kamu inginkan sedangkan nilaimu pas-pasan. Orang-orang yang bekerja disana adalah orang-orang terpilih dengan kemampuan dan pengalaman yang luar biasa, orang-orang yang bagimu sempurna dari segi apapun.

Hei, aku juga pernah begitu. Lantas minder di awal, aku tahu aku nggak ada apa-apanya, aku tahu orang-orang diluar sana jauh lebih hebat daripada aku. Dan? Aku gagal. Aku tahu itu. Aku paham, mungkin Allah melihatku telah menyerah lebih dahulu karena diriku sendiri. Karena kata-kata ketidakmungkinan yang ada di otak aku.

Lantas menyesalkah aku? Tentu. Hei, setelah itu aku ingat, bukankah Dia yang mampu mengubah apapun bahkan yang mustahil sekalipun bagi kita? Bukankah ketika dia berikan ketetapan pada hambaNya, jadilah maka jadilah ia? Ah kawan, sadarkah bahwa pada saat itu kita justru takut pada diri sendiri? Justru kita telah kalah pada diri sendiri?

"...dan Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui." (Q.S Al-Baqarah (2) : 232)

Hei, pernahkah kamu berpikir suatu hal ketika kamu meminta suatu hal namun Dia berikan yang tidak sesuai dengan pengharapanmu? Pernahkah terpikirkan mungkin Dia berikan kegagalan padamu karena itu bisa jadi hanya kamu pikir baik untukmu padahal bagiNya mungkin tidak?

Terkadang kita punya impian sebanyak mungkin, berharap segala macam, tapi itulah kawan. Jika harapan tidak disertai karena Allah yang ada hanyalah penyesalan ketika tidak terjadi dalam hidup. Padahal bukankah sebanyak apapun harapan kita, penentu ada ditanganNya? Harapan yang kita inginkan pastilah yang menurut kita baik, tapi bagiNya mungkin saja ada yang jauh lebih baik buat kita dan itu bukan sesuai apa yang kita harapkan. Dia maha mengetahui, sedangkan kita tidak.

"Oh Allah, when I lose my hopes and plans, help me remember that Your love for me is greater than my disappointments, and Your Plan for me are better than my dreams" (Ali bin Abi Thalib r.a)

Ketika engkau mengeluh saat ini, meratap menyalahkanNya tidak memberikan apa yang kamu inginkan, menangislah. Dirimu bukan siapa-siapa. Dirimu hanyalah peminta-minta dariNya. Dirimu tidak lebih dari seonggok daging yang hina dan tidak tahu apa-apa sedangkan Dia jauh lebih mengetahui dirimu bahkan masa depanmu sekalipun.

Maka pantaskah kita berkeluh kesah, kawan? Dia pasti akan berikan yang jauh lebih baik dari yang kamu bayangkan. Dia akan berikan apa yang pasti kamu butuhkan. Karena kita sering lupa, bahwa apa yang kita harapkan lebih sering adalah apa yang kita inginkan, bukan yang kita butuhkan. Mungkin juga bukan sekarang, mungkin nanti bisa jadi. Jadi, masihkah kamu berputus asa dan berhenti berdoa mengharap yang terbaik padaNya?

A thousand times I have failed, but still your mercy remains. Thank you, Allah.

Hei, dirimu masih diberikan nikmat bisa menghirup udara hari ini, sehat, bangun tidur dari nyenyaknya lelap, perut terisi, ah, mungkin kamu gagal dalam suatu hal yang kamu harapkan, tapi tidakkah kamu sadar, Dia masih berikan berkahNya yang lain untukmu? Padahal mungkin sebelum tertidur, kamu sempatkan sedikit mengeluh akan tidak adilnya Dia, tapi Ia bangunkan dirimu dengan keadaan utuh seperti sebelumnya tanpa kekurangan sedikitpun, kawan, maka nikmatNya yang mana lagi kah yang pantas kamu dustakan?

Jika harapanmu belum terlaksanakan saat ini, lihatlah dirimu, hidupmu. Satu harapan yang belum dirimu dapatkan itu jauh masih sedikit dari harapan-harapan yang dirimu tuturkan padaNya lewat doa-doamu selama dirimu hidup lantas Ia kabulkan. Bisakah dirimu menghitungnya? Aku yakin tidak.

Hei, aku juga ingin menangis saat ini. Kamu lihat bukan? He loves us more than we know. Maka pantaskah kita bersombong diri untuk mengatakan betapa teganya Dia, menyerah atas segala pengharapan yang belum terkabulkan, dan alpa untuk menyempatkan diri bersyukur padaNya atas apa yang Dia berikan? Hari ini.
Aku harap tidak.
Semoga.

Sabtu, 31 Januari 2015

Islamic Calligraphy - 1 - Q.S An-Najm (53) : 39



This Islamic Calligraphy made by me on November 2nd 2012.

***

Mukkadimah

Gaya ya?
Baiklah.
Jadi begini. Gini-gini, saya suka banget bikin kaligrafi. Okelah nggak se-handal para pembuat kaligrafi yang sudah terkenal, atau dengan teknik tertentu. Jadi kalaupun semisalnya ditanya, "Del, ini kaligrafi jenis apa?" Sumpah saya nggak bakal tau jawabannya apa.

Saya buat dengan teknik naluri sendiri.

Sebentar-sebentar. Biar saya ceritakan.

Saya belajar kaligrafi nggak lewat lembaga-lembaga tertentu. Makanya maklumkan saja. Saya cuma belajar kaligrafi semasa saya ikut TPA waktu SD, Iya, cuma TPA doang. Berkat guru ngaji saya yang oke banget bikin kaligrafi hanya dengan modal dua pensil, saya langsung jatuh cinta.
Sama kaligrafinya. Bukan guru ngajinya.
Mohon fokus.
Hahaha.

Sederhana, tapi bikin saya punya keinginan untuk bisa buat kaligrafi seindah itu.

Saya latihan bikin kaligrafi dengan dua pensil yang diikat pakai karet gelang. Guru ngaji saya sih yang ngajarin. Katanya biar pensilnya erat dan nggak goyang-goyang pas mau bikin sketsa kaligrafinya.
Dari tulisan Allah dan Muhammad doang, hingga Bismillah, Alhamdulillah, Subhanallah, Allahu Akbar, yaaa kalimat-kalimat sederhana.
Sampai akhirnya saya berhasil mendapat nilai sempurna (terus) (alhamdulillah) di rapor TPA saya untuk mata pelajaran Kaligrafi dan Sirah Nabawiyah dan nilai nggak enak di Fiqih. AHAHAHA.
Ketauan banget ya buka aib banget.

Dan saya sesungguhnya nggak berani tapi diberani-beraniin untuk ikut lomba sana-sini di bidang ini.

Juara? Iya. Alhamdulillah. Kadang satu, dua, seringnya sih gitu.
Hebat? Nggak. Sayangnya keberanian saya sebatas lomba lokal doang sih. Jadi nggak usah bilang hebat. Sumpah. Saya juga nyadar diri, ada banyak orang yang jauh leih hebat buat kaligrafi. Belajar bahkan mendetail dengan teknik-tekniknya. Sedangkan saya apaan?

Itulah saya tekankan, karena saya cuma menyukai dunia ini untuk hobi saya sendiri.

Cuma untuk pribadi? Saya jelaskan.
Obsesi saya, katakanlah begitu, tapi sepertinya kurang baik dibilang obsesi, oke, cita-cita saya, saya ingin banget menuhin "rumah" saya nanti dengan kaligrafi buatan saya sendiri. Kalau diizinkan Allah bisa dikasih hidup sampai punya keluarga nanti.
Saya mau rumah saya dijaga sama ayat-ayat yang saya gambarkan, of course, sebagai doa juga.

Itu pertama. Dan satu hal yang yaaah entah kalian mungkin mengiranya, "Alah, sepik amat alasannya", but this is true. Ini seriusan.

Hadist pertama yang saya hafal waktu TPA, adalah yang dari Abdullah bin Amr r.a, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً , "Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat", Hadist Riwayat Bukhari.
Setelahnya mungkin yang paling ngelotok di otak adalah "Al-Jannatu Tahta Aqdamil Ummahat" dan "Khairukum man ta 'allamal Qur-'aana wa 'allamah".
Sorrii. Saya cuma dapat nilai biasa-biasa aja di Mata Pelajaran Hadist waktu TPA.

Oke fokus.

Iya. Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat. Emang sih nggak boleh asal-asalan juga untuk menyampaikan ayat Al-Qur'an atau Hadist Rasulullah, toh saya juga bukan pendakwah, ilmu saya juga cetek banget kayak banjir yang cuma gara-gara got meluap, tapi itulah. Saya mau menyampaikan ayat-ayat Allah via kaligrafi saya yang juga alakadarnya, dan let's learn together.
Iya. Mari kita sama-sama belajar. Bukan cuma kalian aja, saya juga belajar atas apa yang telah saya gambarkan.
Saya berharap itu bisa jadi doa untuk siapapun yang melihat, berharap bisa belajar dari arti dan makna ayat nya, tentunya saya pribadi juga.
Semoga amal baik kita semua diterima Allah Subhanallahu Wa Ta'ala.

Mohon maaf juga apabila semisalnya ada yang kurang baik dari kaligrafi buatan saya dan mohon koreksinya. Dan apabila sekali lagi kalau ditanya ini kaligrafi jenis apa? Saya nggak tahu. Naluriah buatnya. Karena saya juga saat membuat kaligrafi dan mencoba untuk berani share, niat saya bukan ingin kalian mengomentari dari segi keindahannya, Ah, Itu jauuuh banget. Bahkan bisa jadi mungkin kalau ada yang komentar jahat semisal, "Ih itu ga sesuai banget sama jenis teknik apapun. Nggak boleh!" Ah ya, saya tahu kok, saya memang nggak ada apa-apanya.

Makanya niat saya bukan itu apalagi komersil-in. Haduh, nggak tertarik juga kaligrafi kayak begini mah atuh kalah saingan. Niat saya supaya kita (saya dan kalian yang melihatnya) mencoba terus belajar dan memaknai ayatnya, tambah lagi, sebagai pengingat yang baik.
Just it.

Semoga setiap niat kita diberkahi Allah Subhanallahu Wa Ta'ala.

***

Q.S An-Najm (53) : 39

Latin nya begini, "Wa allaisa lil insaani illaa maa sa'aa". CMIIW dalam penulisan latin ya.
Alasannya saya buat ayat ini adalah, saya suka banget surat An-Najm. Dari SMP. Sukanya kenapa? Hmm, saya nangis waktu baca surat ini beserta artinya.
Mungkin ada banyak surat dimana kita atau saya pribadi bisa ambil hikmah sebagai penyemangat, renungan, pengingat, bahkan sampai membuat nangis (saya emang cengeng, saya akuin itu) diri kita sendiri.
Banyak.

Tapi pada saat yang tepat, dimana saya lagi betul-betul lemah iman (katakanlah begitu), putus asa karena suatu hal waktu itu karena masalah Ujian Nasional kalau nggak salah, saya kayak ditampar waktu itu via surat ini.

Kurang lebihnya, bisa dicek Al-Qur'an kalian wabilkhusus ayat 38-48.
No. Jangan salah paham dulu. Saya belum punya ilmu mengenai tafsir ya. Saya nggak berani menafsirkan segala ayat, secara belum punya ilmunya. Jadi alasan saya betul-betul kayak "ditampar" adalah saat membaca ARTI ayat tersebut via Al-Qur'an terjemahan.

"(yaitu) bahwa seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain,
dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya,
dan sesungguhnya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadaNya),
kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna,
dan sesungguhnya kepada Tuhanmulah kesudahannya (segala sesuatu),
dan sesungguhnya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis,
dan sesungguhnya Dialah yang mematikan dan menghidupkan,
dan sesungguhnya Dialah yang menciptakan pasangan laki-laki dan perempuan,
dari mani, apabila dipancarkan,
dan sesungguhnya Dialah yang memberikan kekayaan dan kecukupan."

Tiga hal saya ngerasa kayak ditampar.
Pertama, bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya dan diberi balasan dengan balasan yang paling sempurna. Kedua, dalam hidup, manis atau pahit, itulah cara Dia memperkenalkan diriNya kepada kita. Dia jadikan orang tertawa dan menangis, mematikan dan menghidupkan, menciptakan laki-laki dan perempuan, serta kekayaan dan kecukupan. Ada yang anehkah? Iya. Semua lawan kata, tapi Allah memberikan kekayaan dan kecukupan, bukan kemiskinan.
Ketiga, apapun niat kita, ya, utamakan karena Allah. Belajar, kerja, bahkan bantu orang lain, karena Allah. Bukan ngejar nilai, ngejar materi, ngejar dibilang baik, tapi karena Dia. Bukankah karena kepada Dialah kesudahannya atas segala sesuatu?

Ditambah setelah ayat selanjutnya ayat ke 55 dan 62. "Maka terhadap nikmat Tuhanmu yang manakah yang masih kamu ragukan?" dan "Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia)".

Dan ayat yang saya ambil adalah ayat 39, "dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya."
Saya cuma ingin itu jadi pengingat saya dan bisa jadi juga untuk kalian, semisal ketika saya lagi malas atau saya lagi menuju putus asa, bahwa, iya, kita cuma akan memperoleh sesuai apa yang telah kita usahakan.

Usaha?
Dengan urgensi usaha adalah "bahan" yang diperlukan untuk memenuhi syarat mendapatkan pertolongan Allah. "Bahan" bahwa kita menunjukkan padanya bahwa kita bersungguh-sungguh mengharap harapan kita bisa terealisasikan. "Bahan" agar kelak Dia memperlihatkan atas kesuksesan kita juga.

Iya.
Cuma itu.
Semoga itu bisa jadi pengingat kita semua.

Sekian.